Presiden Jokowi, Pesawat Sewaan, dan Virus Korona
Istana berencana menyewa pesawat Garuda Indonesia untuk lawatan Presiden Jokowi ke Amerika Serikat. Seperti apa penggunaan pesawat untuk lawatan ke luar negeri oleh para presiden terdahulu?
Ruang digital di Indonesia heboh beberapa hari belakangan. Foto pesawat Boeing 777-300 ER dengan desain logo mirip pesawat kepresidenan Boeing Business Jet-2 viral di media sosial. Istana pun dituding membeli pesawat kepresidenan baru secara diam-diam. Di tengah perlambatan ekonomi, Istana di antaranya dituding keterlaluan karena memboroskan anggaran.
Kritik dan hujatan bermunculan begitu foto pesawat Boeing 777-300 ER yang tengah di-repainting (dicat kembali) beredar di media sosial. Dalam foto terlihat sebuah pesawat bergaris merah dengan tulisan ”Republik Indonesia” pada bagian badan terparkir di hangar sebuah maskapai.
Selain gambar Garuda Pancasila, logo Sekretariat Negara juga terlihat di badan pesawat. Hanya ekor pesawat yang tetap berwarna biru seperti pesawat maskapai nasional Garuda Indonesia.
Cuitan bernada kritik dan hujatan tak hanya dilontarkan oleh warga kebanyakan, tetapi juga para selebritas media sosial.
Pengguna Twitter dengan akun @Kimi58486332, misalnya, mencuit, ”Dulu ketika mau menjabat @jokowi waktu SBY beli pesawat di akhir masa jabatannya, bilang buat apa beli pesawat, uang buat rakyat, sekarang baru masuk tahun ke-6 beli pesawat baru, jika benar semoga Allah yang membalas segala pencitraannya”. Akun lain, @kecialkuning1, menulis, ”Rakyat terancam kemiskinan, penguasa menjawabnya dengan pengadaan pesawat kepresidenan yang baru”.
Alvin Lie juga menyampaikan kritiknya melalui akun Twitter @alvinlie21. ”1 pesawat Kepresidenan masih belum cukup? Masih nambah B777? Berapa anggaran yang dibelanjakan? Sementara semua Kementerian dan Lembaga dikepras anggarannya,” tulisnya.
Media massa arus utama kemudian mengonfirmasi informasi itu ke sumber di Istana. Dari hasil konfirmasi itu didapati bahwa pesawat Boeing 777-ER bukanlah pesawat baru untuk Presiden Joko Widodo. Pesawat itu disewa untuk mengantar Presiden Jokowi melakukan lawatan ke Las Vegas dan Washington DC, Amerika Serikat.
”Jadi, itu bukan pesawat kepresidenan, tetapi memang Pak Presiden akan menghadiri ASEAN-US Special Summit di Amerika sekaligus Pak Presiden akan kunjungan kenegaraan ke Amerika,” kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung Wibowo di Kompleks Istana, Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu kemudian menceritakan kronologi sekaligus pertimbangan Istana menyewa pesawat Garuda Indonesia. Keputusan itu bermula dari perintah Presiden Jokowi untuk menghitung biaya perjalanan dengan menggunakan Pesawat Kepresidenan BBJ 737-800 dan pesawat sewaan.
Kalkulasi dilakukan karena berdasarkan pengalaman sebelumnya, perjalanan ke AS menggunakan pesawat kepresidenan membutuhkan biaya relatif besar. Dibutuhkan tiga kali transit untuk perjalanan menuju AS dari Jakarta karena jangkauan jelajah pesawat kepresidenan hanya sekitar 8 jam.
Menurut Pramono, biaya transit untuk pengisian bahan bakar pesawat tidaklah murah. Demikian juga biaya tim advance Presiden jika harus transit tiga kali di suatu negara, hingga Presiden harus kembali lagi di lokasi yang sama saat kembali pulang.
Sementara pesawat Boeing 777-300 ER milik Garuda Indonesia memiliki jelajah terbang maksimal hingga 12 jam sehingga menurut Kepala Sekretariat Presidenan Heru Budi Hartono, hanya dibutuhkan satu kali transit. Istana pun lebih leluasa memilih lokasi transit yang aman dari virus korona baru yang belakangan disebut Covid-19.
”Karena waktu maksimal penerbangan lebih lama, bisa dipilih tempat transit yang aman dari penyebaran virus korona,” ujar Heru menjelaskan.
Tak hanya itu, kapasitas penumpang berbadan lebar itu pun lebih banyak dibandingkan dengan pesawat kepresidenan. Dengan begitu, semua menteri dan pejabat negara yang turut dalam delegasi Indonesia di KTT AS-ASEAN 2020 bisa terbang bersama pesawat sewaan tersebut. Kementerian/lembaga tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk membeli tiket pesawat komersial.
Baca juga: Sewa Garuda Demi Penghematan
”Pesawat Garuda itu biayanya menjadi lebih murah sedikit sehingga diputuskan untuk sewa. Presiden itu, kan, selalu meminta perjalanan lebih murah,” tutur Pramono.
Kebetulan juga jika menyewa pesawat Garuda, ada kesempatan bagi pesawat kepresidenan untuk menjalani pemeliharan rutin tahunan di Garuda Maintenance Facility (GMF).
Heru Budi Hartono menambahkan, selain sejumlah menteri, staf khusus, perangkat Presiden juga bisa menggunakan pesawat yang sama, yakni mulai dari ajudan, protokol, petugas perjalanan, Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), juga jurnalis.
”Bahkan, saat pulang nanti dari AS, kami bisa bawa sekalian tim advance di AS yang sudah berangkat sebelumnya sehingga biaya perjalanan bisa kami minimalisasi,” tuturnya.
Ditunda
Setelah menuai kontroversi, akhirnya pesawat milik Garuda Indonesia itu batal disewa Istana. Bukan karena banyaknya kritik, melainkan karena KTT AS-ASEAN yang dijadwalkan digelar pada pertengahan Maret batal terlaksana. Pada Sabtu (29/2) waktu Indonesia, Presiden AS Donald Trump memutuskan menunda pertemuan itu lantaran khawatir akan penyebaran virus korona tersebut.
Terkait dengan penundaan itu, Deputi Protokol, Pers, dan Media Sekretariat Kepresidenan Bey T Machmudin mengatakan, rencana penyewaan pesawat Garuda Indonesia yang sudah telanjur dicat ulang itu dibatalkan.
Istana tidak mengalami kerugian apa pun karena belum ada transaksi pembayaran ke Garuda. Pengecatan ulang dan pemberian logo dan simbol kenegaraan Republik Indonesia dilakukan dengan biaya Garuda. Istana baru mengeluarkan uang saat pesawat Boeing 777-300 ER digunakan Presiden.
Menurut Heru, kalaupun Presiden Jokowi jadi bertolak ke AS, Setpres hanya membayar penyewaannya saja. ”Ongkos repainting ditanggung Garuda selaku pihak pemilik,” tandasnya.
Pesawat para presiden
Kendati menuai banyak kritik, Pramono menegaskan bahwa penyewaan pesawat merupakan praktik yang biasa. Pemerintahan sebelumnya juga kerap menggunakan pesawat sewaan saat melakukan lawatan ke luar negeri.
Sebelum memiliki pesawat khusus kepresidenan, pemerintah biasanya menyewa pesawat milik Garuda Indonesia untuk lawatan presiden ke luar negeri. Presiden Soekarno pertama kali melakukan muhibah ke sejumlah negara di AS, Kanada, Jerman, Swiss, Italia dan lainnya pada 1956. Selain untuk mempererat hubungan, Presiden Soekarno juga bertujuan meminta dukungan negara-negara tersebut.
”Bapak menyewa pesawat PanAm, milik perusahaan AS. Pramugaranya dua orang dan pramugarinya empat orang. Meskipun kunjungan itu boleh dibilang gagal, hubungan Indonesia dengan negara-negara yang pernah dikunjunginya tetap baik. Bapak menolak bantuan mereka karena mereka memberikan persyaratan tertentu yang Bapak tidak mau terikat,” tutur putra pertama Soekarno, Guntur Soekarnoputra, kepada Kompas belum lama ini.
Bahkan, pada saat perang dingin AS dengan Uni Soviet (kini menjadi Rusia dan beberapa negara di Eropa Timur), Presiden Soekarno tetap bersikeras memakai pesawat sewaan PanAm saat berkunjung ke sana meskipun pemimpin Uni Soviet Nikita Khrushchev menolak pesawat itu. Soekarno menyampaikan kepada Nikita Khrushchev bahwa dirinya tak jadi datang jika penyewaan pesawatnya diatur. Presiden Soekarno akhirnya diizinkan memakai pesawat PanAm saat kunjungan ke Uni Soviet pada 28 Agustus-12 September 1956.
Dalam kunjungan lainnya, Presiden Soekarno adakalanya menggunakan pesawat Lockhed C-140 Jetsar, hadiah dari Presiden AS John F Kennedy, pesawat IIyushin II-18 sumbangan Nikita Khrushchev, dan pesawat DC-3 hasil sumbangan dari masyarakat Aceh, yang kemudian menjadi cikal bakal Garuda Indonesia. Presiden Soekarno juga pernah menyewa pesawat Convair 990 milik Garuda Indonesia untuk berkunjung ke Korea Utara, Jepang, dan Aljazair.
Pada era Presiden Soeharto, pesawat Avro RJ-185 milik Pelita Air serta Boeing 737 Classic dan Airbus A300 milik Garuda Indonesia juga dicarter untuk kunjungan kerja ke luar negeri. Presiden BJ Habibie, penerusnya, juga menyewa pesawat Avro RJ-1865 Pelita Air untuk lawatannya ke Myanmar untuk menghadiri forum ASEAN.
Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur juga menyewa pesawat MD-11 milik Garuda, selain menggunakan Boeing 707 milik TNI AD untuk perjalanan ke luar negeri. Penyewaan berikut dengan pramugara dan pramugarinya yang melayani perjalanan dari Jakarta kembali lagi ke Jakarta.
Pesawat MD-11 Garuda Indonesia masih terus digunakan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri untuk lawatan ke luar negeri. Sama dengan para pendahulunya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono juga menyewa pesawat Garuda untuk kunjungan kerjanya ke luar negeri. Biasanya ia menggunakan Airbus A330-300 untuk lawatan resminya ke luar negeri.
Pesawat kepresidenan
Perjuangan untuk memiliki pesawat kepresidenan sendiri relatif rumit dan panjang. Rencana pengadaan pesawat kepresidenan sudah digagas sejak masa pemerintahan Gus Dur, tetapi gagal terlaksana. Baru pada 2010, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi mulai mengusulkan pembelian pesawat kepresidenan kepada DPR. Pada 2011, pemerintah mengusulkan anggaran pengadaan pesawat kepresidenan.
Dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR, 8 Juli 2011, Sudi menyampaikan kesepakatan pemerintah untuk membeli pesawat BBJ-2 seharga 58 juta dollar AS. Selain itu, pemerintah juga mengalokasikan anggaran interior kabin 27 juta dollar AS, sistem keamanan 4,5 juta dollar AS, dan 1,1 juta dollar AS untuk administrasi. Setelah melalui pembahasan alot serta pro-kontra di masyarakat, akhirnya Indonesia memiliki pesawat kepresidenan dengan total harga 91,2 juta dollar AS atau setara Rp 820 miliar. Pada 14 April 2014, pesawat BBJ-2 diterima Pemerintah Indonesia.
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi waktu itu mengatakan, pesawat baru itu bakal menghemat anggaran Rp 114,2 miliar per tahun. Selain itu, pesawat baru itu juga merupakan kebanggaan bangsa karena untuk pertama kali RI memiliki pesawat kepresidenan sendiri.
Karena BBJ-2 memiliki dua mesin CFM56-7, dengan kemampuan terbang hingga ketinggian maksimum 41.000 kaki dan ketahanan terbang sekitar 8 jam, pesawat kepresidenan itu hanya digunakan saat kunjungan kerja ke daerah dan sejumlah negara di ASEAN dan Timur Tengah. Dalam catatan Kompas, BBJ-2 pernah digunakan Presiden SBY ke sejumlah negara ASEAN dan digunakan Wapres Boediono berkunjung ke China dengan transit beberapa kali di sejumlah negara. BBJ-2 juga pernah digunakan Presiden Jokowi dalam lawatan ke AS, dengan harus transit tiga kali. Pesawat itu juga pernah digunakan dalam lawatan ke sejumlah negara ASEAN dan Arab Saudi serta Uni Emirat Arab.
Pesawat berkapasitas 43 penumpang itulah yang pernah pula digunakan Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Wapres Boediono berkunjung ke daerah dan ke beberapa negara, dan pada masa pemerintahan saat ini juga digunakan Wapres Ma’ruf Amin melawat ke luar negeri.
Selain pesawat BBJ-2, pesawat kepresidenan lainnya yang sering digunakan para wakil presiden adalah British Aerospace RJ 85 (BAe-RJ 85) atau sering dikenal dengan RJ-85. Saat pesawat BBJ-2 tengah menjalani perawatan di GMF, Presiden Jokowi juga menggunakan RJ-85.
Bahkan, adakalanya Presiden Yudhoyono dan Jokowi serta Wapres Boediono, Wapres Kalla, dan Wapres Ma’ruf Amin menggunakan pesawat milik TNI AU dengan jenis Boeing 737-400, dan pesawat Hercules serta CN 295 milik TNI AU.