Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini menegaskan, pemerintah tidak antikritik. Negara yang dikritik akan menjadi negara yang kredibel.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Demonstrasi adalah legal. Ada syarat-syarat yang mesti dipenuhi ketika akan berdemonstrasi, termasuk harus memberitahukannya kepada polisi. Hal penting yang perlu diperhatikan pada masa pandemi Covid-19 adalah penjagaan protokol kesehatan dengan tidak berkerumun supaya tak terjadi penularan virus.
Koordinator Gerakan Indonesia Bersih Adhie Massardi pada webinar kebijakan publik Narasi Institute bertajuk ”Di Balik Aksi Jokowi End Game ; Gagal atau Prank?”, Jumat (30/7/2021), mengatakan bahwa demonstrasi adalah legal. Menganggap demo sebagai tindak pidana kriminal adalah merusak demokrasi. Jadi, tidak perlu ada insinuasi yang membuat seolah-olah unjuk rasa itu kriminal.
”Demo-demo itu ada aturannya. (Pihak yang akan demo) selalu melakukan pemberitahuan-pemberitahuan kepada polisi. Jadi, polisi bisa mengecek siapa yang melapor pemberitahuan. Kalau enggak ada (yang lapor), berarti ya enggak ada (demo) dan polisi tidak usah sibuk mencari dalangnya. Kabinet juga tidak usah sibuk mencari dalangnya,” kata Adhie.
Sebagai pegiat demokrasi, lanjut Adhie, dirinya tersinggung ketika ada cara-cara yang menginsinuasi atau mengkriminalisasi kelompok-kelompok kritis. Alih-alih mencari dalang unjuk rasa yang tidak jelas, lebih baik yang dicari adalah dalang kegiatan ilegal, semisal dalang korupsi. ”Carilah dalang korupsi. Korupsi itu ilegal,” katanya.
Carilah dalang korupsi. Korupsi itu ilegal.
Terkait dengan fenomena Jokowi End Game, pelopor Gerakan Manusia Merdeka, Muhammad Said Didu, menuturkan, ketika tidak ada demo dan ternyata itu hanya permainan media sosial, hal ini menunjukkan kelemahan intelijen. ”Betapa lemahnya intelijen kita bisa dikelabui permainan medsos. (Tapi) kalau memang ada demo, betapa juga salahnya langkah yang diambil,” katanya.
Said Didu menuturkan, dirinya bergaul dengan teman-teman yang suka berdemonstrasi. ”Saya paham betul mereka yang biasa demo itu sangat takut kalau ada aturan yang dilanggar. Prosedurnya sangat jelas, dia harus minta izin, harus ada koordinator yang bisa dihubungi, dan lainnya. (Untuk fenomena Jokowi End Game) ini, kan, enggak ada,” ujarnya.
Senada dengan Adhie Massardi, Said Didu mengatakan, demonstrasi adalah legal. Hal yang dilarang saat ini adalah melanggar protokol kesehatan. ”(Hal) yang menarik adalah orang belum demo sudah didatangi. Iya, kan. Berarti bukan prokesnya, dong, yang dilanggar, tapi mau dilarang demonya. Ini langkah sangat bahaya bahwa punya niat demo pun, yang legal itu, bisa ditakut-takuti. Ini bahaya sekali ke depan,” ujar Said Didu.
Demonstrasi adalah legal. Hal yang dilarang saat ini adalah melanggar protokol kesehatan.
Menurut Said Didu, tidak ada pelanggaran hukum apa pun dari orang yang berniat demo. ”Turun demo pun tidak ada pelanggaran hukum selama tidak melanggar prokes, tidak melanggar PPKM (pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat),” katanya.
Hak demonstrasi
Saat ditanya terkait dengan aspek kerumunan ketika demonstrasi akan dilakukan di tengah PPKM, Said Didu mengatakan bahwa melanggar atau tidak melanggar aturan PPKM baru akan diketahui ketika mereka sudah turun berdemonstrasi. ”Siapa tahu ketika turun cuma lima (orang pengunjuk rasa), jarak 10 meter, kan tidak melanggar PPKM. Jadi, maksud saya, ini kita hati-hati betul, nanti hak demonstrasi hilang,” katanya.
Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara Faldo Maldini mengatakan, adanya ajakan demonstrasi pada masa pandemi Covid-19 adalah hal krusial. ”Ajakan demonstrasi itu ada dan itu yang kami kira krusial karena jika ada ajakan untuk berdemonstrasi, maka akan ada ajakan untuk berkerumun. Dan, enggak mungkin kalau namanya ajakan itu orangnya sedikit. Pasti banyak, pasti ramai, dan siapa yang bisa jamin bahwa ajakan itu tidak membawa kerumunan?” katanya.
Terkait dengan hal tersebut, lanjut Faldo, dibutuhkan izin demo, apalagi di saat seperti sekarang ketika kondisi sedang kritis. ”Demonya enggak dilarang, tapi yang dilarang itu berkerumun. Kita mengapresiasi banyak mahasiswa hari ini yang mayoritas memilih cara-cara yang menunjukkan kepedulian,” katanya.
Kepedulian terhadap masyarakat, lanjut Faldo, ditunjukkan mayoritas mahasiswa dengan memilih tidak turun aksi. Kegiatan kritik mahasiswa tentu perlu diperkuat. ”Kita dorong terus. Pemerintah tidak pernah antikritik. Kita ingin pemerintah jadi kredibel. Negara yang dikritik akan menjadi negara yang kredibel,” katanya.
Pemerintah tidak pernah antikritik. Kita pengin pemerintah jadi kredibel.
Ibarat ujian, menurut Faldo, pengawasan dan seleksi yang ketat akan mendapatkan hasil jauh lebih kredibel dibandingkan dengan yang tidak diawasi dan diseleksi dengan ketat. ”Negara dan pemerintah tentu tidak pernah melarang kritik. Silakan. Dan, kita menunggu juga inisiatif-inisiatif untuk membawa kita keluar dari pandemi ini secara bersama-sama,” ujarnya.