Empat dari lima majelis hakim banding yang memotong hukuman Joko Tjandra juga memotong hukuman Pinangki Sirna Malasari, terdakwa lain dalam perkara pelarian Joko. Komisi Yudisial mencermati putusan tersebut.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seperti terhadap Pinangki Sirna Malasari, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta juga mengurangi hukuman Joko Soegiarto Tjandra. Hukuman penjara Joko dipotong dari semula 4,5 tahun menjadi 3,5 tahun. Yang dianggap meringankan dari Joko, menurut majelis hakim banding, adalah Joko menjalani pidana penjara atas perkara pengalihan hak tagih Bank Bali tahun 2009 dan telah menyerahkan dana ganti rugi kasus itu, sebesar Rp 546 miliar, kepada negara.
Putusan Nomor 14/Pid.Sus-TPK/2021/PT.DKI tersebut diputuskan majelis hakim yang terdiri dari Muhamad Yusuf selaku hakim ketua, didampingi Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Reny Halida Ilham Malik selaku hakim anggota. Kecuali Rusydi, hakim ketua ataupun hakim anggota lainnya merupakan majelis hakim banding bekas jaksa Pinangki Sirna Malasari, terdakwa lain di kasus pelarian Joko. Pinangki, oleh majelis banding, dikurangi hukuman penjaranya dari 10 tahun menjadi tinggal 4 tahun.
Dalam putusan banding Joko, majelis hakim menyatakan, Joko Tjandra telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan permufakatan jahat untuk melakukan tindakan korupsi. Ini dalam kasus pengurusan fatwa bebas dari Mahkamah Agung dan penghapusan status daftar pencarian orang (DPO) atas nama Joko Tjandra dari sistem imigrasi.
”Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun dan 6 bulan dan pidana denda sebesar Rp 100 juta,” demikian dikutip dari putusan tersebut.
Menurut majelis hakim, keadaan yang memberatkan adalah bahwa Joko Tjandra telah dinyatakan bersalah pada kasus pengalihan hak tagih Bank Bali berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 100 Tahun 2009. Sementara kasus yang menjerat Joko Tjandra dilakukan untuk menghindari hukuman yang dijatuhkan pada perkara pengalihan hak tagih Bank Bali tersebut.
Hal yang dianggap meringankan oleh majelis hakim adalah Joko telah menjalani pidana penjara untuk perkara pengalihan hak tagih Bank Bali. Dalam perkara tersebut, Joko Tjandra dihukum 2 tahun penjara.
Selain itu, Joko Tjandra telah menyerahkan dana terkait dengan perkara pengalihan hak tagih Bank Bali sebesar Rp 546 miliar.
Penasihat hukum Joko Tjandra, Soesilo Aribowo, ketika dikonfirmasi, membenarkan putusan banding yang mengurangi masa hukuman Joko Tjandra tersebut. Sampai saat ini tim kuasa hukum baru mendengar putusan tersebut, tetapi belum menerima salinan putusan banding.
”Soal upaya hukum lanjutan akan ditentukan 14 hari setelah terima pemberitahuan putusan,” kata Soesilo.
Menurut Soesilo, tim kuasa hukum akan bertemu terlebih dulu dengan Joko Tjandra untuk menyampaikan putusan tersebut. Tim kuasa hukum akan membicarakan langkah hukum selanjutnya terkait dengan putusan banding tersebut.
Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisantoso ketika dikonfirmasi mengenai putusan banding tersebut mengatakan, jaksa penuntut umum masih mempelajari putusan banding tersebut dan masih belum mengambil sikap terkait dengan upaya hukum selanjutnya.
Perlu diketahui, di pengadilan tingkat pertama, jaksa penuntut umum menuntut Joko Tjandra dengan tuntutan 4 tahun penjara. Sementara putusan banding tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa. Sebelumnya, terhadap putusan banding Pinangki, jaksa penuntut umum tidak melakukan upaya hukum kasasi karena putusan banding dinilai telah sama dengan tuntutan jaksa, yakni pidana penjara selama 4 tahun.
Secara terpisah, Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Miko Ginting mengatakan, KY menaruh perhatian terhadap putusan tersebut dan beberapa putusan lain. Hal yang diperhatikan KY, khususnya, mengenai pertimbangan akan pentingnya sensitivitas keadilan bagi masyarakat.
”Ditambah lagi, hal ini erat kaitannya dengan kepercayaan masyarakat terhadap kehormatan hakim dan integritas pengadilan,” kata Miko.
Menurut Miko, sesuai dengan kewenangan KY dalam melakukan anotasi terhadap putusan akan melakukan kajian atas putusan pengadilan tersebut. Anotasi tersebut dapat diperkuat dengan kajian dari masyarakat, baik akademisi, peneliti, maupun organisasi masyarakat sipil.