Laporkan Pengkritik ke Polisi, KPK Dinilai Mengkriminalisasi Masyarakat Sipil
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri membenarkan, KPK melalui Biro Umum KPK telah melaporkan peristiwa penyinaran dengan laser ke arah Gedung KPK, Jakarta, pada 28 Juni 2021 pukul 19.05 ke Polres Jakarta Selatan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi melaporkan aksi penembakan sinar laser ke gedung ”Merah Putih” pada 28 Juni 2021 ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan. Pelaporan itu dipertanyakan dan dinilai sebagai upaya mengkriminalisasi masyarakat sipil dan sikap yang berlebihan dalam menanggapi kritik.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri dihubungi dari Jakarta, Senin (19/7/2021), membenarkan, KPK melalui Biro Umum KPK telah melaporkan peristiwa penyinaran dengan laser ke arah Gedung KPK, Jakarta, pada 28 Juni 2021 pukul 19.05. Pelaporan yang dimaksud dilakukan ke Kepolisian Resor Jakarta Selatan.
”Pelaporan tersebut karena kami menilai telah ada potensi kesengajaan melakukan gangguan ketertiban dan kenyamanan operasional perkantoran KPK sebagai obyek vital nasional yang dilakukan oleh pihak eksternal dimaksud,” kata Ali.
Ia menambahkan, saat penembakan sinar laser berlangsung, petugas keamanan KPK dan pengamanan obyek vital Polres Jakarta Selatan telah melarang aktivitas tersebut. Petugas juga mengingatkan bahwa kegiatan itu terjadi di luar waktu yang ditentukan serta tidak memiliki izin dari aparat berwenang. Namun, penyinaran tetap berlangsung. Pelaku melakukannya secara berpindah-pindah.
”Saat ini kami serahkan sepenuhnya kepada pihak Polres Jakarta selatan untuk menindaklanjutinya. Kami berharap kepada semua pihak untuk senantiasa tertib dan menjaga kenyamanan lingkungan,” kata Ali.
Kompas telah menghubungi Kapolres Jakarta Selatan Komisaris Besar Azis Andriansyah untuk mengonfirmasi laporan tersebut. Namun, hingga Senin malam, ia tidak meresponsnya.
Penembakan dengan sinar laser yang dimaksud merupakan aksi kritik dari masyarakat sipil yang tergabung dalam gerakan #BersihkanIndonesia. Pada Senin, 28 Juni 2021 malam, mereka melakukan video mapping ke Gedung KPK dengan sejumlah tulisan yang berpindah-pindah ke beberapa sisi bangunan tersebut. Tulisan yang mereka gunakan di antaranya ”Berani Jujur, Pecat!”, ”Mosi Tidak Percaya”, ”#SaveKPK”, ”Rakyat Sudah Mual”, dan ”Reformasi Habis Dikorupsi”.
Koordinator gerakan #BersihIndonesia dari Greenpeace Indonesia Asep Komarudin mengatakan, aksi tersebut merupakan kritik atas upaya pelemahan KPK yang terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Mulai dari revisi Undang-Undang KPK pada 2019 yang terus dilakukan meski mendapatkan penolakan masyarakat hingga polemik tes wawasan kebangsaan yang berujung pada Pemberhentian 51 pegawai terbaik KPK.
Terkait pelaporan ke kepolisian, Asep mengaku belum mengetahuinya. ”Kami belum tahu bahwa dilaporkan dan belum mendapatkan surat apa-apa,” katanya saat dihubungi Senin malam.
Ia mempertanyakan alasan pelaporan karena bertentangan dengan sikap KPK sebelumnya. ”Setelah aksi, kan, ada pernyataan dari Plt Juru Bicara Bidang Penindakan KPK Ali Fikri yang meresponsnya dan mengapresiasi karena dianggap dukungan terhadap pemberantasan korupsi,” ujar Asep.
Saat itu, Ali mengatakan, KPK mengapresiasi pihak-pihak yang senantiasa mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia. KPK menyadari bahwa setiap bagian dari masyarakat memiliki peran masing-masing untuk ikut mendukung pemberantasan korupsi. Pihaknya juga tak bosan mengajak masyarakat melalui jargon-jargon antikorupsi, di antaranya ”Berani, Jujur, Hebat” (Kompas.id, 29/6/2021).
Menurut Asep, laporan ini juga janggal karena sebelumnya aksi kritik terhadap KPK kerap dilakukan oleh kelompok masyarakat sipil yang lain. Selain pihaknya yang melakukan pemetaan video, pihak lain juga menggelar aksi bahkan ada yang membakar ban di depan Gedung KPK.
”Jika laporan benar berjalan, ini adalah bagian dari upaya kriminalisasi masyarakat sipil. (Kami) bersama dengan teman-teman koalisi yang lain akan menyikapinya,” katanya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai, pelaporan ini akan dicatat dalam sejarah karena membuktikan pimpinan KPK saat ini bersifat otoriter dan antikritik. Sebab, dalam era demokrasi kritik dari masyarakat sipil terhadap lembaga negara semestinya dianggap hal lumrah.
Dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK disebutkan bahwa KPK bertanggung jawab kepada publik atas pelaksanaan tugasnya. Namun, hingga saat ini KPK belum memberikan informasi salah satunya tentang seluk-beluk tes wawasan kebangsaan.
Selain itu, dalam Pasal 7 Ayat (2) Huruf d Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 2 Tahun 2020 disebutkan dalam mengimplementasikan nilai profesionalisme, insan KPK dilarang merespons kritik dan saran secara negatif dan berlebihan. ”Pelaporan ini merupakan sikap yang berlebihan, apalagi ditujukan kepada masyarakat sipil yang selama ini ikut menjaga KPK,” katanya.