Gugatan Ditolak, Korban Korupsi Bansos Bakal Adukan Hakim ke Komisi Yudisial
Para korban korupsi bantuan sosial Covid-19 terus memperjuangkan ganti rugi. Setelah permohonan penggabungan gugatan ganti rugi ditolak pengadilan, mereka akan melaporkan hakim ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan MA.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penolakan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terhadap permohonan penggabungan gugatan ganti rugi para korban bantuan sosial dengan perkara pidana korupsi bekas Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dianggap keluar dari semangat pemberantasan korupsi. Majelis hakim juga dinilai melanggar hukum acara sehingga akan dilaporkan ke Komisi Yudisial dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung.
Perwakilan Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos, Kurnia Ramadhana, dalam jumpa pers secara virtual, Selasa (13/7/2021), mengatakan, penolakan terhadap gugatan ganti rugi para korban bansos merefleksikan tiga hal. Pertama, ketidakpahaman majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Kedua, ketidakprofesionalan majelis hakim. Ketiga, hilangnya sense of crisis soal pemberantasan korupsi di masa pandemi Covid-19.
”Kebijakan atau langkah yang diambil oleh majelis hakim yang menyidangkan perkara Juliari ini akan mengubur harapan publik ketika meminta pertanggungjawaban dari para koruptor,” ujar Kurnia.
Sebelumnya, permintaan penggabungan korban korupsi bansos ditolak oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (12/7/2020). Dalam penetapan itu, hakim menggunakan pertimbangan perspektif perdata murni, yaitu tempat atau locus kejadian. Artinya, yang berwenang mengadili perkara perdata adalah Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
”Permohonan penggabungan gugatan ganti rugi yang diajukan para pemohon melalui kuasanya tidak memenuhi salah satu syarat, maka beralasan untuk ditolak,” kata Muhammad Damis, Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam sidang pemeriksaan perkara korupsi bansos Kemensos dengan terdakwa Juliari Batubara, Senin (12/7/2021).
Kurnia berpendapat, dalam Pasal 98 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), konsep penggabungan perkara gugatan ganti rugi korban bansos dengan pidana korupsi Juliari bukan disidangkan di PN Jakarta Selatan, melainkan di Pengadilan Tipikor Jakarta. Jika dipisahkan, kedua pengadilan itu tidak mungkin saling berkoordinasi.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, lanjut Kurnia, terlalu fokus pada terdakwa kasus korupsi. Padahal, korban bansos itu sudah langsung datang dan mendaftar gugatan ke Pengadilan Tipikor Jakarta.
Jika dilihat dari Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, kata Kurnia, ada beberapa potensi pelanggaran yang dilakukan oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta. Misalnya, hakim dilarang menunjukkan keberpihakan dan hakim dilarang mengeluarkan perkataan atau tindakan lain yang memberikan kesan keberpihakan terhadap salah satu pihak yang sedang bersidang di pengadilan tersebut.
Melapor
Sementara itu, kuasa hukum Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos, Muhammad Isnur, menilai, penetapan majelis hakim sangat janggal. Sebab, majelis tidak melihat konteks gugatan sebagai tindak pidana korupsi. Lagi pula, semua terdakwa yang berlokasi di Jakarta disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.
”Kalau kemudian sesuai dengan alamat dari terdakwa, tidak akan pernah terjadi gugatan berbarengan terhadap tindak pidana korupsi. Kecuali, koruptor itu tinggal di kawasan PN Jakarta Pusat,” ujar Isnur.
Kuasa hukum lain dari Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos, Nelson Nikodemus Simamora, mengatakan, majelis hakim melanggar hukum acara. Pasal 98 KUHAP, menurut dia, telah mengatur penggabungan gugatan ganti rugi dengan perkara pidana. Kewenangan penggabungan perkara itu berada pada majelis hakim yang mengadili pidananya.
Untuk itu, lanjut Nelson, alasan kompetensi relatif tidak relevan menjadi dasar penolakan. Pada Pasal 101 KUHAP, lanjutnya, juga diatur ketentuan hukum acara perdata. Namun, ketentuan hukum itu tidak berlaku jika sudah diatur ketentuan lain, yakni Pasal 98 KUHAP.
”Jadi, sebetulnya ini alasan yang dibuat-buat saja oleh ketua majelis hakim. Ini jelas pelanggaran hukum acara,” ucap Nelson.
Terhadap sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan majelis hakim tersebut, Tim Advokasi Korban Korupsi Bansos sepakat untuk melaporkanya ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (MA). Laporan akan disampaikan paling cepat pekan ini.
”Kami tentu akan menyelesaikan secara administrasi. Tetapi, kami akan ajukan dalam waktu minggu ini, kalau tidak besok atau lusa. Kami akan ajukan secepatnya,” kata Nelson.