Pekerjaan Rumah Polri: Percepat Pelayanan dan Penanganan Perkara
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo berjanji Polri akan terus konsisten dan meningkatkan capaian kinerja agar mampu mengubah potret Polri sesuai dengan harapan masyarakat.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Memasuki usia ke-75 tahun, Kepolisian Negara Republik Indonesia masih memiliki setumpuk pekerjaan rumah. Salah satu yang terutama adalah pembenahan sistem pelayanan dan penanganan perkara yang masih lamban. Diperlukan keseriusan untuk bertransformasi secara komprehensif agar visi Polri yang prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan tidak menjadi sekadar jargon.
Anggota Ombudsman RI, Johanes Widijantoro, mengatakan, sepanjang semester pertama tahun 2021, Polri merupakan institusi yang paling banyak dilaporkan masyarakat setelah pemerintah daerah (pemda). Posisi itu belum berubah dibandingkan tahun 2020 dengan total sebanyak 699 laporan.
Hingga Kamis (1/7/2021), terdapat 333 laporan yang masuk dalam periode Januari-Juni 2021. ”Paling banyak adalah penundaan berlarut dalam penanganan kasus,” kata Widijantoro dihubungi dari Jakarta, Kamis malam.
Ia melanjutkan, mayoritas pelapor sulit mendapatkan informasi perjalanan kasus yang dilaporkan. Kemajuan penyelidikan dan penyidikan cenderung tidak segera disampaikan. Padahal, ketika kasus sudah dilaporkan semestinya ditangani dan ada pemberitahuan tentang perkembangan penanganan yang jelas.
Kesulitan itu tidak hanya dialami pelapor, Ombudsman pun mengalami hal serupa dalam proses penyelesaian laporan masyarakat. Widijantoro mencontohkan, respons penyidik dalam menindaklanjuti permintaan dokumen berbeda-beda sehingga penyelesaian laporan sangat bergantung kepada mereka. Organisasi yang besar dan tersebar kerap menghambat komunikasi dengan personel terkait.
Ia melanjutkan, Ombudsman juga menemukan potensi malaadministrasi dalam proses penyidikan terhadap penyandang disabilitas sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Penyandang Disabilitas dalam Proses Peradilan.
Hal itu di antaranya karena belum ada penyidik yang memiliki kualifikasi dalam proses pemeriksaan penyandang disabilitas, belum ada standar pemeriksaan dan penanganan laporan polisi terkait penyandang disabilitas, serta belum ada unit khusus yang menangani laporan terkait penyandang disabilitas.
Dalam bidang pelayanan publik, Ombudsman juga menemukan bahwa aplikasi pelayanan digital yang dibuat Polri beberapa waktu belakangan belum efektif. Saat mencoba pelayanan kelembagaan yang diklaim akan selesai dalam 24 jam, ternyata masih gagal. Oleh karena itu, Ombudsman akan terus memeriksa efektivitas 16 layanan digital yang diluncurkan Polri sepanjang 2021.
Widijantoro mengatakan, masih banyak hal yang perlu dibenahi Polri untuk memperbaiki pelayanan dan penegakan hukum. Sejumlah program yang sudah dirancang perlu dikelola dan dibuktikan efektivitasnya.
”Polri Presisi jangan berhenti di slogan, kami mendorong agar Polri lebih responsif terhadap apa yang mereka kerjakan,” katanya.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Setara Institute Ismail Hasani mengatakan, penundaan proses beberapa kasus berakibat pada ketertundaan orang-orang yang berurusan dengan hukum memperoleh keadilan. Padahal, menunda proses pemerolehan keadilan sama saja menyangkal keadilan itu sendiri.
Selain itu, kultur kekerasan yang masih diterapkan anggota kepolisian menunjukkan kontradiksi dari konsep polisi yang demokratis. Dari tahun ke tahun, kekerasan oleh aparat merupakan kritik yang selalu disampaikan. Bahkan, merujuk catatan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Polri merupakan lembaga yang paling banyak diadukan sepanjang 2020. Pengaduan terkait dengan penanganan kasus yang lambat, dugaan kriminalisasi, proses hukum yang tidak sesuai prosedur, dan tindakan kekerasan.
Kekerasan yang dimaksud salah satunya terjadi pada penanganan demonstrasi #ReformasiDikorupsi tahun 2019 dan penolakan Undang-Undang Cipta kerja tahun 2020. Saat itu, masih ada penganiayaan, pengeroyokan, pemukulan, dan intimidasi untuk menghapuskan video kekerasan yang dilakukan aparat terhadap demonstran.
Kekerasan juga terjadi dalam kasus Herman, tahanan yang tewas karena dianiaya polisi di sel Mapolresta Balikpapan, Kalimantan Timur, pada Desember 2020.
Secara terpisah, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, capaian kerja Polri saat memasuki usia ke-75 tahun patut disyukuri. Survei sejumlah lembaga menunjukkan bahwa Polri semakin dipercaya oleh masyarakat.
Merujuk hasil survei Alvara Strategi Indonesia, tingkat kepercayaan terhadap Polri mencapai 86,5 persen. Adapun tingkat kepuasan masyarakat terhadap Polri mencapai 82,3 persen.
Berdasarkan survei yang dilakukan Charta Politika Indonesia, Polri menempati peringkat ketiga sebagai lembaga tinggi negara berkinerja paling baik. Di bidang penegakan hukum, Polri ada di peringkat pertama dalam kategori lembaga penegak hukum yang berkinerja paling baik.
Listyo melanjutkan, berdasarkan survei Litbang Polri, Indeks Kepercayaan Masyarakat (IKM) pada 2021 pun mencapai raihan tertinggi sejak 2015. IKM tahun ini adalah 83,14 persen. ”Peningkatan kepuasan terhadap kinerja dan kepercayaan terhadap Polri ini merupakan kerja keras dari seluruh anggota Polri. Hal ini harus kita syukuri bersama dan mendorong Polri untuk menjadi lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat,” kata Listyo dalam keterangan tertulisnya, Kamis.
Kendati demikian, prestasi yang telah diraih bukan tujuan akhir, melainkan fondasi awal untuk melanjutkan program Transformasi menuju Polri yang Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transformasi berkeadilan).
”Ke depan, kita akan terus konsisten dan meningkatkan capaian kinerja agar mampu mengubah potret Polri sesuai dengan harapan masyarakat, yaitu menjadi Polri yang dekat dengan masyarakat, sekaligus untuk menjawab perkembangan lingkungan strategis yang semakin cepat dan tidak menentu,” kata Listyo.
Listyo menambahkan, Polri juga beradaptasi dengan perkembangan zaman. Pihaknya telah meluncurkan 16 layanan berbasis teknologi informasi pada berbagai sektor pelayanan kepolisian. Inovasi itu termasuk untuk mengubah budaya kerja dari dilayani menjadi melayani sehingga dapat mewujudkan pelayanan yang humanis.
Ia juga mengubah fungsi 1.063 kepolisian sektor, tidak lagi melakukan penyidikan, tetapi fokus pada pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (harkamtibmas). Dengan begitu, diharapkan polisi dapat menyelesaikan permasalahan warga tanpa menggunakan senjata.