Pada 1 Juli 2021, Kepolisian Republik Indonesia memasuki usia 75 tahun. Dalam situasi pandemi Covid-19, Korps Bhayangkara tidak berpangku tangan dan menjadi bagian dari solusi percepatan penanganan pandemi.
Oleh
RINI KUSTIASIH/KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
Kepolisian Republik Indonesia merayakan ulang tahun ke-75 pada 1 Juli 2021. Dalam situasi pandemi Covid-19, Korps Bhayangkara tidak berpangku tangan dan menjadi bagian dari solusi percepatan penanganan pandemi serta perbaikan ekonomi nasional.
Kesiapan untuk terlibat dalam menyelesaikan persoalan bangsa itu diungkapkan oleh Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam wawancara khusus dengan Kompas, Rabu (30/6/2021). Berikut petikan wawancaranya:
Bagaimana Polri memaknai Hari Bhayangkara di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai?
Memang Indonesia saat ini sedang menghadapi masalah yang sangat sulit. Saya kira semua negara menghadapi hal yang sama. Tentu menjadi komitmen Polri bagaimana kami bisa ikut andil memecahkan masalah, yakni pandemi Covid-19 yang saat ini melanda bangsa kita.
Tentunya, percepatan penanggulangan Covid-19 dan bagaimana mengembalikan pemulihan ekonomi nasional menjadi tugas dan tanggung jawab kami. Karena itulah tema HUT Polri kali ini ialah ”Transformasi Polri yang Presisi Mendukung Percepatan Penanganan Covid-19 untuk Masyarakat Sehat Menuju Indonesia Maju”.
Tentunya, percepatan penanggulangan Covid-19 dan bagaimana mengembalikan pemulihan ekonomi nasional menjadi tugas dan tanggung jawab kami.
Semenjak ada pandemi Covid-19, kegiatan-kegiatan kepolisian kami fokuskan dan prioritaskan untuk terlibat langsung dalam penanggulangan Covid-19. Mulai dari awal, saat vaksin belum ada, kami mengedukasi masyarakat, menyosialisasikan, dan menegakkan aturan terkait menjaga jarak, memakai masker, menggunakan disinfektan, serta mengurangi mobilitas. Pedoman kami, keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi, Salus Populi Suprema Lex Esto.
Apa pesan Anda terhadap masyarakat dalam menghadapi kondisi pandemi yang tidak mudah ini?
Untuk mengatasi pandemi ini perlu kerja sama dan sinergitas seluruh stakeholder masyarakat. Kepatuhan menerapkan protokol kesehatan itu harus disadari bukan upaya untuk membuat masyarakat menjadi susah atau dihalang-halangi, tetapi ini untuk kebaikan bersama.
Kepatuhan terhadap protokol kesehatan ini tentu bermanfaat di samping menjaga kesehatan pribadi dan masyarakat. Dengan demikian, kita bisa segera kembali pada kondisi dulu, di mana pertumbuhan ekonomi baik.
Beberapa negara melakukan hal yang sama dengan skala-skala yang berbeda, salah satunya dengan membatasi mobilitas. Semua negara berlomba bagaimana bisa segera lepas dari masalah ini. Pemahaman antara masyarakat dan kami, selaku pelaksana penegakan aturan, kadang kala diterima berbeda. Namun, yang jelas, kami melakukan itu semua untuk keselamatan rakyat.
Di tengah pandemi, transformasi digital masyarakat semakin tinggi. Hal ini juga berpotensi diikuti dengan kejahatan siber, seperti peretasan, pencurian data, dan kabar bohong. Apa upaya yang sudah dilakukan dan masih akan dilakukan untuk mengatasinya?
Kami memberikan informasi terhadap masyarakat dalam bentuk edukasi melalui cyber campaign. Kami punya televisi Polri, dan kami mencoba memperkenalkan program-program kami bagaimana kejahatan-kejahatan jenis baru di dunia siber itu, seperti konten-konten provokatif, penipuan menggunakan fasilitas online, termasuk Whatsapp hijacking (pembajakan), doxing, dan cyber bullying (perundungan siber).
Kami punya televisi Polri, dan kami mencoba memperkenalkan program-program kami bagaimana kejahatan-kejahatan jenis baru di dunia siber itu.
Kami juga buat semacam pop up, fitur layanan masyarakat untuk memberikan peringatan akan terjadi hal-hal semacam ini di masa yang akan datang terkait dengan penggunaan ruang digital. Terkait hal ini, kami juga memiliki virtual police, yang walaupun sempat pro dan kontra, pelan-pelan kami lakukan sosialisasi bahwa ini juga wajah baru kami dalam penegakan hukum di dunia siber.
Jadi dulu terkait dengan kasus-kasus ujaran kebencian, kami dianggap terlalu represif, karena begitu muncul, lalu kami tangkap, karena kalau tidak, barang bukti akan dihilangkan. Di satu sisi, hal itu dinilai mengganggu kebebasan berekspresi. Hal itu kami respons, dan kami munculkan virtual police sebagai upaya memberikan peringatan, kalau dilakukan, risikonya akan melanggar undang-undang. Jadi, kami tidak represif.