Wapres Amin: Optimistis, Kita Bisa
Meski banyak yang dilakukan, Wapres Amin bekerja tanpa hiruk-pikuk. Dari ekonomi dan keuangan syariah sampai industri halal. Anak stunting, reformasi birokrasi, kemiskinan, otda, hingga Papua. Inilah wawancara khususnya.
Sehari seusai dilantik sebagai Wakil Presiden RI periode 2019-2024 pada 20 Oktober 2019, Ma’ruf Amin ditugasi oleh Presiden Joko Widodo untuk mewakilinya menghadiri penobatan Kaisar Jepang Naruhito di Tokyo. Ini penugasan pertama yang diberikan kepada mantan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia tersebut.
Kini, banyak tugas dan pekerjaan yang dilakukan Wapres Amin. Mulai dari mengurusi ekonomi dan keuangan syariah sampai industri halal, menangani anak stunting, reformasi birokrasi, kemiskinan, otonomi daerah, kerukunan umat beragama, hingga percepatan pembangunan di Papua dan Papua Barat.
Menurut hasil survei Litbang Kompas, April lalu, citra dan kinerja Wapres di mata publik positif dengan persentase 74 persen. Citra dan kinerja Wapres itu menunjukkan kenaikan dibandingkan dengan survei Januari 2021 sebesar 66 persen.
Ditemui secara virtual pada Kamis (24/6/2021), satu jam lebih, Wapres menjawab pertanyaan Kompas. Demikian sebagian hasil wawancaranya.
Saat ini kondisi masyarakat sedang gundah, resah, karena pandemi Covid tidak kunjung berakhir. Juga ada keraguan masyarakat apakah pemerintah bisa mengatasi kondisi ini. Apa yang bisa dilakukan pemerintah untuk meyakinkan masyarakat bahwa upaya-upaya ini maksimal dilakukan pemerintah?
Saya kira hal yang kita alami juga dialami oleh berbagai negara. Pertama, kita lakukan PSBB dengan baik, kan, terjadi penurunan-penurunan. Tahun ini, kita coba menekan sumber yang bisa menimbulkan kenaikan itu, yaitu salah satunya mudik ditekan. Namun, juga coba diberikan kelonggaran-kelonggaran supaya ekonominya naik.
Akan tetapi, kemudian yang terjadi tentu (larangan) mudik tidak (dipatuhi) 100 persen, tidak mungkin, kan. Pasti ada (yang nakal). Sebenarnya sudah bisa ditekan sedemikian rupa, tetapi di sisi lain akumulasi juga naik lagi sekarang. Nah, oleh karena itu, kita kembali melakukan pengetatan.
Bapak yakin bisa?
Yakin, saya kira yakin, pemerintah. Pengalaman lalu juga bisa. Tentu sekarang pun kita bisa. Tapi juga (diperlukan) disiplin masyarakat. Karena itu, yang kita lakukan sekarang memperbanyak testing supaya lebih bisa terjaring (warga yang terpapar Covid-19), melakukan isolasi, melakukan pengetatan, PPKM, di daerah-daerah, RW, dan sebagainya. Kemudian, vaksinasi kita percepat lagi supaya kekebalan publik bisa dicapai.
Kombinasi langkah-langkah ini, saya yakin, kita bisa. Namun, sekali lagi, disiplin masyarakat untuk menerapkan protokol kesehatan, mematuhi aturan-aturan PPKM, melakukan vaksinasi, ini semua dilakukan dalam rangka untuk mengendalikan (penularan Covid-19). Negara lain juga mengalami. Seperti juga India. India itu pernah naik sampai 40 persen, tetapi dalam tempo sebulan pemerintah melakukan intervensi, pengetatan lagi, turun tinggal seperlima. Malaysia pun sekarang mengalami juga. Jadi, di berbagai negara di dunia ini.
Bagaimana pengendaliannya?
Naik turun ini. Ya, kalau satu dilonggarkan, itu mesti naik. Kalau rem dikuatkan, itu biasanya (turun). Namun, ada aspek lain, ekonomi kita juga turun. Ini memang tidak mudah mengendalikan rem dan gas secara proporsional supaya tidak ada yang terkorbankan. Jangan sampai kesehatan terkorbankan karena kita terlalu banyak gas, tetapi juga jangan terlalu banyak gas lalu nanti kesehatan menjadi rendah. Salah satu kelemahan kemarin, di samping memang kelonggaran ada, kemudian ada mudik, di situ masyarakat kendur.
Baca Juga: Wapres Minta Polri Kawal Vaksinasi Covid-19
Jadi, ini menurut saya masyarakat didisiplinkan lagi. Kemudian salah satu yang saya bilang sekarang agak kelihatan itu karena memang testing kita perbanyak. Jakarta, misalnya, itu memang testingnya melampaui standar WHO. Makanya, kenanya banyak karena ditesting banyak. Tapi, kan, nanti terus isolasi. Daripada dia (Covid-19) seperti gunung es, itu lebih berbahaya. Ke mana-mana dia, ngelayap, tetapi dia bawa Covid-19 tanpa diketahui dia kena.
Kalau optimistis, kita sebagai bangsa harus optimistis. Kita bisa. Bahwa ini ada yang kendur di sini, ya sudah. Ini ada yang terlalu longgar, ya, kita rem sedikit, kita rem lagi. Pemerintah sih optimistis bisa. Saya kira langkah-langkah ini sudah benar.
Kalau optimistis, kita sebagai bangsa harus optimistis. Kita bisa. Bahwa ini ada yang kendur di sini, ya sudah. Ini ada yang terlalu longgar, ya, kita rem sedikit, kita rem lagi. Pemerintah, sih, optimistis bisa. Saya kira langkah-langkah ini sudah benar. Orang menyebutnya lockdown, kita cuma istilahnya beda. PPKM, diperketat di masing-masing RT, isolasi terus. Itu barangkali menurut saya. Optimistis. Kita bisa. We can.
”Quick Win” menuju Papua sejahtera
Terkait ekonomi dan keuangan syariah boleh dibilang maju pesat. Sebagai pendorong, perintis, apakah Bapak Wapres sudah cukup puas dengan hasil yang sekarang ada? Kalau dirasa masih ada yang kurang, di mana kekurangannya dan apa yang harus dilakukan ke depan supaya Indonesia lebih kuat dan bisa memberdayakan umat, terutama mewujudkan keadilan sosial?
Ekonomi syariah di Indonesia berangkat dari inisiatif masyarakat, tokoh-tokoh masyarakat. Bukan hanya dari aspek agama, tetapi juga dari aspek keadilan dan juga pemberdayaan umat. Kemudian pemerintah memberikan dukungan. Bank Indonesia ada direktorat perbankan syariah, kemudian di Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian Keuangan ada juga tentang pembiayaan syariah, kemudian dibuat regulasi adanya Undang-Undang Perbankan Syariah. Juga, sukuk, surat berharga syariah negara. Jadi, ada dukungan-dukungan (pemerintah). Namun, masih berjalan, atas inisiatif masyarakat.
Belakangan pemerintah memberikan intervensinya dan mendukung. Khususnya ketika mulai 2020 itu dibentuk Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah melalui Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020. Di situ komitmen pemerintah menjadi begitu kuat untuk mendorong. Dan, fokusnya yang semula hanya di sektor keuangan itu kemudian meluas, suatu ekosistem perlu dibangun, yaitu industri halal. (Hal ini) Karena kita ingin menjadi negara produsen halal terbesar di dunia. Ini karena potensi kita besar, baik dari segi penduduk ataupun potensi sumber ekonomi yang kita miliki.
Walaupun sekarang sebenarnya kita baru (produsen produk halal dunia) nomor empat, kalau kita teliti, sebenarnya kita sudah lebih besar dari yang lain karena beberapa komoditas ekspor kita itu tidak tercatat sebagai produk halal. Seperti sawit kita tidak dimasukkan sebagai produk halal, padahal di dalam negeri dia menggunakan label halal. Begitu juga produk-produk makanan minuman, seperti (produksi) pabrik-pabrik Mayora itu semuanya halal.
Namun, ketika saya tanya tidak ada form yang menyebutkan di situ sebagai produk halal yang diekspor. Jadi, sebenarnya, walaupun kita masuk kategori nomor empat, sebenarnya kita itu sudah nomor satu di dunia. Sesungguhnya, kalau kita benahi dari segi kodifikasinya. Apalagi, kalau kita, produknya tinggal kita (produksi supaya) bisa lebih besar.
Maka, pemerintah sekarang berkomitmen untuk membangun kawasan-kawasan industri halal ataupun zona-zona halal, kemudian mempermudah sertifikasi halal, sehingga dia walaupun UMKM bisa lebih mudah. Kita juga mendorong UMKM bisa ekspor halal. Dan, pemerintah membuka peluang ke negara-negara tujuan ekspor kita, terutama negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, terutama anggota OKI. Anggota OKI itu saja ada 57 negara. Itu kita buka sebagai tujuan ekspor supaya lebih luas. Jadi, sertifikasinya kita benahi supaya bisa masuk ke semua negara. Produknya kita naikkan kualitas. Kemudian, negara-negara (tujuan ekspornya) kita buka. Ini menjadi sesuatu yang luar biasa. Nanti ekspor kita akan tambah besar. Makanan, minuman, kosmetik, fashion, obat-obatan, farmasi.
Langkah lain?
(Hal) Yang kedua itu, industri keuangan. Salah satu yang sudah kita usahakan merger tiga bank syariah Himbara, yaitu Mandiri Syariah, BNI Syariah, dan BRI Syariah, supaya tidak kecil-kecil. Jadi besar sehingga dia bisa membiayai bukan saja transaksi skala nasional, melainkan juga bisa yang sifatnya global. Bahkan, akan membuka cabangnya di Dubai, di negara lain, sehingga kita bisa membiayai proyek-proyek yang sifatnya internasional. Akan tetapi, yang kecil tidak juga dilupakan. Tetap. Di samping ada yang ultramikro, seperti Bank Wakaf Mikro, Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) di berbagai pondok pesantren, nonpesantren, ini kita kembangkan. Dengan demikian, orang yang usaha-usaha syariah itu gampang mengakses permodalannya.
Ketiga itu dana sosial. Potensi dana sosial kita itu besar, seperti zakat dan wakaf. Zakat itu potensinya per tahun Rp 370 triliun, tetapi yang baru (terealisasi) itu, menurut informasi, Rp 70 triliun. Rp 70 triliun pun yang dikelola oleh lembaga resmi di bawah pengawasan pemerintah, seperti Baznas dan Lembaga-lembaga Amil Zakat, baru Rp 10 triliun. Yang Rp 60 triliun itu masyarakat saja langsung. Karena itu, arahnya kurang bisa dipantau. Jadi, pengelolaannya juga belum betul-betul terkelola dengan baik.
Begitu juga wakaf. Wakaf ini dana abadi umat. Karena dia modalnya tidak boleh berkurang, maka kemudian dia bisa terkumpul terus seperti bola salju, begitu. Ini potensinya per tahun sekitar Rp 180 triliun. Potensinya, dari hasil survei. Ini juga belum terkelola dengan baik. (Hal) Yang terakhir itu usaha-usahanya. Semua layanan yang diberikan ini tentu tergantung kepada para pengusahanya. Makanya, usahanya ini kita bangun mulai dari kecil sampai besar. Nah, ada inkubasi-inkubasi, ada pengembangan, ada pemberdayaan.
Sebagian besar penduduk Indonesia adalah generasi muda, bagaimana cara mengenalkan atau menginternalisasi ekonomi syariah supaya dalam jangka pendek dan jangka panjang perkembangan ekonomi syariah bisa berkelanjutan?
Salah satu yang sedang kita kembangkan tentu adalah soal literasi. Literasi tentang ekonomi syariah ini sangat rendah. Malah belum 1 persen. Nol koma berapa. Memang ini lagi kita kembangkan sehingga potensi (ekonomi syariah) ini akan bisa (dioptimalkan).
Salah satu yang sedang kita kembangkan tentu adalah soal literasi. Literasi tentang ekonomi syariah ini sangat rendah. Malah belum 1 persen. Nol koma berapa. Memang ini lagi kita kembangkan sehingga potensi (ekonomi syariah) ini akan bisa (dioptimalkan).
Kalangan milenial ini jumlahnya cukup besar yang melakukan switching, bahasa agama disebut lagi hijrah. Uniknya kelompok hijrah ini, dia tidak mau juga menerima imbalan dari tabungan (wadiah). Ini kemudian lahirlah dana-dana murah yang selama ini dikeluhkan. Namun, dengan kelompok ini, trennya ada dan harus terus dilakukan intensifikasi. (Oleh) karena itu, kita melibatkan berbagai kelompok. Satu, misalnya, ahli ekonomi Islam. Ini kalangan intelektual. Akademisinya. Lembaga ini, ikatan ini kebetulan, ketuanya Bu Sri Mulyani Indrawati (Menteri Keuangan). Kemudian ada namanya komunitas Masyarakat Ekonomi Syariah, MES, ini terdiri dari pengusaha-pengusaha besar, pengusaha kecil, pelaku usaha, dan sebagainya yang punya kepedulian. Ini diketuai Pak Erick Thohir (Menteri BUMN). Ini terus melakukan gerakan-gerakan masif dalam menyebarkan, di samping lembaga-lembaga keagamaan, seperti Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam, kemudian juga pesantren-pesantren. Ini agak massif.
Oleh karena itu, kalau dilihat trennya sekarang naik. Sudah mulai terjadi juga konversi-konversi dari sebelumnya di bank-bank pembangunan daerah hanya ada unit-unit syariah, sekarang beberapa BPD sudah mulai mengonversi menjadi full (bank) syariah. (Hal) Yang pasti Aceh sudah. Kemudian NTB sudah, dalam proses hampir final itu Riau. Kemudian menyusul Bank Nagari, Sumatera Barat. Kemudian sudah dalam persiapan-persiapan itu juga Bank Jabar. Dan, yang kedua, (pengguna sistem) syariah ini tidak harus Muslim. Jadi, karena itu sistem yang dikembangkan, ternyata juga banyak pelaku usaha non-Muslim menjadi nasabah syariah. Bahkan, seperti kawasan industri halal, tidak semuanya yang menginisiasi itu orang Islam. Bahkan non-Muslim mensponsori juga untuk membangun karena dari segi bisnis ini juga menguntungkan.
(Oleh) Karena itu, kita ingin membangun semacam persepsi bahwa ekonomi syariah itu untuk semua kalangan. Dan, yang kedua, ekonomi syariah itu sifatnya juga rasional. Artinya, baik. Makanan halal itu bukan semata-mata dari segi agama, melainkan juga good food yang itu memang juga diakui di beberapa negara.
”Local Champiron” Papua
Sebagai Ketua Dewan Pengarah Tim Percepatan Pembangunan Kesejahteraan Papua dan Papua Barat, strategi seperti apa yang akan diterapkan untuk percepatan pembangunan dan mengatasi masalah keamanan?
Ini salah satu penugasan Presiden kepada saya selaku Wapres, yaitu kebijakan strategis untuk mengoordinasikan percepatan pembangunan di Papua. Sesuai Inpres Nomor 9 Tahun 2020 dan Keppres No 20/2020, ada tujuh fokus sebagai tugas tim ini, yaitu kemiskinan, pendidikan, kesehatan, usaha mikro dan kecil, ketenagakerjaan, infrastruktur, dan pencapaian SDGs. Kenapa tujuh ini? Karena masih banyak yang tertinggal di Papua ini. Untuk itu, kita melihat memang harus dilakukan secara sistematis bertahap dan berkelanjutan, harus dibuat langkah-langkahnya. Kita buat programnya jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Oleh karena itu, kita menggunakan istilah program-program quick win dan kita sudah petakan sampai 2024.
Sebagai contoh di bidang pendidikan, masih ada kabupaten yang memiliki angka putus sekolah yang tinggi, seperti Kabupaten Puncak Jaya. Menurut BPS, angka putus sekolah anak umur 16-18 tahun 235 persen. Tinggi sekali, kan. Artinya, anak umur 16-18 tahun yang berada di luar satuan pendidikan jumlahnya lebih dari dua kali lipat dibandingkan yang sekolah. Kenapa terjadi seperti itu? Salah satu akarnya, buruknya akses menuju sekolah. Permasalahan seperti ini harus dipecahkan. Oleh karena itu, saya sudah minta Kemendikbud Ristek bersama Kementerian PUPR dan pemda untuk bersinergi menanggulangi masalah ini. Upaya percepatan untuk bidang pendidikan disebut sebagai program Papua Pintar. Antara lain, pembangunan sekolah berpola asrama di tujuh wilayah adat, beasiswa afirmasi LPDP, Bidik Misi, kebijakan khusus untuk guru, penguatan kajian bertaraf internasional di Universitas Cenderawasih (Uncen), dan pembangunan perguruan tinggi baru di Biak Numfor dan Jayawijaya. Kemarin kami sudah berdiskusi secara virtual dengan (akademisi) Uncen untuk percepatan pembangunan terutama untuk penyiapan SDM.
Di bidang kesehatan juga. Delapan dari tiga belas kabupaten di Papua Barat masih kesulitan berobat ke poskesdes atau polindes. (Daerah itu misalnya) Kabupaten Sorong, Teluk Wondama, Teluk Bintuni, Manokwari Selatan, Pegunungan Arfak, Maybrat, Tambraw, Kabupaten Sorong Selatan. Saya minta Kementerian Kesehatan dan Kementerian PUPR bersama pemda untuk menangani ini.
Upaya percepatan quick win-nya kita sebut program Papua Sehat, seperti peningkatan RSUD di tujuh wilayah adat, pengembangan Institut Kesehatan Papua, penguatan puskesmas plus, rumah layak untuk masyarakat, penanganan anak telantar, dan penanganan stunting.
Rakyat Papua baik, tapi ada sekelompok yang membuat keadaan tidak aman. Jadi, bukan mengamankan Papua dari masyarakat Papua, melainkan dari gerombolan pengacau supaya pembangunan tidak terganggu, (pembangunan) tidak tersandera oleh gangguan keamanan.
Dalam rapat-rapat dengan kementerian, kita terus identifikasi program dari semua kementerian/lembaga yang mendukung percepatan. Semua KL sebenarnya sudah punya program, (juga) sejak awal (ada) sumber dana untuk percepatan pembangunan. Jadi, kita mengoptimalkan anggaran yang sudah ada dan tinggal dikoordinasikan saja anggarannya. Kita ingin (ini) dipahami rakyat Papua. Kebijakan ini komitmen pemerintah karena Papua bagian tak terpisahkan dari NKRI.
Baca Juga: Wapres Amin: Tujuh Sektor Strategis Percepat Capai ”Quick Wins” Papua
Pemerintah tidak hanya melihat sebagai suatu kewajiban untuk memperlakukan sama dengan daerah lain, tetapi justru ingin memberi prioritas, mempercepat. Ini perhatian yang lebih karena disadari ada ketertinggalan-ketertinggalan. Karena itu, dilakukan percepatan, afirmasi, termasuk juga untuk penerimaan pegawai di BUMN dan pemerintah. Kemarin, saya meresmikan 254 dari 1.000 (pegawai BUMN asal Papua), itu afirmasi pemerintah. Jadi, diprioritaskan meski, maaf, kalau standarnya masih di bawah, diberi dispensasi.
Tentang keamanan dan konflik yang terus terjadi?
Masalah keamanan itu tidak mengubah kebijakan pemerintah. Tidak menggunakan pendekatan keamanan, tetapi tetap pendekatan kesejahteraan.
Keamanan hanya untuk menjaga supaya kondisi Papua kondusif. Yang dihadapi petugas keamanan kita adalah kelompok yang membuat ketidakamanan, perusuh-perusuh. Rakyat Papua baik, tetapi ada sekelompok yang membuat keadaan tidak aman. Jadi, bukan mengamankan Papua dari masyarakat Papua, melainkan dari gerombolan pengacau supaya pembangunan tidak terganggu, (pembangunan) tidak tersandera oleh gangguan keamanan.
Bapak rencananya mau ke Papua?
Saya rencana akan ke Papua untuk bertemu tokoh-tokoh lokal. Saya melihat ada enam kluster local champion (yang akan ditemui), yaitu kluster pemerintahan, kluster adat yang juga penting di Papua, agama, pendidikan dan akademisi, kelompok perempuan dan kelompok pemuda. Kemarin, kita sudah mulai bicara dengan guru-guru besar Uncen dan mereka memberi masukan. Kami memberi pemahaman dan mereka menerima juga masukan. Sebab, saya sampaikan program yang ada pada kita bukannya kaku atau mati, melainkan kalau ada masukan yang konstruktif atau terlupakan tentu akan digunakan. Karena itu, diskusi dengan kelompok local champion menjadi penting.
Saya tidak tahu berapa kelompok bisa saya (temui), tetapi saya juga masih menunggu, sedang diatur waktu yang tepat dengan pemda dan pihak keamanan. Sesuai arahan Presiden, dialog dengan semua elemen masyarakat Papua harus dilakukan. Kalau bisa lebih awal, tetapi kita lihat kondisinya dulu karena ini penting supaya percepatan pembangunan berjalan baik dan mencapai sasaran yang ditetapkan supaya Papua semakin maju dan sejahtera.