Waktu Pengajuan Kasasi Perkara Pinangki Tinggal 10 Hari, Sikap Jaksa Ditunggu
Salinan putusan PT DKI Jakarta yang memotong hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara sudah di tangan kejaksaan. Sikap profesional harus ditunjukkan kejaksaan dalam menanggapi diskon hukuman Pinangki.
JAKARTA, KOMPAS — Meski sudah lima hari menerima salinan putusan, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat belum memutuskan apakah akan mengajukan upaya hukum kasasi atas putusan banding perkara Pinangki Sirna Malasari. Kejaksaan masih punya waktu sekitar 10 hari sebelum batas waktu pengajuan kasasi ke Mahkamah Agung berakhir pada 5 Juli.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisantoso mengungkapkan, jaksa penuntut umum perkara Pinangki baru menerima salinan putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 21 Juni lalu. Ini berarti sudah lima hari salinan putusan banding berada di tangan jaksa. ”Sejauh ini, JPU (jaksa penuntut umum) belum menyatakan sikap apakah akan mengajukan kasasi atau tidak,”ujar Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Riono Budisantoso saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (25/6/2021).
Pinangki dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta denda Rp 600 juta subsider 6 bulan kurungan oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 8 Februari lalu. Majelis hakim yang terdiri dari Ignatius Eko Purwanto, Sunarso, dan Moch Agus Salim menilai Pinangki terbukti membantu pembebasan Joko S Tjandra, buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih Bank Bali. Vonis tersebut jauh di atas tuntutan jaksa penuntut umum, yakni pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 500 juta.
Pinangki yang keberatan kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Hasilnya, pada 14 Juni 2021, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang dipimpin Muhammad Yusuf memotong hukuman Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara. Vonis banding itu sama dengan tuntutan jaksa di pengadilan tingkat pertama.
Salah satu pertimbangan hakim memotong hukuman adalah karena Pinangki merupakan ibu dari anak balita berusia 4 tahun sehingga layak diberi kesempatan mengasuh dan memberikan kasih sayang kepada anaknya. Selain itu, majelis hakim mempertimbangkan Pinangki sebagai wanita yang harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan adil.
Berdasarkan Pasal 245 UU Nomor 8 Tahun 1921 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), jaksa penuntut umum memiliki waktu 14 hari sejak salinan putusan diterima untuk mengambil sikap apakah akan mengajukan kasasi atau tidak. Dalam ketentuan umum Pasal 1 KUHAP diatur, satu hari adalah 24 jam. Sementara mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA sebagai pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan menyebutkan ”patokan hari kalender, jika tenggang waktu akhir jatuh pada hari libur maka dihitung pada hari kerja berikutnya”.
Mengacu pada ketentuan tersebut, jaksa penuntut umum masih memiliki waktu hingga 5 Juli untuk memutuskan mengajukan kasasi ataukah tidak. Apabila tenggang tersebut telah lewat tanpa diajukannya permohonan kasasi, jaksa ataupun terdakwa dianggap menerima putusan (Pasal 246 Ayat (1) KUHAP).
Sementara itu, Mahkamah Agung menolak mengomentari putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengurangi hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.
”Kalau kami komentari, bisa menimbulkan kesan bahwa MA mencampuri atau mengintervensi independensi hakim yang mengadili perkaranya,” ujar Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Andi Samsan Nganro, dalam pesan singkatnya kepada Kompas.
Andi Samsan yang merangkap sebagai juru bicara MA mengatakan, pihaknya belum mengetahui secara persis mengenai konstruksi dakwaan jaksa penuntut umum, juga dakwaan mana yang terbukti dilakukan Pinangki.
”Kalau dakwaan korupsi yang terbukti, misalnya Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, ancaman pidana maksimumnya 5 tahun. Kita tunggu saja apakah JPU akan mengajukan kasasi. Sebab, pengajuan upaya hukum kasasi adalah urusan pihak (beperkara),” ujar Andi Samsan.
Ditanya apakah Badan Pengawas MA akan memeriksa majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang mengadili perkara Pinangki, ia mengatakan, sepanjang mereka melaksanakan tugas peradilan dengan baik dan saksama serta menaati kode etik, MA tidak akan memeriksa atau meminta keterangan dari mereka.
”Kecuali jika ada pengaduan atas dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku, tentu MA tidak akan diam. Pasti kita tindak lanjuti,” ujar Andi Samsan.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, mengatakan, kepercayaan publik terhadap kejaksaan dipertaruhkan dalam menangani kasus Pinangki. Terkait dengan vonis banding yang mengurangi hukuman Pinangki, kejaksaan perlu mengkaji secara mendalam apakah potongan hukuman tersebut didasari pertimbangan hukum yang kuat.
”Jika menurut kejaksaan ada alasan hukum yang kuat untuk mengajukan kasasi, hal tersebut harus dilakukan. Namun, jika (putusan itu) dianggap memiliki landasan hukum yang kuat, kejaksaan wajib memberikan penjelasan kepada publik agar publik tidak berprasangka buruk,” ujar Taufik.
Menurut Taufik Basari, Kejaksaan memang memiliki dilema dalam perkara Pinangki karena putusan pengadilan tingkat pertama sebenarnya lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Pengadilan tingkat banding justru mengembalikan vonis sama dengan tuntutan jaksa. Karena itu, kejaksaan harus mampu menunjukkan sikap profesional sehingga publik dapat percaya pada keputusan yang akan diambil oleh pihak kejaksaan dalam putusan banding Pinangki.