Hanya Pengadilan yang Bisa Buka Hasil Tes Wawasan Kebangsaan
Kepala BKN Bima Haria Wibisana menyatakan hasil tes wawasan kebangsaan yang diminta dibuka oleh pegawai KPK bisa saja dipenuhi, tetapi harus berdasarkan ketetapan pengadilan.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia untuk memberikan keterangan mengenai pengusutan aduan dugaan pelanggaran HAM terkait tes wawasan kebangsaan bagi pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Bima menyatakan, tes wawasan kebangsaan merupakan hasil kesepakatan bersama dan materi TWK bukan berasal dari BKN.
Bima mendatangi Komnas HAM menjelang pukul 13.00, Selasa (22/6/2021), dan dimintai keterangan oleh Komnas HAM selama lebih dari 4 jam.
”Saya kira proses dari permintaan keterangan itu sudah kami jawab semua sejelas-jelasnya, sejujur-jujurnya. Apa yang ada yang kami lakukan itu yang kami sampaikan kepada Komnas HAM, tidak ada yang ditutup-tutupi, tidak ada hal-hal yang disembunyikan,” kata Bima dalam konferensi pers sebagaimana disiarkan secara daring.
Dalam keterangannya, Bima menjelaskan, tes wawasan kebangsaan yang dilaksanakan terhadap pegawai KPK tersebut melibatkan banyak instansi, yakni Dinas Psikologi TNI Angkatan Darat (AD), Pusat Intelijen TNI AD, Badan Intelijen Strategis (BAIS), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Intelijen Negara (BIN).
Menurut Bima, tes tidak dimunculkan satu orang, tetapi merupakan hasil diskusi dari rapat tim yang kemudian membuat peraturan KPK sebagai dasar pelaksanaan tes wawasan kebangsaan. Sebagaimana diketahui, tes wawasan kebangsaan muncul menjadi salah satu syarat dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Status Pegawai KPK menjadi ASN. Nama wawasan kebangsaan dipilih karena merujuk pada peraturan perundang-undangan dan BKN diberi mandat untuk melaksanakan TWK.
Materi tes tersebut, lanjut Bima, disusun Dinas Psikologi TNI AD. Materi tersebut digunakan karena dinilai sebagai satu-satunya instrumen yang valid dan tersedia sebagai instrumen untuk menilai pegawai KPK yang sudah lama berdinas di KPK. Sementara instrumen yang selama ini dimiliki BKN ditujukan bagi calon pegawai negeri sipil (CPNS) untuk tingkat awal.
Selain instrumen berupa indeks moderasi bernegara (IMB), dilakukan pula wawancara. Selain itu, TWK juga mencakup profiling.
”Tiga metode ini yang digunakan untuk menilai teman-teman KPK agar memenuhi syarat menjadi ASN. Hasilnya, ada 1.274 yang memenuhi syarat. Awalnya ada 75 orang yang tidak memenuhi syarat. Kemudian dalam rapat koordinasi dibahas lagi apakah 75 orang ini dikurangi lagi sehingga ada yang bisa memenuhi syarat. Apakah ada variabel-variabel yang bisa kita hilangkan agar orang-orang ini bisa menjadi memenuhi syarat. Ada. Jadi hasilnya 51 orang dan 24 orang,” kata Bima.
Terkait dengan permintaan pegawai KPK agar membuka hasil asesmen tes wawasan kebangsaan, menurut Bima, hal itu tidak bisa dilakukan BKN. Sebab, hasil yang diminta pegawai KPK tersebut, yang bersifat detail orang per orang, merupakan informasi yang tidak dimiliki BKN, tetapi milik instrumen, yakni IMB yang dimiliki Dinas Psikologi TNI AD dan profiling yang dimiliki BNPT.
Bima mengaku sudah menanyakan hal tersebut kepada kedua institusi tersebut. Namun keduanya menyatakan bahwa hasil asesmen itu bersifat rahasia. ”Apakah ini bisa dibuka? Ya bisa. Informasi ini bisa dibuka kalau ada ketetapan pengadilan agar orang-orang yang memberikan informasi ini tidak disalahkan karena melanggar aturan,” kata Bima.
Sebelumnya, para pegawai yang dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan meminta informasi hasil tes kepada Pejabat Pengelola Informasi dan Data (PPID) KPK. Namun PPID KPK menyatakan masih berkoordinasi dengan BKN.
Bagi ke-24 orang pegawai KPK yang direncanakan diberikan pelatihan wawasan kebangsaan, menurut Bima, saat ini hal itu tengah dibahas Kementerian Pertahanan (Kemenhan). Sebab pendidikan dan pelatihan bela negara berada di bawah Kemenhan. BKN menunggu rekomendasi dari Kemenhan.
Pada kesempatan itu, Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM M Choirul Anam mengatakan, Komnas HAM telah melayangkan surat undangan permintaan keterangan kepada BAIS, BIN, dan BNPT. Ia berharap pihak-pihak tersebut memenuhi undangan Komnas HAM. Adapun Dinas Psikologi TNI AD sudah pernah dimintai keterangan oleh Komnas HAM.
”Kami mohon semua pihak datang ke Komnas HAM agar semakin terang informasinya, semakin terang peristiwanya, dan semakin jelas duduk soalnya. Dan ini ditunggu oleh publik luas sehingga memang ke depan akan mudah untuk menentukan ini arahnya rekomendasi mau ke mana,” kata Choirul Anam.