Mantan Hakim Konstitusi Ingatkan Pimpinan KPK untuk Penuhi Panggilan Komnas HAM
Mantan hakim konstitusi I Dewa Gede Palguna mengingatkan Komnas HAM harus bekerja independen. Pimpinan KPK juga harus hadir memenuhi panggilan Komnas HAM sebagai bagian dari ikut menjaga HAM yang dijamin konstitusi.
Oleh
Tim Kompas
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi diingatkan untuk memenuhi pemanggilan kedua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia terkait polemik tes wawasan kebangsaan yang jadi syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara. Dengan kehadirannya, pimpinan KPK juga bisa memberi klarifkasi soal polemik tes tersebut.
Komnas HAM memanggil pimpinan KPK untuk dimintai keterangan terkait persoalan tes wawasan kebangsaan pada Selasa (8/6/2021). Panggilan dilakukan karena ada aduan dari pegawai KPK atas tes tersebut. Namun, pimpinan KPK tak hadir memenuhi panggilan itu. Dalam waktu dekat, Komnas HAM akan mengirim panggilan kedua bagi pimpinan KPK.
Mantan hakim konstitusi, I Dewa Gede Palguna, mengingatkan, Komnas HAM didirikan untuk menjamin perlindungan HAM. Perlindungan HAM menjadi salah satu ciri negara demokrasi yang berdasarkan atas hukum dan hal itu dijamin konstitusi. Ini membuat HAM sudah menjadi hak konstitusional. Ketika menjadi hak konstitusional, kata Palguna, HAM menjadi bagian dari konstitusi hingga seluruh cabang kekuasaan negara harus taat.
”Bagaimana kalau Komnas HAM memanggil pimpinan KPK? Menurut saya, harus hadir. Jadi, harus hadir di sini bukan semata-mata Komnas HAM melaksanakan tugasnya, melainkan untuk menunjukkan bekerjanya jaminan perlindungan yang diberikan konstitusi bagi hak konstitusional. Kan, belum tentu terjadi pelanggaran HAM. Justru untuk itu pimpinan KPK penting hadir,” kata Palguna.
Pemenuhan panggilan ini, kata Palguna, juga menjadi kesempatan bagi pimpinan KPK untuk memberikan klarifikasi atas polemik tes wawasan kebangsaan. ”Sekarang ini kita seperti memelihara pro dan kontra yang tak ada penyelesaiannya. Semua hanya bermain anggapan hingga muncul ruang untuk digoreng jadi isu politik dan tidak menemukan ujung. Itu yang saya khawatirkan,” katanya.
Palguna mengingatkan, semua pihak harus obyektif melihat persoalan ini. Komnas HAM harus bekerja independen. Pimpinan KPK juga harus hadir memenuhi panggilan sebagai bagian dari ikut menjaga HAM yang dijamin konstitusi.
Panggilan kedua
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan, berdasarkan UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, pemberian keterangan adalah hak. Komnas HAM akan memberi kesempatan kedua dan terakhir kepada pimpinan KPK untuk memberikan keterangan. ”Saya kira dua kali (pemanggilan) sudah cukup maksimal,” kata Anam.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menambahkan, pihaknya memiliki tugas memastikan setiap kebijakan, aturan, atau tindakan lembaga lain sesuai standar dan norma HAM. ”Kami ingin memastikan, apakah ketika (KPK) menjalankan UU itu, ada standar norma HAM yang dilanggar atau tidak karena yang mengadu pegawai KPK,” ujarnya.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri menuturkan, pimpinan KPK menghormati tugas pokok dan fungsi Komnas HAM. Karena itu, pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM pada 7 Juni. ”(Pimpinan KPK) minta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK,” kata Ali.
Ali mengatakan, proses peralihan status pegawai KPK merupakan perintah undang-undang, dan KPK telah melaksanakan UU itu. Ia menegaskan, tes wawasan kebangsaan dilakukan Badan Kepegawaian Negara yang bekerja sama dengan lembaga terkait lain melalui proses yang telah sesuai mekanisme perundang-undangan.
Secara terpisah, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo mengatakan, pimpinan KPK tak menolak undangan Komnas HAM. Namun, pimpinan KPK mengirim surat yang mempertanyakan urgensi pemanggilan. Menurut Tjahjo, hal itu wajar. (PDS/SYA/DEA/BOW)