Tak Penuhi Panggilan, Komnas HAM Beri Kesempatan Kedua kepada KPK
Pimpinan KPK tidak memenuhi panggilan Komnas HAM untuk dimintai keterangan terkait tes wawasan kebangsaan yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN. Komnas HAM akan melayangkan surat kedua ke KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/IQBAL BASYARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia memberikan kesempatan kedua kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk memberikan keterangan setelah tidak memenuhi panggilan pertama. Komnas HAM menegaskan, pemanggilan dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan, aturan, atau tindakan lembaga lain sesuai standar dan norma HAM.
Pada Selasa (8/6/2021), pimpinan KPK tidak memenuhi panggilan dari Komnas HAM untuk dimintai keterangan terkait persoalan tes wawasan kebangsaan (TWK) yang menjadi syarat alih status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara. Surat permintaan keterangan terhadap pimpinan KPK tersebut sudah dikirimkan Komnas HAM sejak pekan lalu.
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pimpinan dan sekretaris jenderal KPK telah menerima surat dari Komnas HAM tertanggal 2 Juni 2021 terkait aduan tes wawasan kebangsaan pegawai KPK. Ali menuturkan, pimpinan KPK menghormati apa yang menjadi tugas pokok dan fungsi Komnas HAM. Karena itu, pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM pada 7 Juni.
”(Pimpinan KPK) meminta penjelasan lebih dahulu mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK,” kata Ali melalui keterangan tertulis.
Ali mengatakan, proses peralihan status pegawai KPK merupakan perintah undang-undang dan KPK telah melaksanakan UU tersebut. Ia menegaskan, tes wawasan kebangsaan dilakukan oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) yang bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya melalui proses yang telah sesuai mekanisme sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam konferensi pers di kantor Komnas HAM, Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam, mengatakan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pemberian keterangan adalah hak. Ia menjelaskan, hak tersebut menjadi kesempatan untuk memberikan klarifikasi. Jika kesempatan itu tidak digunakan, Komnas HAM akan menggunakan informasi dari satu pihak dan informasi pendukung lainnya.
Anam menegaskan, Komnas HAM tidak bisa menyimpulkan sebelum memberikan kesempatan kepada pihak lain. Hingga saat ini, pihaknya belum menyimpulkan apa pun. Mereka masih menerima dan mendalami berbagai informasi serta fakta.
Ia mengungkapkan, Komnas HAM akan memberikan kesempatan kedua dan terakhir kepada pimpinan KPK untuk memberikan keterangan. ”Saya kira dua kali (pemanggilan) sudah cukup maksimal,” kata Anam.
Anam mengungkapkan, Komnas HAM sudah meminta keterangan kepada 19 pegawai KPK dalam rangka penyelidikan kasus ini. Mereka telah mendapatkan dokumen dari pengadu sebanyak tiga bundel yang terdiri dari hampir 650 halaman. Dokumen tersebut berisi berbagai informasi, termasuk yang diberikan pegawai KPK yang dinyatakan lolos dan tidak lolos tes wawasan kebangsaan.
Komnas HAM telah melayangkan sepuluh surat pemanggilan secara lengkap dan patut pada 2 Juni 2021 yang ditujukan kepada pihak-pihak yang diadukan. Pada pekan ini, Komnas HAM sedang mendalami dan menyiapkan kembali surat pemanggilan terhadap lima pihak lain yang masuk dalam konstruksi peristiwa.
Memastikan
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menambahkan, sebagai lembaga negara dalam bidang HAM, pihaknya memiliki tugas untuk memastikan bahwa setiap kebijakan, aturan, atau tindakan dari lembaga lain sesuai dengan standar dan norma HAM.
”Kami ingin memastikan apakah, ketika (KPK) menjalankan undang-undang itu, ada standar norma HAM yang dilanggar atau tidak karena yang mengadu pegawai KPK. Karena itu, kami mau uji,” kata Taufan. Ia menambahkan, dalam beberapa hari ini, Komnas HAM akan menjadwalkan surat pemanggilan kedua.
Secara terpisah, Menteri Pendayaguna Aparatur Sipil Negara Tjahjo Kumolo mendukung KPK yang tidak menghadiri panggilan Komnas HAM. Menurut ia, tidak ada kaitannya antara tes wawasan kebangsaan dan urusan pelanggaran HAM. ”Kami juga mendukung KPK yang tidak hadir di Komnas HAM. Apa urusan kewarganegaraan itu urusan pelanggaran HAM?” kata Tjahjo saat rapat dengar pendapat dengan Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat.
Ia mencontohkan, pada zaman Orde Baru juga ada penelitian khusus (litsus) bagi calon anggota DPR. Namun, saat itu, di periode sekitar tahun 1985, fokusnya adalah Partai Komunis Indonesia dan kini lebih kompleks.
Penyidik senior KPK, Novel Baswedan, mengatakan, siapa pun pihak yang dimintai klarifikasi oleh Komnas HAM seharusnya hadir. Sebab, mereka harus memberikan penjelasan.
”Kejanggalan dan permasalahan yang begitu banyak memang perlu dijelaskan. Kalau memang ada masalah, ya, dibenahi. Kalau kemudian justru ditinggal, dipanggil tidak mau, itu kan bukan perilaku yang baik,” kata Novel.