Komnas HAM Kaji Substansi Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK
Komnas HAM tengah melakukan kajian terkait substansi pertanyaan tes wawasan kebangsaan untuk alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi aparatur sipil negara. Diduga tes itu melanggar HAM.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO/MADINA NUSRAT
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia tengah melakukan kajian terkait substansi pertanyaan tes wawasan kebangsaan untuk alih status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi aparatur sipil negara yang diduga melanggar hak asasi manusia. Pekan depan, ditargetkan Komnas HAM akan memeriksa pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan tes wawasan kebangsaan, baik pimpinan KPK maupun Badan Kepegawaian Negara.
Saat ditemui di Jakarta, Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Kamis (28/5/2021), menyampaikan, saat ini Komnas HAM sedang meminta keterangan tambahan dari pegawai KPK, Novel Baswedan dan kawan-kawan, selaku pengadu terkait dugaan pelanggaran HAM pada tes wawasan kebangsaan (TWK). Keterangan tambahan itu antara lain untuk mendalami dugaan pelanggaran HAM pada substansi pertanyaan TWK, salah satunya apakah pertanyaan itu ada yang mengandung muatan diskriminasi atau tidak.
Saat ini Komnas HAM sedang meminta keterangan tambahan dari pegawai KPK, Novel Baswedan dan kawan-kawan, selaku pengadu terkait dugaan pelanggaran HAM pada TWK. Keterangan tambahan itu antara lain untuk mendalami dugaan pelanggaran HAM pada substansi pertanyaan TWK.
Dari 1.349 pegawai KPK yang mengikuti TWK, sebanyak 75 pegawai dinyatakan tidak memenuhi syarat. Pada Selasa (25/5/2021), pimpinan KPK, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) memberhentikan 51 pegawai yang tidak memenuhi syarat itu karena dinilai tak bisa dibina lagi.
Beka mengungkapkan, Komnas HAM memiliki standar dan norma pengaturan kebebasan beragama dan berkeyakinan. Parameter itu dapat digunakan untuk menilai pertanyaan apa saja di TWK yang mengandung intervensi dari negara.
”Ada (parameternya). Misalnya, pertanyaan tentang agama, kami punya standar dan norma pengaturan kebebasan beragama dan berkeyakinan, mana yang bisa diintervensi oleh negara dan mana yang tidak. Mana yang menjadi privat dan mana yang menjadi publik. Nah, itu jadi tolok ukur,” jelasnya.
Untuk mendalami kasus ini, lanjut Beka, Komnas HAM menggunakan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM, khususnya Pasal 89 yang mengatur fungsi Komnas HAM melaksanakan pengkajian dan penelitian tentang HAM.
Terkait pertanyaan TWK yang spesifik menyinggung tata cara ritual beribadah, Beka pun mengatakan, hal itu menjadi perhatian khusus dalam kajian. Dalam kebebasan beragama dan berkeyakinan itu ada forum internum (hak memilih dan memeluk agama) serta forum eksternum (menjalankan ibadah menurut agama dan keyakinannya). Hal itu yang sedang dipelajari, apakah ekspresinya dalam berkeyakinan itu eksklusif atau tidak, misalkan beribadahnya bersama-sama atau tidak.
Para pegawai KPK yang mengadu ke Komnas HAM, menurut Beka, datang dari berbagai macam latar belakang agama, baik Islam, Kristen, Katolik, maupun Buddha. Jika saat ini di publik tersebar anggapan bahwa pegawai KPK yang tak memenuhi syarat TWK itu terbatas dari kelompok agama tertentu, hal itu tidak benar.
”Komnas meminta kepada masyarakat untuk tidak menstigmatisasi siapa pun tanpa dasar yang jelas. Itu yang utama. Kedua, tuduhan itu juga tidak cukup beralasan karena yang tidak lolos TWK berasal dari berbagai macam latar belakang agama. Ada yang Muslim, Kristen, Katolik, sampai Buddha,” jelasnya.
Komnas HAM menargetkan pemeriksaan terhadap pegawai KPK untuk memperoleh keterangan tambahan tak berlangsung lama. Sebab, menurut Beka, pekan depan komnas akan mulai meminta keterangan kepada lembaga-lembaga yang terlibat dalam penyelenggaraan TWK untuk pegawai KPK.
”Pimpinan KPK akan kami panggil. Selain itu, ada BKN, BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme). Lembaga-lembaga itu yang banyak disebut (pengadu), dan tentu nanti tergantung dari informasi atau keterangan yang didapat dari pengadu,” ujarnya.
Selain mengkaji substansi pertanyaan TWK, komnas juga akan mengkaji UU ASN yang ada, termasuk standar pertanyaan TWK kepada calon ASN.
Selain mengkaji substansi pertanyaan TWK, komnas juga akan mengkaji UU ASN yang ada, termasuk standar pertanyaan TWK kepada calon ASN. ”Tentu kami juga bisa membandingkan (daftar pertanyaan TWK) antara ASN yang ada di Komnas HAM dan ASN yang ada di KPK, apakah memang mirip atau sangat jauh,” ucapnya.
Sementara untuk prosedur penyelenggaraan TWK bagi pegawai KPK, menurut Beka, hal itu menjadi ranah Ombudsman RI untuk mengkajinya. ”Soal proses menjadi kewenangan Ombudsman, sementara kami lebih ke substansi,” ucapnya.
Dukungan
Sementara itu, dukungan untuk 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK terus mengalir. Presiden Joko Widodo diminta segera mengambil tindakan untuk mengatasi polemik ini.
Dukungan itu salah satunya datang dari Ketua Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Gomar Gultom. Saat didatangi perwakilan dari 75 pegawai KPK, Gomar mengatakan, PGI akan menyurati Presiden Jokowi untuk segera mengambil tindakan penyelamatan lembaga antirasuah dari upaya pelemahan dengan menyelamatkan 75 pegawai KPK tersebut.
”Kita sangat prihatin dengan upaya pelemahan KPK yang terjadi selama ini, terutama yang memuncak dengan pelabelan intoleran dan radikalisme atas 75 pegawai KPK melalui mekanisme tes wawasan kebangsaan,” kata Gomar.
Dukungan kepada 75 pegawai KPK juga diberikan oleh masyarakat sipil yang tergabung dalam ”Ruwatan Rakyat untuk KPK”. Mereka melakukan aksi ruwatan di kantor Dewan Pengawas, Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi atau Anti-Corruption Learning Center (ACLC) KPK, Jakarta.
Aksi ruwatan tersebut sedianya juga akan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. Namun, peserta aksi membatalkannya karena ada massa dari kelompok berbeda yang mengadakan aksi di sekitar Gedung Merah Putih KPK. Massa tersebut mengaku dari Himpunan Aktivis Milenial Indonesia. Dari spanduk yang terlihat, mereka juga ada yang menamakan diri sebagai Satgas Pemuda Peduli KPK.
Selain itu, sebagian area di sekitar Gedung Merah Putih KPK juga dijaga ketat oleh petugas kepolisian dan TNI dengan menggunakan kendaraan taktis. Menurut Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, penjagaan keamanan dilakukan di Gedung KPK karena akan ada unjuk rasa besar. Pelibatan TNI dilakukan karena pihak polres memerlukan tambahan personel.
Salah satu perwakilan aksi ruwatan, Sinta Asmari, mengatakan, 51 pegawai KPK yang diberhentikan harus diberi keadilan. Tidak sewajarnya mereka diseleksi dengan pertanyaan seksisme, diskriminatif, dan sebagainya. Sebab, jika perlakuan tersebut dibiarkan, sama saja memberikan kesempatan pada perlakuan sewenang-wenang dan menghilangkan orang yang berintegritas.