Presiden: Hasil TWK Tak Boleh Jadi Dasar Pemberhentian Pegawai KPK
Hak pegawai Komisi Pemberantantasan Korupsi tak boleh dirugikan dalam pengalihan status kepegawaian. Presiden Joko Widodo menegaskan, tes wawasan kebangsaan hendaknya tak menjadi pertimbangan memberhentikan pegawai KPK.
Oleh
Cyprianus Anto Saptowalyono / Mawar Kusuma Wulan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara terkait polemik tes wawasan kebangsaan sebagai syarat pengalihan status pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Aparatur Sipil Negara. Menurut dia, tes wawasan kebangsaan atau TWK semestinya tidak dijadikan dasar untuk memperhentikan pegawai yang tak memenuhi syarat, melainkan menjadi masukan untuk perbaikan lembaga antikorupsi.
”Hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK, dan tidak serta merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes,” kata Presiden Jokowi saat memberikan pernyataan terkait status pegawai KPK, di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (17/5/2021).
Sebanyak 75 pegawai KPK dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan yang merupakan salah satu syarat pengalihan status kepegawaian menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Para pegawai itu, bahkan sudah dibebaskan dari tugas dan tanggung jawab mereka di KPK.
Melalui saluran Youtube Sekretariat Presiden, Jokowi menyatakan sependapat dengan putusan Mahkamah Konstitusi dalam pengujian Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua UU KPK. Dalam putusan Nomor 70/PUU-XVII itu disebutkan bahwa proses pengalihan status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh merugikan hak pegawai KPK untuk diangkat menjadi ASN.
Karena itu, 75 pegawai KPK tak seharusnya diperhentikan, tetapi diberi kesempatan untuk memperbaiki wawasan kebangsaan. ”Kalau dianggap ada kekurangan, saya berpendapat masih ada peluang untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan dan perlu segera dilakukan langkah-langkah perbaikan pada level individual maupun organisasi,” kata Presiden.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menuturkan, KPK harus memiliki sumber daya manusia terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis.
KPK harus memiliki sumber daya manusia-sumber daya manusia terbaik dan berkomitmen tinggi dalam upaya pemberantasan korupsi. Oleh karena itu, pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) harus menjadi bagian dari upaya untuk pemberantasan korupsi yang lebih sistematis. —Presiden Joko Widodo
Karena itu, Presiden meminta pihak-pihak yang terkait dengan alih status pegawai KPK untuk merancang tindak lanjut bagi 75 anggota KPK yang tak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan. ”Saya minta kepada para pihak yang terkait, khususnya pimpinan KPK, Menteri PAN-RB, dan juga Kepala BKN untuk merancang tindak lanjut bagi 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes, dengan prinsip-prinsip sebagaimana yang saya sampaikan tadi,” ujar Presiden.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Padang Feri Amsari ketika dimintai pandangan menuturkan, pernyataan Presiden Jokowi tersebut penting karena memberikan gambaran bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2020 tentang Pengalihan Pegawai KPK menjadi ASN dan UU KPK yang baru tidak mengatur mengenai tes wawasan kebangsaan.
”Dan, mestinya, pernyataan Presiden hari ini menjadi perhatian serius bagi pimpinan KPK untuk tidak mengadakan segala sesuatu yang tidak diatur di peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi,” kata Feri.
Feri menuturkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Negara, dan KPK harus menghormati pernyataan dari pimpinan tertinggi lembaga eksekutif tersebut. ”Dan melakukan langkah-langkah sebagaimana diatur oleh PP 41 agar proses alih status dilakukan secara otomatis, baik menjadi PNS maupun menjadi pegawai kontrak atau PPPK (pegawai pemerintah dengan perjanjian kontrak),” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum UGM yang juga Penasihat PuKAT Korupsi FH UGM, Zainal Arifin Mochtar, menilai, pernyataan Presiden Jokowi hanya bisa menyelesaikan satu atau dua masalah, tetapi belum bisa menyelesaikan seluruh permasalahan. Ia menilai masih banyak masalah terkait tes wawasan kebangsaan.
”Yang pertama adalah tes kebangsaan tidak ada dalam konstruksi perundang-undangan, tiba-tiba adanya di Perkom atau Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi. Pernyataan Presiden tidak menyelesaikan betulkah ada orang atau ada pihak yang menggunakan kekuasaan dan kewenangannya untuk menyingkirkan 75 orang penyidik yang baik,” ujar Zainal.
Zainal juga mempertanyakan tentang bagaimana konsep kerja negara bisa diwakili secara tidak profesional dalam substansi pertanyaan TWK yang dinilai tidak bermutu yang tidak terjawab dalam pidato Presiden Jokowi. Kesetiaan pada negara, misalnya, perlu dipertegas apakah bisa disamakan dengan loyalitas pada lembaga atau pimpinan.
”Presiden mengatakan tes wawasan kebangsaan tidak serta merta menjadi alasan pemberhentian. Kita enggak tahu, kalau dipaketkan dengan hal lain apa bisa jadi alasan pemberhentian. Misal plus pelatihan lalu jadi pemecatan? Kalau dinonaktifkan dan dipelatihankan bagaimana nasib kasus yang ditangani?” tambahnya.
Presiden sebagai pembina aparatur kepegawaian tertinggi di Republik Indonesia, lanjut Zainal, dinilai kurang tegas. ”Dan bahasanya terlalu berhati-hati. Saya berpendapat bukan bahasa pembina kepegawaian tertinggi. Seharusnya memerintahkan. Pilihan diksinya saya agak khawatir,” ujarnya.
Tidak sekadar pidato yang menyelesaikan masalah pemecatan, Zainal berharap hadirnya momentum perbaikan setelah pidato tersebut. ”Pidato Presiden bisa menyelesaikan problem tidak dipecat, tetapi apa implikasi, bagaimana mekanisme, dan bagaimana konstruksi ke depan enggak ada. Kalau benar dugaan tes yang konklusi mendahului analisis. Sudah harus tidak lulus, TWK hanya sarana. Jangan-jangan nanti berlaku di tempat lain di proses yang lain apa pun namanya,” katanya.
KPK diharapkan bisa menawarkan roadmap (peta jalan) untuk penyelesaian masalah ini. Jangan sampai tes hanya menjadi alibi untuk memberhentikan sementara pegawai KPK dari kasus yang sedang ditangani. ”Berharap ada upaya lanjutan untuk menyelesaikan dugaan-dugaan yang berseliweran di publik. Betulkah ada orang yang menyalahgunakan wewenangnya? Tidak sekadar lulus tidak lulus saja,” tambahnya. (CAS/WKM)