Pengejaran KKB di Papua Intensif, Lindungi Warga Sipil
Setelah kelompok kriminal bersenjata di Papua ditetapkan sebagai teroris, pengejaran terhadap mereka yang tergabung dalam kelompok itu oleh aparat keamanan, makin intens. Jangan sampai warga sipil justru menjadi korban.
Oleh
FABIO MARIA LOPES COSTA/DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS - Setelah pemerintah menetapkan kelompok kriminal bersenjata di Papua sebagai teroris pada akhir April lalu, aparat keamanan gabungan terus memburu mereka yang menjadi bagian dari kelompok tersebut. Total empat anggota kelompok ini tewas ditembak saat kontak senjata dengan aparat dalam tiga hari terakhir.
Dengan semakin intensnya perburuan oleh aparat keamanan, sejumlah kalangan meminta agar perlindungan terhadap warga sipil di Papua tetap diprioritaskan. Jangan sampai upaya penegakan hukum justru memakan korban warga sipil.
Pada Minggu (16/5/2021), Satuan Tugas (Satgas) Nemangkawi yang terdiri atas gabungan personel TNI dan Polri mengabarkan telah menembak mati dua anggota kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Lekagak Telenggen di Mayuberi, Kabupaten Puncak, Papua. Peristiwa ini terjadi saat kontak tembak aparat dengan KKB di Jembatan Mayuberi, Minggu pukul 03.19 WIT. Seorang anggota KKB dikabarkan terluka terkena tembakan, tetapi bisa melarikan diri.
Kepala Humas Satgas Nemangkawi Komisaris Besar Iqbal Alqudusy, yang berada di Ilaga, Kabupaten Puncak, Minggu, mengatakan, tidak ada aparat keamanan yang terluka akibat kontak tembak. Begitu pula masyarakat sipil. Aktivitas masyarakat di Ilaga, ibu kota Puncak, pun disebutkannya kondusif setelah kontak tembak.
”Satgas telah menguasai wilayah Mayuberi. Kami akan terus mengejar dan melakukan penegakan hukum terhadap KKB yang ditetapkan sebagai teroris di Mimika, Puncak, Nduga, dan Intan Jaya,” ujarnya.
Dari penyisiran di lokasi kontak tembak, aparat menyita sejumlah senjata milik KKB, yakni satu pucuk senjata jenis Mauser, dua magasin senjata Mauser, plus 17 butir amunisi. Selain itu, disita pula satu perangkat radio panggil (handy talkie/HT), tiga KTP, dan uang Rp 14 juta.
Kabar bohong
Iqbal pun membantah kabar yang beredar bahwa aparat keamanan telah menembak mati tiga perempuan muda di kawasan Ilaga Utara, Puncak, Papua, Sabtu (15/5). Ia menyebut kabar tersebut sebagai berita hoaks.
Dengan dua anggota KKB tewas tertembak, total Satgas Nemangkawi telah menembak mati empat anggota KKB pimpinan Lekagak Telenggen dalam tiga hari terakhir. Salah satunya, tangan kanan Lekagak, Lesmin Waker, yang tewas ketika kontak tembak, Kamis (13/5). KKB Lekagak ini dituding terlibat sejumlah aksi teror di Puncak, beberapa tahun terakhir.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Mathius Fakhiri mengatakan, upaya penegakan hukum untuk menghentikan aksi KKB pimpinan Lekagak Telenggen akan terus dilakukan. ”Kami bersama TNI telah memblokade area Sugapa, ibu kota Intan Jaya, dan dua distrik di Puncak, yakni Beoga dan Ilaga. Kami akan menghentikan aksi mereka,” ujarnya.
Dialog bersama
Kepala Perwakilan Komnas HAM Wilayah Papua Frits Ramandey mengatakan, pihaknya akan terus memantau upaya penegakan hukum oleh Polri dan TNI, terutama setelah pelabelan KKB sebagai teroris oleh pemerintah.
Ia berharap setiap upaya penegakan hukum terhadap KKB tetap terukur. Jangan sampai warga sipil menjadi korban. Tak hanya itu, ia berharap adanya dialog untuk mengakhiri konflik.
Harapan serupa disampaikan peneliti masalah Papua dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cahyo Pamungkas. ”Operasi keamanan tidak akan merebut hati warga Papua yang pada dasarnya memiliki trauma kekerasan di masa lalu. Pemerintah perlu membuka opsi jeda kemanusiaan, gencatan senjata, sebelum membuka pendekatan lebih humanis dan dialogis demi kedamaian di Papua,” katanya.
Ia pun mengingatkan, operasi keamanan untuk memberantas KKB ataupun Organisasi Papua Merdeka (OPM) tak pernah berhasil selama ini. Saat konflik tahun 1985, misalnya, peristiwa itu mengakibatkan banyak korban jiwa, tetapi tetap tidak berhasil mematikan OPM. Setelah konflik, gerakan OPM masih ada hingga sekarang.
Cahyo juga khawatir, jika operasi keamanan diintensifkan untuk memburu KKB, korban jiwa akan berjatuhan dari kedua belah pihak, baik KKB maupun aparat keamanan. Kondisi ini justru berpotensi memperpanjang rantai kekerasan di Papua. Tak sebatas itu, dengan konflik yang kian menguat, korban dari warga sipil bisa saja berjatuhan.
Catatan Kompas, awal April lalu, dua guru tewas ditembak KKB di Puncak, Papua, karena dituding menjadi mata-mata aparat. Kemudian pertengahan September 2020, pendeta Yeremia Zanambani tewas ditembak di Hitadipa, Intan Jaya, Papua. Istri pendeta, Miriam Zoani, mengungkapkan, sebelum pendeta meninggal, ia mengaku ditembak oknum anggota TNI karena dituduh memberi makanan bagi anggota OPM.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD meminta penegakan hukum terhadap KKB dilakukan cepat, tegas, dan terukur menurut hukum. Selain itu, jangan sampai menyasar warga sipil.