Kajian Selesai, Pemerintah Putuskan Merevisi Terbatas UU ITE
Tim Kajian Revisi UU ITE dan Tim Penyusun Pedoman Teknis UU ITE telah menyelesaikan tugasnya. Menko Polhukam Mahfud MD menjelaskan, pemerintah akan merevisi terbatas UU ITE dan membuat panduan penanganan laporan UU ITE.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan melakukan revisi terbatas terhadap Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik atau UU ITE. Selain itu, pemerintah juga akan membuat pedoman teknis dan kriteria implementasi penanganan laporan UU ITE untuk menghindari multitafsir serta perbedaan penerapan pasal dalam UU tersebut.
Tim Kajian Revisi UU ITE dan Tim Penyusun Pedoman Teknis UU ITE yang dibentuk Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan telah merampungkan tugasnya. Tim tersebut dibentuk untuk menindaklanjuti arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan evaluasi dan kajian terhadap UU ITE.
Salah satunya adalah kontroversi pasal-pasal karet serta penegakan hukum yang diskriminatif. Tim kajian yang dibentuk pada 22 Februari 2021 itu bekerja selama lebih kurang dua bulan untuk mengkaji implementasi teknis penegakan hukum UU ITE. Mereka juga menelaah substansi pasal-pasal karet UU ITE.
Menko Polhukam Mahfud MD, Kamis (29/4/2021) di Jakarta, mengatakan, rekomendasi dari kedua tim itu di antaranya adalah pembuatan pedoman teknis dan kriteria implementasi yang akan diwujudkan dalam bentuk surat keputusan bersama (SKB) tiga kementerian, yaitu Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kejaksaan Agung, dan Polri. Pedoman itu nantinya diharapkan menjadi buku saku bagi aparat penegak hukum di seluruh Indonesia agar tidak ada kecenderungan multitafsir dan ketidaksamaan penerapan pasal dalam UU ITE.
”UU ITE masih diperlukan untuk antisipasi dan menghukumi dunia digital. Oleh sebab itu, tidak akan ada pencabutan UU ITE,” kata Mahfud.
Selain itu, pemerintah juga akan merevisi terbatas UU ITE berupa penambahan atau perubahan frasa dan penjelasan tambahan. Misalnya, penjelasan tentang penistaan, fitnah, hingga keonaran. Penjelasan tambahan itu menurut rencana akan dituangkan dalam Pasal 45 C UU ITE.
Sebelumnya, Kepala Polri juga telah mengeluarkan pedoman penanganan laporan UU ITE. Pedoman itu dimuat untuk menghindari pemidanaan pasal-pasal karet UU ITE. Dalam pelaporan UU ITE, polisi diharapkan mengedepankan asas keadilan restoratif, seperti mediasi antarpihak, untuk menghindari pemidanaan.
Namun, menurut pantauan masyarakat sipil, pedoman tersebut tidak efektif di lapangan. Masih banyak perkara pasal karet UU ITE, seperti pencemaran nama baik, berita bohong, dan ujaran kebencian, yang diproses hukum. Bahkan, ada yang sampai dibawa ke pengadilan.
Menanggapi masalah itu, Mahfud mengatakan, pedoman teknis dan kriteria yang akan dibuat Kementerian Kominfo, Kejaksaan Agung, dan Polri itu diharapkan dapat menjawab masalah pemidanaan berlebihan pasal-pasal karet UU ITE. Pedoman Kapolri akan dijadikan bahan untuk pembuatan pedoman yang baru. Pedoman baru itu akan berbentuk surat keputusan bersama yang akan menjadi buku saku bagi aparat penegak hukum.
Menteri Kominfo Johnny G Plate menambahkan, pedoman teknis dan kriteria implementasi akan dibuat untuk Pasal 27 Ayat (1), Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4); Pasal 28 Ayat (1), Ayat (2); Pasal 29; dan Pasal 35 UU ITE. Ketentuan teknis penanganan perkara tersebut akan diatur dalam SKB Menkominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri sebagai pegangan bagi aparat penegak hukum.
Adapun revisi terbatas atau semantik pada pasal-pasal tersebut dilakukan melalui proses legislasi revisi UU ITE yang akan diuraikan dalam Pasal 45 C.
”Dengan pedoman kriteria implementasi ini, diharapkan tidak ada lagi perbedaan penerapan bagi penegak hukum terhadap pasal-pasal karet. Ini dilakukan agar terdapat perlindungan atas pencari keadilan agar memenuhi rasa keadilan dan penegakan hukum yang tegas bagi pelanggar hukum,” kata Johnny.
Johnny menambahkan, jika pada saatnya nanti dilakukan revisi terhadap UU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), akan ada pasal peralihan dalam UU KUHP revisi tentang pasal-pasal tersebut yang berlaku dalam UU sektor lainnya, termasuk UU ITE.
Mahfud juga mengatakan, jika RUU KUHP bisa segera disahkan, UU ITE akan dibuat dengan pasal peralihan yang menyebutkan bahwa ketentuan dalam UU ITE dan UU lain menyesuaikan diri.
Sebelumnya, Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej menyampaikan, sejumlah pasal dalam UU ITE didapati tidak seragam dengan pasal-pasal yang dirujuk dalam KUHP. Alhasil, penerapan pasal-pasal dalam UU ITE kerap multitafsir. Untuk menghindari multitafsir itu, pemerintah berencana memasukkan semua ketentuan pidana dalam UU ITE ke RUU KUHP.
Pemerintah juga akan mendorong agar RUU tersebut dapat ditetapkan saat perubahan Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2021 pada Juni mendatang.