Rasa penasaran publik pun terjawab dengan pelantikan Nadiem Makarim sebagai Mendikbudristek serta Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi/Kepala BKPM. Mereka adalah wajah lama di posisi yang baru.
Oleh
ANITA YOSSIHARA/ NINA SUSILO
·4 menit baca
Episode perombakan kabinet jilid II berakhir sudah. Rasa penasaran publik pun terjawab dengan pelantikan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi serta Bahlil Lahadalia sebagai Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (28/4/2021).
Tidak ada satu pun menteri digeser, apalagi diganti. Nadiem sebelumnya menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, begitu pula Bahlil merupakan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), sebuah lembaga setingkat kementerian. Bisa dibilang, keduanya merupakan wajah lama yang duduk di kementerian yang sebetulnya sama.
Satu-satunya wajah baru di kabinet hanyalah Laksana Tri Handoko, Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan (LIPI). Ia dilantik menjadi Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang ditinggalkan Bambang Brodjonegoro. Sebelumnya Bambang merupakan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala BRIN, dan memilih mundur setelah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui penggabungan Kemenristek dengan Kemendikbud.
Pelantikan Nadiem, Bahlil, dan Laksana mematahkan spekulasi sekaligus harapan banyak kalangan. Semenjak DPR menyetujui pembentukan Kemendikbudristek, Kementerian Investasi, dan BRIN, tidak sedikit kalangan yang menduga Presiden Jokowi akan melakukan perombakan kabinet besar-besaran.
Banyak pula yang mengharapkan pembentukan kementerian baru itu menjadi pintu bagi Jokowi untuk mengevaluasi kinerja sekaligus melakukan perombakan kabinet secara besar-besaran. Sejumlah nama menteri yang disebut-sebut layak diganti karena kinerjanya kurang memuaskan juga beredar luas.
Ketua Relawan Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer, dalam beberapa kesempatan diskusi, menyampaikan, setidaknya enam-tujuh nama menteri layak diganti karena kinerjanya dinilai tak sesuai harapan. Mereka adalah Mendikbud Nadiem Makarim, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G Plate, Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal Abdul Halim Iskandar, sera Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim, bahkan menyebut, Presiden Jokowi akan mengganti menteri berinisial M.
Pelantikan Nadiem, Bahlil, dan Laksana mematahkan spekulasi sekaligus harapan banyak kalangan. Semenjak DPR menyetujui pembentukan Kemendikbudristek, Kementerian Investasi, dan BRIN, tidak sedikit kalangan yang menduga Presiden Jokowi akan melakukan perombakan kabinet besar-besaran.
Tak hanya itu. Sejumlah nama juga disebut-sebut layak dan bakal masuk kabinet. Dari Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti, Mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, hingga mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqqie.
Spekulasi masuknya Partai Amanat Nasional ke barisan koalisi partai politik pendukung pemerintah pun mengiringi isu perombakan kabinet. Tetapi, nyatanya, sampai kemarin, Presiden tak memberikan jatah menteri untuk parpol pimpinan Zulkifli Hasan tersebut.
Wakil Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani saat dihubungi Rabu petang menyampaikan, penambahan kekuatan koalisi tentu akan dibicarakan terlebih dahulu dengan seluruh parpol pendukung. Tetapi, hingga perombakan terjadi, Presiden belum membicarakan perihal masuknya PAN ke barisan koalisi.
Selain itu, menurut Asrul, sebenarnya saat ini juga tidak ada keperluan untuk menambah kekuatan koalisi di parlemen. ”Kalau ditanya satu per satu, mayoritas partai pendukung menyatakan tidak perlu menambah kekuatan koalisi kalau perspektifnya dukungan politik di parlemen,” katanya menegaskan.
Pilihan aman
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Islam Negeri Jakarta, Gun Gun Heriyanto, berpandangan, Presiden sengaja mengambil pilihan yang aman dengan mempertahankan personel yang sudah ada. Sebab, mengganti anggota kabinet berpotensi menimbulkan polemik, bahkan kegaduhan baru.
”Dibanding mengganti orang yang akan memantik polemik baru, selain problem adaptasi struktur, jika ada orang baru,” ujar Gun Gun.
Pengajar Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Haryadi, juga berpandangan, pelantikan wajah-wajah lama di jabatan baru diputuskan untuk memenuhi kebutuhan praktis pemerintah, yakni optimalisasi dan efektivitas kinerja kelembagaan.
Meski begitu, menurut Gun Gun, pembenahan kementerian melalui pergantian nomenklatur tak akan bermanfaat tanpa penyusunan peta jalan, perbaikan program, dan prioritas kerja. Jika perbaikan tak dilakukan, perombakan kabinet kali ini hanya akan menimbulkan kegaduhan baru.
Gun Gun menjelaskan, penyusunan peta jalan, baik jangka pendek maupun jangka panjang, perlu dilakukan oleh Kementerian Investasi. Begitupun struktur birokrasi dan prioritas kerja harus disusun secara jelas.
Hal yang tak kalah penting adalah komunikasi organisasi di kementerian. Diperlukan pula komunikasi interpersonal untuk menjaga keselarasan dan penerimaan ragam orang dalam sirkulasi elite kelembagaan. Selain itu, komunikasi politik juga dibutuhkan untuk memastikan perubahan ini tidak mendistorsi tujuan yang ditetapkan.
Adapun Kemendikbudristek, perlu segera memperbaiki berbagai kelemahan serta menjernihkan sejumlah polemik secara tuntas. Misalnya, polemik tentang kurikulum pendidikan, kamus sejarah, dan lainnya. Demikian pula BRIN, semestinya punya komitmen, tugas, dan fungsi yang jelas setelah tidak menjadi bagian Kemenristek.
Hal yang tak kalah penting adalah komunikasi organisasi di kementerian. Diperlukan pula komunikasi interpersonal untuk menjaga kesalarasan dan penerimaan ragam orang dalam sirkulasi elite kelembagaan. Selain itu, komunikasi politik juga dibutuhkan untuk memastikan perubahan ini tidak mendistorsi tujuan yang ditetapkan.
”Keinginan Presiden Joko Widodo merestrukturisasi Kemendikbud dan BKPM harus diterjemahkan melalui komunikasi efektif sehingga tidak muncul ego sektoral. Apalagi banyak direktorat yang tadinya di kementerian berbeda kemudian dilebur. Ini tidak mudah, butuh komunikasi organisasi utk mengefektifkan birokrasi,” tutur Gun Gun.
Terkait evaluasi kinerja kabinet, menurut Arsul, sebenarnya sudah dilakukan Presiden setiap saat. Hanya saja, evaluasi kinerja tak selalu berakhir dengan merombak kabinet. Apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti saat ini, perombakan kabinet sulit dilakukan karena kondisinya serba terbatas.