Polri Pastikan Penangkapan Munarman Sesuai Prosedur
Ketika ditangkap, status mantan tokoh FPI, Munarman, telah ditetapkan sebagai tersangka. Surat perintah penangkapan dan pemberitahuan penangkapan juga telah disampaikan ke istri Munarman dan ditandatanganinya.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Polri memastikan penangkapan Munarman, mantan tokoh Front Pembela Islam atau FPI, di rumahnya, Selasa (27/4/2021), telah sesuai dengan prosedur. Ketika ditangkap, status Munarman telah ditetapkan sebagai tersangka.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Ahmar Ramadhan, Rabu (28/4/2021), mengatakan, Munarman ditetapkan sebagai tersangka pada 20 April 2021.
”Surat perintah penangkapan dan pemberitahuan penangkapan juga disampaikan kepada keluarga, dalam hal ini adalah istri saudara M. Jadi, disampaikan dan diterima serta ditandatangani. Artinya, penangkapan saudara M diketahui pihak keluarga, dalam hal ini istri yang bersangkutan,” kata Ahmad.
Berdasarkan Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penangkapan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana terorisme berlaku paling lama 14 hari. Kemudian pada Pasal 28 Ayat (2) UU yang sama, jangka waktu penangkapan dapat diperpanjang paling lama 7 hari.
Dengan demikian, penyidik memiliki waktu 21 hari untuk melakukan pendalaman sejak Munarman ditangkap kemarin. Sementara dalam surat perintah penangkapan, Munarman disangkakan Pasal 14 juncto Pasal 7 dan atau Pasal 15 juncto Pasal 7 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Penetapan tersangka terhadap Munarman, lanjut Ahmad, ditentukan setelah penyidik melakukan gelar perkara. Adapun barang bukti awal untuk penetapan tersangka adalah video rekaman dan keterangan dari beberapa saksi.
”Terkait dengan surat perintah penahanan, kami tegaskan, penyidik Densus 88 belum mengeluarkan surat perintah penahanan karena yang bersangkutan masih dalam proses penangkapan,” tutur Ahmad.
Menurut Ahmad, penangkapan Munarman yang dilakukan seminggu setelah ditetapkan sebagai tersangka karena terdapat hal-hal administratif dan operasional yang dibutuhkan penyidik. Mengenai penetapan tersangka terhadap Munarman, penyidik pun telah menyampaikannya kepada Kejaksaan Agung.
Terkait dengan penemuan botol plastik berisi cairan triaseton triperoksida (TATP) di gedung bekas sekretariat FPI di Petamburan, Jakarta, Ahmad mengatakan, hingga kini polisi masih menelitinya. Adapun kemungkinan keterkaitan Munarman dengan terduga teroris yang telah ditangkap sebelumnya, menurut Ahmad, hal itu masih didalami aparat kepolisian.
Sementara itu, M Hariadi Nasution dari Tim Advokasi Ulama dan Aktivis (Taktis) yang juga kuasa hukum Munarman mengatakan, hingga hari dilakukannya penangkapan, Munarman tidak pernah menerima surat panggilan. Sementara, dengan ancaman pidana di atas 5 tahun, seharusnya Munarman mendapatkan bantuan hukum. ”Akan tetapi, hingga saat ini, kami sebagai kuasa hukum mengalami kesulitan untuk bertemu klien kami,” kata Hariadi.
Terkait dengan tuduhan keterlibatan Munarman dengan kelompok teroris NIIS (Negara Islam di Irak dan Suriah), menurut Hariadi, sejak awal Munarman dan FPI telah membantahnya. Sebab, menurut Munarman, tindakan NIIS tidak sesuai dengan apa yang diyakininya.
Mengenai temuan cairan di Petamburan, Hariadi menyatakan bahwa itu adalah detergen dan obat pembersih toilet. Adapun terkait buku-buku yang disita di rumah Munarman disebutnya sebagai koleksi pribadi Munarman.