Kalah di Kemenkumham, Kubu Moeldoko Akan Tempuh Jalur Hukum
Pemerintah menolak pendaftaran kepengurusan Partai Demokrat hasil KLB Deli Serdang. Dengan demikian, kepengursan Moeldoko dinilai tak dapat lagi menggunakan atribut dan lambang partai
JAKARTA, KOMPAS - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia secara resmi menolak permohonan pengesahan hasil Kongres Luar Biasa atau KLB Partai Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara. Terhadap keputusan itu, kubu Demokrat di bawah kepemimpinan Moeldoko menyiapkan strategi untuk menempuh jalur hukum.
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly, dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (31/3/2021), mengatakan, pemerintah telah menerima permohonan pengesahan kepengurusan hasil KLB Demokrat pada 16 Maret 2021. Permohonan tersebut disampaikan Moeldoko dan Johnny Allen Marbun, melalui surat nomor 01-DPP.PD-06/III/2021 tertanggal 15 Maret 2021.
Dari pemeriksaan dan verifikasi tahap pertama, Kemenkumham menyampaikan surat nomor AHU.UM.01-82 tertanggal 11 Maret 2021, kepada penyelenggara KLB. Dalam surat tersebut, pada intinya, Kemenkumham meminta kepada penyelenggara KLB untuk melengkapi kekurangan dokumen yang dipersyaratkan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menkumham Nomor 34 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik.
Terkait surat itu, pihak penyelenggara KLB telah menyampaikan beberapa tambahan dokumen pada 29 Maret. Dari hasil pemeriksaan dan verifikasi terhadap seluruh kelengkapan dokumen fisik sebagaimana disyaratkan, Kemenkumham ternyata masih mendapati beberapa persyaratan yang belum dipenuhi, antara lain perwakilan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Cabang (DPC) tidak disertai mandat dari Ketua DPD dan Ketua DPC.
“Dengan demikian, pemerintah menyatakan bahwa permohonan pengesahan hasil KLB di Deli Serdang, Sumatera Utara, pada tanggal 5 Maret 2021, ditolak,” ujar Yasonna. Adapun, konferensi pers juga dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
Yasonna menjelaskan, dalam pengambilan keputusan, Kemenkumham mengacu pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Demokrat di bawah kepemimpinan Agus Harimurti Yudhoyono, yang telah disahkan oleh Kemenkumham pada 2020 lalu.
Jika ada argumen dari pihak KLB soal AD/ART yang tidak demokratis atau bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik (Parpol), menurut Yasonna, Kemenkumham tidak berwenang untuk menilainya. Itu merupakan ranah pengadilan.
Ia pun menegaskan, jika ada perselisihan seperti yang terjadi sekarang pun, itu adalah kewewenangan pengadilan. Hal tersebut telah diatur di dalam UU Parpol.
“Di Kemenkumham, ini, kan, ranah hukum administratif. Jadi, ranah menguji AD/ART itu di pengadilan, apakah bertentangan dengan Undang-Undang Parpol atau tidak, silakan saja, itu hak setiap kader Demokrat untuk melakukan itu. Dan kalau mereka mau meneruskan perselisihan parpol ke pengadilan untuk hasil KLB, itu juga silakan saja,” ucap Yasonna.
Baca juga: Dari ”Ngopi-ngopi” hingga ”Memimpin” Demokrat
Menurut Yasonna, dengan dokumen yang diberikan oleh pihak KLB saat ini, mereka tidak mungkin bisa lagi mengajukan permohonan pengesahan terhadap hasil KLB. “Dengan dokumen yang ada, tentunya tidak mungkin lagi. Dengan peristiwa yang kami sudah teliti, tidak memenuhi. Kalau nanti mau dibuat lagi yang lebih memenuhi, itu bukan urusan kami,” ujarnya.
Objektif dan transparan
Pada prinsipnya, Yasonna menegaskan, Kemenkumham telah memeriksa dan memverifikasi permohonan pengesahan hasil KLB berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ia pun menyesalkan pernyataan-pernyataan dari pihak-pihak yang sebelumnya menuding pemerintah bakal ikut campur tangan dan memecah belah parpol.
“Seperti kami sampaikan sejak awal bahwa pemerintah bertindak objektif, transparan, dalam memberi keputusan tentang persoalan parpol ini,” tutur Yasonna.
Persoalan kekisruhan di Partai Demokrat di bidang hukum administrasi negara sudah selesai. Selanjutnya, persoalan berada di luar urusan pemerintah
Menko Polhukam Mahfud MD menambahkan, dengan putusan ini, persoalan kekisruhan di Partai Demokrat di bidang hukum administrasi negara sudah selesai. Selanjutnya, persoalan berada di luar urusan pemerintah.
“Ini tadi keputusan di bidang hukum administrasi. Murni itu soal hukum dan sudah cepat. Ini perlu ditegaskan karena dulu ada yang mengatakan ini pemerintah kok lambat ini mengulur ulur waktu. Hukumnya memang begitu,” ujar Mahfud.
Menurut Mahfud, pemerintah telah menyikapi persoalan ini dengan cepat dan tepat. Ketika muncul gerakan yang bernama KLB, hal tersebut belum dilaporankan ke Kemenkumham. Dokumennya pun belum ada.
Karena itu, pemerintah tak boleh asal melarang kegiatan KLB karena itu bisa melanggar Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Namun, saat dokumen hasil KLB telah dilaporkan ke Kemenkumham, pemerintah baru mempelajari dan memverifikasinya sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Jadi, sama sekali ini tidak terlambat. Itu sudah sangat cepat karena bagian yang ribut-ribut itu bukan bagian dari proses pengerjaan di hukum administrasi. Yang ribut, yang saling nuding, yang KLB dan sebagainya belum ada laporan ke Kemenkumham, dan laporan itu baru masuk beberapa waktu yang lalu, berikutnya diminta diperbaiki, lalu sesudah tujuh hari sesudah itu kami putuskan hari ini, sudah selesai,” ucap Mahfud.
Mengapresiasi
Di kesempatan terpisah, Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono mengapresiasi dan menghargai keputusan pemerintah. Pemerintah dinilai telah menegakkan hukum dengan sebenar-benarnya dan seadil-adilnya.
Baca juga: Membaca Arah Kisruh Kudeta Partai Demokrat
Keputusan pemerintah tersebut juga dinilai sebagai penegasan terhadap kebenaran, legalitas, dan konstitusionalitas Partai Demokrat berdasarkan AD/ART Demokrat yang dihasilkan pada Kongres V Demokrat pada 2020 lalu dan berkekuatan hukum tetap serta telah disahkan oleh negara.
“Atas pernyataan pemerintah itu, dengan kerendahan hati, kami menerima keputusan tersebut. Kami bersyukur keputusan pemerintah ini adalah kabar baik, bukan hanya untuk Partai Demokrat tetapi juga bagi kehidupan demokrasi di Tanah Air,” tuturnya.
Dengan putusan itu, ia menegaskan, tidak ada dualisme di tubuh Partai Demokrat. Ketua Umum Partai Demokrat yang sah adalah Agus Harimurti Yudhoyono.
Dengan putusan itu, tidak ada dualisme di tubuh Partai Demokrat. Ketua Umum Partai Demokrat yang sah adalah Agus Harimurti Yudhoyono.
Secara pribadi, Agus juga mengapresiasi kesetiaan, loyalitas, soliditas, kerja keras, dan dedikasi dari para pimpinan, pengurus partai mulai dari DPP, DPD, DPC, ranting sampai dengan anak ranting. Secara khusus, ia mengapresiasi seluruh ketua DPD dan ketua DPC sebagai pemilik suara yang sah.
“Mereka telah menjaga integritasnya dalam mempertahnkan kehormatan, kedaulatan, dan eksistensi Partai Demokrat di 34 provinsi dan 524 kabupaten/kota,” ucap Agus.
Peristiwa KLB ilegal ini, lanjut Agus, telah menjadi ancaman serius bagi perkembangan demokrasi dan agenda regenerasi kepemimpinan di parpol-parpol di Indonesia. Menurut dia, upaya untuk membangun partai dan memperjuangkan demokrasi tidak bisa instan, melainkan membutuhkan kerja keras dan kegigihan.
“Sementara itu, tak sedikit orang-orang yang berusaha mencari jalan pintas, menjalankan segala cara, menghalalkan segala cara termasuk melakukan pembegalan dan perampokan parpol dengan cara-cara yang tidak etis, ilegal, dan inkonstitusional,” kata Agus.
Untuk semakin memperkokoh soliditas internal Demokrat di daerah-daerah, pada akhir minggu ini, Agus menuturkan bahwa dirinya akan kembali berkeliling nusantara.
Ketua Fraksi Demokrat DPR Edhie Baskoro Yudhoyono, yang akrab dipanggil Ibas, menambahkan bahwa perjuangan Demokrat tidak hanya berhenti sampai di sini, tetapi akan tetap konsisten mengawal dan memperjuangkan kepentingan rakyat. “Pekerjaan dan perjuangan kami masih panjang,” ucapnya.
Kuasa hukum Demokrat, Donal Fariz, pun menegaskan, keputusan penolakan pengesahan oleh Menkumham ini sekaligus mempertegas AHY sebagai Ketua Umum Demokrat yang sah dan diakui oleh negara. Selain itu, pemerintah menegaskan bahwa AD/ART yang sah adalah Surat Keputusan Menkumham Nomor: M.MH-09.AH.11.01 Tahun 2020 Tentang Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Demokrat.
“Moeldoko dan kawan-kawan tidak lagi diperbolehkan menggunakan atribut dan mengatasnamakan Partai Demokrat untuk hal apapun. Jika tidak mengindahkan, maka dapat dipastikan akan berurusan dengan hukum,” katanya.
Gugat ke pengadilan
Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat Pimpinan Moeldoko, Saiful Huda Ems, melalui keterangan tertulis yang diterima Kompas, menyampaikan, DPP Partai Demokrat pimpinan Moeldoko menghormati keputusan yang diambil oleh pemerintah terkait kepengurusan Partai Demokrat.
“Ini membuktikan bahwa tidak ada sama sekali intervensi pemerintah dalam persoalan internal Partai Demokrat,” kata Saiful.
Ia menjelaskan, negara Indonesia telah mengatur dengan sangat rapih terkait sistem penyelesaian konflik partai. Di antaranya, ada mekanisme penyelesaian melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Pengadilan Negeri (PN). Berbagai mekanisme hukum itu akan ditempuh kubu Moeldoko.
“Mekanisme hukum itu Insya Allah akan kami tempuh untuk mendapatkan keadilan sekaligus mengembalikan marwah Partai Demokrat sebagai partai modern, terbuka, dan demokratis, menjadi rumah besar bagi seluruh rakyat Indonesia,” tutur Saiful.
Posisi sulit
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor berpandangan, keputusan pemerintah yang menolak pengesahan kepengurusan hasil KLB di Deli Serdang, merupakan suatu hal yang melegakan di tengah kisruh Partai Demokrat karena pemerintah mampu bersikap secara proprosional dan objektif dalam melihat situasi dan menyelesaikan konflik parpol ini dengan berpegang pada ketentuan perundang-undangan.
“Pemerintah tentu saja juga berkepentingan untuk menolak tuduhan yang selama ini sebetulnya oleh beberapa kalangan terutama pengamat yang juga memang mencoba melihatnya beyond Moeldoko, artinya ada pihak pemerintah bermain. Dan ini pemerintah ingin membuktikan bahwa anggapan itu salah bahwa itu mungkin memang manuver Moeldoko sendiri,” tutur Firman.
Ia pun melihat, dengan putusan ini, pemerintah sebenarnya telah mendapat keuntungan. Pertama, pemerintah berhasil menunjukkan bahwa langkah yang dilakukan cukup objektif sehingga memperbaiki citra yang lalu di mana pemerintah dianggap berpihak pada salah satu pihak. Lagi pula, posisi pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin saat ini sudah aman dengan mayoritas partai koalisi di parlemen.
“Jadi, saya kira ini, bisa dikatakan, bukan cuci tangan. Tetapi, ini memang situasi yang tidak menguntungkan kalau ini diteruskan bagi siapapun yang memang terkait dengan upaya penguasa. Saya cukup yakin untuk mengatakan, bahwa kasus ini beda dengan Golkar dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan), karena pada waktu itu, memang baru mau berdiri pemerintahan Pak Jokowi sehingga sangat membutuhkan dukungan yang solid dari DPR. Tetapi, kalau sekarang, kan, situasinya sudah sangat established. Tidak diperlukan, bahkan akan merugikan citra pemerintah (kalau mengesahkan hasil KLB),” tutur Firman.
Lagi pula, lanjut Firman, kubu Moeldoko berada dalam posisi sulit karena penyelenggaraan KLB juga tidak memiliki dasar hukum. Namun, ia meyakini, kubu KLB tidak akan menyerah begitu saja. Mereka mungkin akan terus menempuh langkah hukum, atau mungkin menciptakan parpol sendiri.
”Ya, kita lihat, mereka bisa bertahan atau tidak. Tetapi, kalau toh mau dilanjutkan (ke pengadilan), saya kira itu akan buang-buang waktu. Karena, ya, sudah sulit posisinya untuk bisa menjadi partai yang sah,” ucapnya.