Informasi yang ditelusuri "Kompas", selain Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, sejumlah pendiri Demokrat "roadshow" ke sejumlah pejabat. Namun, tampaknya yang ”mencantol” hanya Moeldoko.Lalu, apa kata Moeldoko ke Kompas?
Oleh
SUHARTONO/NINA SUSILO
·3 menit baca
Tak lama setelah surat dari Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono diterima Kementerian Sekretariat Negara, Kamis (4/2/2021), Menteri Sekretaris Negara Pratikno langsung melaporkannya kepada Presiden Joko Widodo. Presiden Jokowi tak terlalu terkejut. Presiden menganggap isi surat AHY itu urusan Partai Demokrat sehingga tak ingin menanggapinya.
Pratikno pun diminta mengeluarkan pernyataan. ”Kami rasa, kami tidak perlu menjawab surat tersebut karena itu adalah dinamika internal Partai Demokrat. Itu adalah perihal rumah tangga internal Partai Demokrat yang semuanya sudah diatur di anggaran dasar dan anggaran rumah tangga,” ujar Pratikno lewat Youtube Sekretariat Presiden.
Presiden Jokowi tak terkejut saat menerima laporan Pratikno karena sudah membaca berita terkait keterlibatan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang disebut akan mengambil alih kepemimpinan Demokrat. ”Waktu pertama baca beritanya, Presiden memang terkejut, tetapi tidak mau menanggapi,” ujar pejabat di Istana Kepresidenan.
Pratikno yang dikonfirmasi menjawab singkat lewat Whatsapp, ”Itu urusan internal, saya tak bisa berkomentar.” Ia membenarkan bahwa Presiden menyuruh Moeldoko menjelaskan sendiri kepada publik apa yang terjadi.
Berita terkait kemelut internal Demokrat memang cukup mencolok. Kepala Badan Komunikasi Strategis Demokrat Herzaky Mahendra, Senin (1/2) malam, jelas menuding Moeldoko.
”Berdasarkan pengakuan, kesaksian, dari BAP (berita acara pemeriksaan) sejumlah (unsur) pimpinan tingkat pusat dan daerah Partai Demokrat yang kami dapatkan, mereka dipertemukan dengan KSP (Kepala Staf Kepresidenan) Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024,” ujarnya. Saat jumpa pers AHY juga menuding keterlibatan ”pejabat penting di lingkar kekuasaan terdekat Presiden Joko Widodo”.
Informasi yang ditelusuri Kompas, selain Moeldoko, sejumlah pendiri Demokrat memang roadshow ke sejumlah pejabat, di antaranya Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dan pejabat lainnya. Namun, tampaknya yang ”mencantol” hanya Moeldoko.
”Memang ada yang menemui Pak Luhut, tetapi tak ada urusan dengan partai,” ujar Atmadji Sumarkidjo, Staf Khusus Luhut.
Kini, tampaknya Moeldoko telanjur basah karena berbagai tudingan. ”Pak Moeldoko sekarang ngamuk jadi telanjur basah (memimpin),” ungkap pejabat di lingkungan Istana.
Di awal, saat maraknya pemberitaan soal kisruh di Demokrat, Moeldoko disebutnya sudah melapor ke Presiden. ”Presiden tak melarang, tetapi juga tak mendorong (mengambil alih) karena itu hak pribadi Pak Moeldoko,” ujar pejabat itu.
Saat kunjungan kerja ke Serang, baru-baru ini, Moeldoko juga disebut telah melapor ke Presiden soal keseriusannya karena diminta kader dan pendiri Demokrat hadir di Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat di Deli Serdang,
Sumatera Utara. ”Presiden, lagi-lagi, tak melarang, tetapi juga tak mendorong. Karena Presiden tahu itu hak politik Pak Moeldoko, asalkan Pak Moeldoko tak menggunakan fasilitas dan jabatannya,” ujar pejabat itu.
Ketika isu keterlibatan Moeldoko dalam upaya pengambilalihan Demokrat dimunculkan pertama kali oleh kubu AHY, Moeldoko sempat menepisnya meskipun mengaku beberapa kali menerima kader dan eks kader Demokrat.
”Mereka pada curhat, ya, dengerin saja saya. Sebenarnya prihatin melihat situasi itu karena saya juga bagian yang mencintai Demokrat,” katanya (Kompas, 2/2). Moeldoko lantas menampilkannya di display picture WA-nya, ”Aku ngopi-ngopi, kenapa ada yang grogi.”
Seusai KLB Demokrat, Senin (8/3), Moeldoko kepada Kompas menyatakan, ”Dari awal saya katakan, tidak ada urusannya dengan Istana. Saya pernah sampaikan, ’jangan sedikit-sedikit selalu dituduh Istana (terlibat)’ karena ini hak politik pribadi saya.”
Sementara Pratikno menyatakan, ”Presiden dan saya tidak tahu kalau ada KLB Demokrat. Presiden tidak dilaporkan, saya juga tidak.” Lantas bagaimana solusinya? ”Biarlah hukum yang menyelesaikannya,” jawab Pratikno.