Polisi Janji Transparan Tangani Kasus Bentrokan FPI-Polisi
Proses terhadap tiga anggota Kepolisian Daerah Metro Jaya yang berstatus sebagai terlapor dalam kasus bentrokan FPI-polisi belum tuntas. Bareskrim masih mencari bukti permulaan yang cukup.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menegaskan bahwa kasus terkait bentrokan Front Pembela Islam atau FPI-polisi akan dituntaskan secara profesional dan transparan. Hal itu berupa penghentian kasus penyerangan oleh anggota FPI dan penyelidikan perkara berdasarkan rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono, dalam jumpa pers, Senin (8/3/2021), mengatakan, Kapolri telah menegaskan agar dua kasus terkait bentrokan FPI-polisi diselesaikan secara profesional, transparan, dan akuntabel.
”Yang jelas untuk kasus enam laskar FPI ini ada dua laporan polisi (LP) di sana. Pak Kapolri telah menegaskan bahwa dua kasus tersebut agar diselesaikan secara profesional, transparan, dan akuntabel,” kata Rusdi.
Rusdi mengatakan, LP pertama bernomor 1340 mengenai penyerangan anggota FPI terhadap anggota kepolisian. Sebagaimana telah diketahui, enam tersangka dalam kasus tersebut telah meninggal. Maka, mengacu pada Pasal 109 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyebutkan penyidikan dapat dihentikan demi hukum karena tersangka meninggal, dapat dipastikan penyidikan perkara itu akan dihentikan.
Berikutnya, lanjut Rusdi, adalah LP 0132 mengenai peristiwa meninggalnya empat anggota FPI di KM 51+200 yang merupakan peristiwa berbeda.
Dalam kasus tersebut, terdapat tiga anggota Kepolisian Daerah Metro Jaya yang berstatus sebagai terlapor. Penetapan ketiga anggota polisi sebagai terlapor itu merupakan tindak lanjut rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
”Itu masih berjalan, masih tahap penyelidikan. Tapi, Kapolri sudah menekankan dengan tegas agar perkara diselesaikan secara profesional, transparan, dan akuntabel,” ujar Rusdi.
Direktur Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri Brigjen (Pol) Andi Rian Djajadi mengatakan, terkait kasus dengan terlapor tiga anggota kepolisian tersebut, pihaknya masih dalam tahap penyelidikan untuk mendapatkan bukti permulaan yang cukup. Saat ini bukti permulaan tersebut tengah disusun dan dilengkapi.
Secara terpisah, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, berpandangan, dalam hal kasus bentrokan FPI-polisi di Km 50, penyidik menetapkan enam laskar FPI sebagai tersangka dengan mengacu pada Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Penetapan tersangka bisa terjadi jika dalam pengembangan penyidikan kasus diperoleh bukti yang cukup.
Meski demikian, menurut Poengky, penyidik semestinya mencari enam orang laskar FPI lainnya yang melarikan diri. Mereka semestinya diproses hukum jika diduga terlibat penyerangan terhadap petugas.
Di sisi lain, lanjut Poengky, publik masih perlu mendapat penjelasan dari Polri mengenai alasan penetapan enam orang yang sudah meninggal tersebut sebagai tersangka meski akhirnya dihentikan.
”Penjelasan dari Polri masih kurang dipahami publik karena merupakan bahasa hukum, jadi perlu diperjelas agar publik paham,” kata Poengky.
Poengky berharap agar kasus unlawful killing oleh oknum polisi yang merupakan tindak lanjut dari rekomendasi Komnas HAM segera dapat ditingkatkan menjadi penyidikan. Dengan demikian, penyidik dapat segera menetapkan tersangka dalam kasus itu.