Kasus Tewasnya Anggota Laskar FPI, Komnas HAM: Polisi Diduga Melanggar HAM
Hasil investigasi Komnas HAM atas bentrokan FPI-Polri yang menewaskan enam anggota FPI menemukan adanya dugaan pelanggaran HAM oleh polisi. Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis membentuk tim khusus untuk mengusutnya.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·6 menit baca
Kompas/Heru Sri Kumoro
Komisioner Komnas HAM menyampaikan keterangan kepada wartawan terkait hasil investigasi Tim Penyelidik Komnas HAM dalam kasus kematian enam anggota laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Kamis (8/1/2021), di Kantor Komnas HAM, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mengatakan ada sejumlah faktor pemicu yang menyebabkan tewasnya enam anggota Laskar Front Pembela Islam saat bentrokan FPI dan polisi di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 40, 7 Desember lalu. Di sisi lain, tindakan polisi, terutama kepada empat anggota laskar, diduga melanggar hak asasi manusia.
Ketua tim penyelidikan Komnas HAM dalam insiden tersebut, Choirul Anam, dalam keterangan kepada media, Jumat (8/1/2021), mengatakan, setelah serangkaian investigasi selama satu bulan, Komnas HAM menyimpulkan pokok-pokok perkara dalam insiden tersebut.
Kesimpulan didapatkan dari peninjauan lokasi, keterangan saksi dan keluarga korban, keterangan ahli, pemeriksaan barang bukti berupa rekaman CCTV jalan tol dan rekaman suara percakapan (voice notes), dan sebagainya.
Dalam merekonstruksi kejadian, Komnas HAM mencocokkan rute perjalanan rombongan pemimpin FPI, Rizieq Shihab, dari Sentul, Bogor, menuju Karawang, Jawa Barat. Rute perjalanan itu dicocokkan dengan rekaman CCTV, baik jalan tol maupun tempat-tempat di sekitar lokasi kejadian.
Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam (kiri) dan Beka Ulung Hapsara (kanan), berbincang dengan pegawai Komnas HAM sebelum memulai penyampaian keterangan terkait hasil investigasi Tim Penyelidik Komnas HAM dalam kasus kematian enam anggota laskar FPI di Jalan Tol Jakarta-Cikampek, Kamis (8/1/2021), di Kantor Komnas HAM, Jakarta.
Komnas HAM juga menyelidiki ratusan percakapan saksi dan korban yang direkam melalui aplikasi voice notes pesan singkat. Rekaman percakapan itu ditranskrip secara manual, kemudian dikonfirmasi kepada saksi yang masih hidup. Dari situ, penyidik memperoleh konteks peristiwa, baik dari sisi kronologi maupun rentetan eskalasi kejadian. Tahapan ini memberikan titik terang dalam proses investigasi.
Hasilnya terdapat tahapan eskalasi kejadian dalam peristiwa itu. Sejak keluar dari kompleks perumahan di Sentul, rombongan Rizieq Shihab, yang dikawal oleh laskar FPI, telah mengetahui bahwa mereka dibuntuti oleh polisi. Pembuntutan dilakukan penyidik Polda Metro Jaya sebagai bagian dari proses penyelidikan kasus pelanggaran protokol kesehatan dengan tersangka Rizieq. Kala itu, Rizieq beberapa kali dipanggil untuk dimintai keterangan ke Polda Metro Jaya, tetapi tak pernah hadir.
Dalam perjalanan dari Sentul ke Karawang, Rizieq dan rombongan menggunakan sembilan mobil. Berdasarkan keterangan versi polisi, awalnya, polisi hanya sesekali mendekati rombongan, untuk memastikan target pembuntutan, yaitu Rizieq, berada dalam iring-iringan mobil. Saat itu, belum ada gesekan sama sekali antara polisi dan iring-iringan pengawal Rizieq.
”Dari analisis rekaman CCTV dan voice notes, di menit-menit awal, belum ada gesekan apa-apa meskipun rombongan Rizieq mengetahui bahwa mereka dikuntit oleh polisi. Dalam rekaman suara terdengar bahwa ada arahan agar mobil penguntit (polisi) dipepet terus agar jangan sampai berada di depan mobil Rizieq,” ujar anggota Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, saat jumpa pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Kamis (8/1/2021).
Kemudian, saat sampai di Gerbang Tol Karawang Timur, rombongan Rizieq sebenarnya sudah terpisah dari mobil penguntitnya. Hanya dua mobil milik laskar FPI yang tertinggal di belakang. Tujuh mobil lainnya, termasuk mobil Rizieq, telah melaju cepat ke arah Kota Karawang.
Namun, sesampainya di sekitar Hotel Swiss Bellin Karawang, dua mobil laskar FPI ini justru memperlambat kecepatan dan menunggu mobil polisi yang berada di belakang. ”Di sinilah mulai terjadi eskalasi tinggi. Mobil laskar FPI saling serempet dengan mobil polisi yang menguntit rombongan. Sebenarnya, ada kesempatan bagi laskar FPI untuk meninggalkan polisi, tetapi mereka memilih menunggu,” kata Choirul.
Temuan tersebut, kata Choirul, menjadi menarik karena menjelaskan secara utuh rangkaian peristiwa. Fakta tersebut dianggap memiliki kedudukan yang penting. Sebab, jika tidak terjadi proses menunggu, insiden selanjutnya, yaitu tewasnya para anggota FPI, tidak akan terjadi.
Terkait dengan aksi saling tembak antara laskar dan polisi, Choirul juga mengatakan ada fakta di lokasi kejadian dan uji balistik yang mengonfirmasi itu.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Foto-foto dari potongan rekaman kamera pemantau atau CCTV di jalan tol ditampilkan saat penyampaian keterangan kepada wartawan, Kamis (8/1/2021).
Hal itu terkonfirmasi dari pecahan kaca, proyektil, dan selongsong peluru di sekitar lokasi kejadian, tepatnya Jalan Internasional Karawang Barat hingga Jalan Tol Cikampek Kilometer 49. Di titik itu, laskar FPI diduga menyerang petugas dengan senjata jenis rakitan.
Meskipun FPI tidak mengakui kepemilikan senjata itu, hasil temuan selongsong dan proyektil di lokasi cocok dengan senjata jenis revolver yang disita polisi. Namun, temuan itu masih perlu ditindaklanjuti untuk memastikan siapa pemilik dan pengguna senjata.
Pelanggaran HAM
Investigasi Komnas HAM juga menemukan fakta bahwa tewasnya enam anggota FPI terjadi dalam dua peristiwa yang berbeda. Di lokasi pertama, Jalan Internasional Karawang Barat hingga Kilometer 49 Tol Cikampek, ada dua anggota laskar yang meninggal. Mereka tewas saat polisi dan anggota FPI kejar-kejaran, bahkan saling serang dengan senjata api.
Adapun untuk peristiwa di Kilometer 50 Tol Cikampek, empat anggota laskar masih dalam kondisi hidup saat dibawa petugas. Mereka tewas saat berada di dalam mobil dan dalam penguasaan polisi. Sementara itu, informasi yang didapatkan Komnas HAM, hanya satu versi, yaitu dari kepolisian. Empat anggota laskar ini dianggap melawan dan membahayakan keselamatan petugas sehingga dilakukan tindakan tegas dan terukur.
Kompas/Riza Fathoni
Pemimpin Front Pembela Islam (FPI), Muhammad Rizieq Shihab, didampingi tim pengacaranya tiba di Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum Markas Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Sabtu (12/12/2020). Kedatangan Rizieq untuk memenuhi panggilan penyidik atas kasus dugaan pelanggaran protokol kesehatan.
”Penembakan sekaligus terhadap empat orang dalam satu waktu ini menunjukkan tidak ada unsur kehati-hatian. Ada indikasi unlawfull killing yang merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia,” terang Choirul.
Komnas HAM juga menemukan ada kejanggalan di Km 50 Tol Cikampek ini. Di titik itu, ada informasi kekerasan, pembersihan darah di mobil dan sekitar lokasi, pengambilan rekaman CCTV di warung, serta perintah penghapusan dan pemeriksaan ponsel warga di sekitar kejadian. Kejadian diketahui berada di dekat rest area. Selain itu, warga yang mendekat di lokasi juga mengaku diberi tahu bahwa kasus tersebut terkait narkoba dan terorisme.
Berbekal hasil investigasi itu, Komnas HAM merekomendasikan agar kasus dilanjutkan ke penegakan hukum dengan mekanisme pengadilan pidana. Ini bertujuan untuk mendapatkan kebenaran materiil lebih lengkap dan menegakkan keadilan. Komnas HAM juga mendesak proses penegakan hukum secara akuntabel, obyektif, dan transparan.
”Laporan penyelidikan dan rekomendasi ini akan kami sampaikan kepada Presiden dan Menko Polhukam. Komnas HAM berharap peristiwa kematian enam anggota FPI dapat diusut secara transparan,” kata Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Kepala Polri Jenderal (Pol) Idham Azis memberikan keterangan seusai pertemuan dengan komisioner KPK di Gedung KPK, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Bentuk tim khusus
Menyusul keluarnya hasil investigasi Komnas HAM itu, Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono mengungkapkan, Polri membentuk tim khusus yang terdiri dari Bareskrim Polri, Divisi Hukum Polri, dan Divisi Propam Polri untuk menindaklanjuti. ”Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis merespons dengan menginstruksikan membentuk tim khusus untuk menindaklanjuti temuan Komnas HAM,” katanya.
Tim dijanjikan akan menindaklanjuti temuan Komnas HAM secara profesional dan transparan. ”Tentu tim khusus ini akan bekerja maksimal, profesional, dan terbuka dalam mengusut oknum polisi terkait kasus itu,” ujar Argo.
Namun, Argo juga menyampaikan bahwa hasil penyelidikan Komnas HAM menunjukkan laskar FPI membawa senjata api ketika bentrokan terjadi. Ini dilarang oleh undang-undang. Bahkan, kata Argo, terjadi aksi saling tembak dan benturan fisik karena anggota laskar FPI melawan petugas.
”Menurut Komnas HAM, penembakan oleh Polri dilakukan oleh petugas lapangan dan tanpa perintah atasan sehingga Komnas HAM merekomendasikan dibawa ke peradilan pidana sesuai UU Nomor 39 Tahun 1999, bukan ke pengadilan HAM menurut UU Nomor 26 Tahun 2000,” tambahnya.
Terkait hasil investigasi itu, Kompas juga telah coba menghubungi eks Sekretaris Umum FPI Munarman serta kuasa hukum FPI, yaitu Sugito Prawiro dan Aziz Yanuar. Namun, hingga berita ini terbit, belum ada yang merespons.