Densus 88 Tangkap 12 Orang, Kemampuan JI Diwaspadai
Sebanyak 12 anggota Jama\'ah Islamiyah ditangkap Densus 88 Antiteror Polri. Mereka telah mengadakan latihan bela diri, menyiapkan bungker, dan senjata rakitan. JI dinilai punya kemampuan bertahan lebih unggul dari JAD.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Kepolisian Negara RI menangkap 12 tersangka tindak pidana terorisme di Jawa Timur. Mereka disebut telah mempersiapkan diri untuk melakukan aksi.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rusdi Hartono, Senin (1/3/2021), mengatakan, Densus 88 Antiteror telah menangkap 12 orang yang merupakan tersangka tindak pidana terorisme yang berasal dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI) pada 26 Februari lalu. Mereka ditangkap di beberapa tempat, yakni 8 orang di Sidoarjo, 2 orang di Surabaya, 1 orang di Mojokerto, dan 1 orang di Malang.
Kedua belas orang yang menamakan diri sebagai kelompok Fahim itu adalah UBS alias F, TS, AS, AIH alias AP, BR, RBM, Y, F, ME, AYF, RAS dan MI. Kesemuanya berjenis kelamin laki-laki.
Dari penangkapan tersebut, petugas mengamankan barang bukti berupa 50 butir peluru kaliber 9 milimeter, 1 pistol rakitan jenis FN, 4 buah bendera daulat, 8 buah pisau, 2 buah samurai, 3 buah golok, dan senjata tajam lain berbentuk busur.
”Mereka telah melakukan aktivitas-aktivitas berupa latihan bela diri dan mereka juga sudah merancang bungker yang akan digunakan untuk kegiatan pembuatan senjata maupun bom rakitan,” kata Rusdi.
Selain itu, lanjut Rusdi, mereka juga telah mempersiapkan tempat penyimpanan senjata dan tempat pelarian setelah melakukan aktivitas terorisme. Mereka disebutkan terus mengembangkan kemampuan untuk membuat senjata dan merakit bom. Yang terpenting adalah mereka telah berencana melakukan aksi teror.
Mereka telah melakukan aktivitas-aktivitas berupa latihan bela diri dan mereka juga sudah merancang bungker yang akan digunakan untuk kegiatan pembuatan senjata maupun bom rakitan. (Rusdi Hartono)
Menurut Rusdi, hingga saat ini Densus 88 Antiteror Polri masih mendalami keterkaitan kelompok ini dengan Upik Lawanga, pentolan JI yang telah ditangkap Densus 88 Antiteror Polri tahun lalu. Petugas juga masih mendalami bentuk dan sasaran aksi teror yang direncanakan.
”Untuk masalah peluru ini masih didalami sumbernya dari mana oleh Densus 88. Yang jelas mereka melihat peluang. Ketika peluang untuk mendapatkan senjata pabrikan itu sulit, mereka senantiasa mengembangkan kemampuan yang ada dalam kelompok itu,” ujar Rusdi.
Terkait sumber pendanaan, kelompok JI mendapatkan dana dari iuran anggota sebesar 5 persen dari pendapatan mereka. Selain itu, lanjut Rusdi, JI juga mendapatkan dana dari kotak amal sebagaimana pernah diungkapkan aparat sebelumnya.
Secara terpisah, Direktur International Association for Counterterrorism and Security Professionals Indonesia Rakyan Adibrata berpandangan, aparat penegak hukum dan pemerintah telah menyadari sepenuhnya bahwa JI jauh lebih berbahaya dibandingkan kelompok teror Jamaah Ansharut Daulah (JAD) dalam jangka panjang. Sebab, JI memiliki kemampuan bertahan yang sudah terbukti lebih unggul dibandingkan anggota JAD yang dinilai tergolong karbitan dan tidak terlatih. Selama ini, JI membentuk anggotanya baik secara fisik maupun ideologi.
JI memiliki kemampuan bertahan yang sudah terbukti lebih unggul dibandingkan anggota JAD yang dinilai tergolong karbitan dan tidak terlatih. Selama ini, JI membentuk anggotanya baik secara fisik maupun ideologi.
Hal itu dapat dilihat dari perkembangan JI ketika di bawah kepemimpinan Para Wijayanto. Pada saat itu, JI dinilai sukses membangun organisasi yang jauh dari aksi teror dan tidak terdeteksi radar aparat penegak hukum. Aparat saat itu disibukkan menangani aksi teror yang bersifat sporadis dari simpatisan Negara Islam Irak Suriah (NIIS/ISIS). Adapun Para Wijayanto ditangkap Densus 88 Antiteror pada 2019.
Menurut Rakyan, JI dinilai berhasil mengembangkan struktur organisasi maupun sumber pendanaan secara internal. Karakter disiplin tersebut membuat JI lebih mampu bertahan termasuk untuk beberapa tahun kedepan. Hal inilah yang selalu diwaspadai aparat penegak hukum.
”Potensi amaliyah dari JI itu bukan soal bisa atau tidaknya mereka melakukannya, tetapi soal kapan. Maka itu, adalah langkah yang tepat bagi pemerintah melakukan penegakan hukum kepada jaringan terorisme ini dengan tidak hanya fokus kepada ISIS semata,” kata Rakyan.