Penangkapan Terduga Teroris di Malang: Deteksi Berbasis Kultural Warga Harus Dihidupkan Lagi
Rekam jejak Malang Raya di dunia terorisme kembali muncul. Itu terkait ditangkapnya pria asal Perumahan Mondoroko, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (26/2/2021) siang. Deteksi dini secara kultural sangat dibutuhkan.
MALANG, KOMPAS — Rekam jejak wilayah Malang Raya di dunia terorisme kembali muncul, terkait penangkapan seorang pria di Perumahan Mondoroko, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Jumat (26/2/2021) siang, yang diduga terkait terorisme. Sebagai antisipasi, deteksi dini masyarakat berbasis kultural diharapkan kembali dihidupkan.
AYR (40-an), warga Perumahan Bumi Mondoroko Raya RT 002 RW 014, ditangkap tim Densus 88 Antiteror Kepolisian RI pada Jumat siang. Penangkapan itu rangkaian penangkapan 12 terduga teroris di empat wilayah yakni Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Malang.
”Hari Jumat selepas shalat Jumat, saya dikabari salah satu pengurus RT bahwa ada banyak polisi mensterilkan daerah RT di sini. Pengurus RT yang saya minta untuk melihat situasi pun tidak boleh keluar rumah. Jadi tidak ada warga kami yang tahu prosesnya dan hingga kini kami masih mencari tahu kondisi warga kami itu,” kata Ketua RT 002 RW014 Perumahan Bumi Mondoroko Raya Heran Subagio (51), Sabtu (27/2/2021) di Malang.
Baca juga : Bukan Rumah bagi Terorisme
Menurut Heran, ia kaget mengetahui bahwa AYR ditangkap atas dugaan terlibat terorisme. Sebab, selama ini AYR adalah sosok pria aktif dalam kepengurusan RT dan tidak menutup diri dengan tetangga sekitar.
”Jika selama ini terduga teroris digambarkan orangnya tertutup dan tidak bergaul, Pak A ini tidak. Beliau salah satu pengurus RT saya. Beliau rajin juga mengikuti rapat RT bulanan. Sikap dan sifatnya, serta penampilan fisik, bahkan tidak seperti gambaran umum yang ada selama ini,” kata Heran yang menjadi ketua RT sejak September 2019.
Warga setempat
Menurut Heran, AYR tinggal di perumahan tersebut bersama istri dan empat anaknya. ”Awalnya beliau tinggal di sini memang mengontrak. Namun kini rumah yang ditempatinya sudah milik sendiri. Beliau sudah tinggal di sini sekitar 15 tahun lamanya. Dan selama itu, tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan ke arah kegiatan terorisme,” katanya.
AYR dan istrinya, sehari-hari membuka les bimbingan belajar. Namun oleh karena pandemi, maka menurut Heran, saat ini mereka juga berjualan secara online.
”Seusai peristiwa itu, yang bisa kami lakukan adalah menguatkan keluarganya. Dan baru saja, keluarga Pak A menjemput istrinya. Sehingga rumah mereka saat ini kosong,” kata Heran.
Hingga kini, keterangan resmi dari aparat terkait penangkapan AYR pun belum diterima oleh warga setempat.
Baca juga : Polisi Dikabarkan Tangkap Tiga Orang di Malang
Adapun Kabid Humas Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko membenarkan penangkapan terduga teroris di empat wilayah, yakni Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan Malang. Penangkapan berlangsung Jumat oleh tim Densus 88 Antiteror Polri. Sebanyak 12 orang yang ditangkap di empat wilayah tadi telah dibawa ke Jakarta untuk diinterogasi.
Gatot tidak bersedia membuka keterkaitan keempat orang yang ditangkap itu dengan jaringan teroris mana. ”Bukan kewenangan kami untuk memberikan informasi itu,” katanya.
Wilayah Malang Raya selama ini hampir selalu tersangkut berbagai penangkapan terduga teroris. Hampir setiap tahun, ada warga Malang Raya ditangkap terkait dugaan keterlibatan dengan kasus terorisme baik kegiatan teror di dalam negeri maupun luar negeri (NIIS).
Arti tradisi itu adalah menjalin kedekatan dengan tetangga dengan cara mengirim hantaran makanan. Ini akan menjadikan warga mengenal tetangga dengan baik sehingga saat ada anomali, maka akan terasa. (Yusli Effendi)
April 2020, seorang warga Desa Sudimoro, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, ditangkap oleh Densus 88 di Surabaya. Oktober 2019, polisi juga menangkap suami istri di Perumahan Jalan Papa Biru, Lowokwaru, Kota Malang.
Pada Mei 2018, polisi juga menangkap K (41), warga yang mengontrak di RT 026 RW 009 Dusun Turirejo, Desa Kepuharjo, Karangploso, Kabupaten Malang. Pria yang sehari-hari berjualan tahu itu ditangkap dan rumahnya digeledah. Polisi menyita sejumlah barang dari rumah tersebut.
Simpatisan
Pada Juni 2017, SM, penjual baju asal Singosari juga ditangkap tim Detasemen Khusus 88. SM diduga menjadi simpatisan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) pada tahun 2013-2014. Penangkapan SM merupakan rentetan penangkapan sejumlah terduga teroris di Temanggung Jawa Tengah, Surabaya, dan Malang.
SM lelaki kelahiran Jember yang pada 2013-2014 pernah berangkat ke Suriah dan masuk menjadi anggota NIIS. Ayah dua anak itu selama 6 bulan pernah berangkat ke Suriah dan kembali ke Indonesia pada 2014.
Berdasar catatan Kompas, simpatisan NIIS asal Malang tercatat sudah beberapa orang. Di antaranya adalah Helmi Alamudi alias Abu Royan (Yayasan Mega Mendung Pisang Candi), Abdul Hakim Munabari alias Abdul Umar (Kauman), dan Junaedi (Bumiayu). Ketiganya terlebih dahulu ditangkap Detasemen Khusus 88.
Helmi Alamudi sudah divonis 3 tahun 6 bulan pada 2016. Sementara Abdul Hakim Munabari dan Junaedi divonis 3 tahun atas keterlibatannya sebagai simpatisan NIIS di Suriah.
Di Suriah, ketiganya mejadi pengikut Salim Mubarok Attamimi alias Abu Jandal, panglima NIIS asal Indonesia, yang pernah menantang panglima TNI melalui situs internet. Helmi diduga sebagai fasilitator pemberangkatan anggota NIIS Jawa Timur ke Suriah. Sementara SM, dideteksi oleh Densus 88 melaui akun Youtube mujahid Indonesia, sedangkan mengenakan kaus Indonesian Army serta memegang senjata laras panjang.
Sebagaimana Junaedi, SM pulang ke Tanah Air pada 2014. Ia pulang ke Tanah Air setelah tidak menemukan apa yang dijanjikan oleh Abu Jandal selama di Suriah. Junaedi sebelumnya mengaku berangkat ke Suriah seusai bertemu dengan Abu Jandal di salah satu pengajian di Malang.
Saat itu, tukang bakso itu tertarik dengan iming-iming gaji besar serta mengabdikan hidupnya untuk kepentingan kemanusiaan di Suriah, sebagaimana dikatakan oleh Abu Jandal.
Baca juga : Jaringan Lama Rancang Aksi Teror Baru dari Bangil
Adapun pada Februari 2016, lima terduga teroris ditangkap Detasemen Khusus 88, Jumat di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso. Mereka yang diduga terkait teror bom Thamrin, Januari 2016, itu meliputi Achmad Ridho Widjaya serta Rudi Hadianto warga Griya Permata Alam.
Selain itu, juga Muhammad Romli warga Kecamatan Dau, Abugar alias Badrodin warga Cilacap yang menempati rumah di Perum Green Hills Karangploso, Handoko warga RT 007 RW 006 Poncokusumo, serta Aidin Suryana (AS) alias Aji alias Abu Zulan (30).
AS dikenal sebagai penyokong dana kelompok teroris tersebut. AS mendapat uang dari hasil mencuri kendaraan bermotor. AS ditangkap sebelum lima teroris lain tertangkap. AS awalnya ditangkap hanya sebagai pelaku curanmor.
Yang paling melekat di ingatan banyak orang adalah kasus penggerebekan gembong teroris Dr Azahari Cs di Kota Batu pada November 2005. Di Kota Wisata tersebut, Azahari Cs berhasil ditembak mati, tetapi Noordin M Top berhasil melarikan diri dan tewas saat penggerebekan di Jebres, Solo, tahun 2009.
Lebih jauh, kisah terorisme dengan melibatkan orang Malang sudah terjadi sebelum itu. Tepatnya adalah pengeboman Candi Borobudur pada tahun 1985, yang dilakukan oleh Alhabsyi Cs. Alhabsyi adalah orang Malang. Mereka mengebom Candi Borobudur atas kekecewaan terhadap aparat pada peristiwa Tanjung Priok 1984.
Pengamat isu-isu ekstremisme dari Universitas Brawijaya, Yusli Effendi, menduga banyak faktor menjadikan Malang Raya terus saja terkait dengan rangkaian isu terorisme. Dua hal disoroti Yusli sebagai penyebabnya, yaitu faktor topografi dan faktor sosial masyarakat Malang Raya yang kian majemuk.
Jika selama ini terduga teroris digambarkan tertutup dan tidak bergaul, A tidak. Beliau salah satu pengurus RT dan rajin ikut rapat bulanan. Sikap dan sifatnya, serta penampilan fisik, bahkan tidak seperti yang ada selama ini. (Heran)
Menurut dia, topografi Malang bergunung-gunung dan dengan kawasan dengan pelosok-pelosok sangat disukai. Terbukti, beberapa hotspot area yang selama ini diminati adalah di wilayah seperti Singosari, Karangploso (lokasi deklarasi pendukung NIIS 2016) Batu.
Selain itu, juga ada petempur NIIS berasal dari Malang Selatan (Sumbermanjing Wetan). Mereka menyukai daerah yang tidak kota, tapi dekat dengan kota. ”Sehingga, mereka akan lebih mudah bersembunyi dan tidak terawasi,” ujarnya.
Pada kasus kelompok Romli Cs, yang mendeklarasikan mendukung NIIS tahun 2016 di Karangploso, Yusli melihat bahwa semula mereka berusaha membangun basis di masjid di Jalan Veteran Kota Malang. Kemudian, saat kegiatannya tercium, mereka bergeser mencoba masuk ke kampus. Namun, saat aktivitas itu kembali tercium, mereka kemudian memilih membangun basis di Karangploso yang lokasinya tidak jauh dari kota.
”Penyebab kedua adalah warga Malang kini sangat majemuk atau multikulural. Itu jadi daya tarik mereka untuk menyebar paham dan ideologinya. Terbukti, kini kelompok masyarakat yang bisa dimasuki paham-paham radikal itu sangat variatif, tidak lagi terbatas pada kelompok masyarakat ekonomi menengah ke bawah. Masyarakat ekonomi menengah ke atas juga bisa,” kata Yusli.
Baca juga : Perdamaian Harus Terus Diupayakan
Dengan kondisi seperti itu, Yusli berharap deteksi dini kewaspadaan masyarakat terhadap kelompok-kelompok radikal tersebut terus dikuatkan. ”Kampanye dalam artian yang tidak vulgar tetap dibutuhkan. Tetapi pendekatan masyarakat yang mengampanyekan narasi positif menghargai keberagaman itu juga efektif. Dan yang terpenting, kampanye berbasis nilai-nilai kultural Jawa, misalnya, juga harus dihidupkan,” kata Yusli.
Kampanye penguatan nlai-nilai sosial masyarakat berbasis kultur itulah yang menurut Yusli saat ini hilang di masyarakat kita.
”Misalnya tradisi pager mangkok. Pager mangkok itu datang dari nilai-nilai Jawa bahwa daripada kita membangun pagar baja, lebih baik kita bangun pagar mangkok. Arti tradisi itu adalah kita menjalin kedekatan dengan tetangga dengan cara mengirim hantaran makanan. Ini akan menjadikan kita mengenal tetangga kita dengan baik sehingga saat ada anomali maka akan terasa,” katanya.
Menguatkan hubungan sosial antartetangga tersebut, menurut Yusli, akan lebih efektif menjadi upaya deteksi dini. Sebab, dengan terjalinnya keakraban, perubahan terkecil pada orang di sekitar akan terasa. (Dahlia Irawati/Ambrosius Harto Manumoyoso).
Baca juga : ”Ightiyalat” dan Legitimasi ala Joker