DPR Diminta Sensitif di Masa Krisis untuk Batalkan Kunjungan ke Luar Negeri
Surat DPR yang diteken Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin kepada Duta Besar RI di Qatar terkait kunker anggota Komisi I DPR akhir Februari bereder. Di tengah pandemi Covid-19, rencana DPR pun dikritik karena tak sensitif.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Rencana kunjungan kerja yang akan dilakukan oleh Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat ke Qatar dinilai menunjukkan wakil rakyat tidak sensitif di masa pandemi Covid-19. Sekalipun kunker itu ditujukan untuk menjalankan peran pengawasan, DPR seharusnya bijak menimbang urgensi melakukan lawatan ke luar negeri di tengah krisis ekonomi dan kesehatan sebagai dampak dari pandemi Covid-19. Sebaiknya, rencana kunker ke Qatar dibatalkan, dan agenda kunker DPR lainnya ke luar negeri ditiadakan selama Indonesia belum lepas dari pandemi.
Sebelumnya, beredar surat dari DPR kepada Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Qatar yang menerangkan rencana kunker anggota Komisi I DPR, 28 Februari-6 Maret 2021. Surat bernomor PW/01959/DPR RI/II/2021 itu ditandatangani oleh Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. Di sisi lain, Kompas memperoleh informasi bahwa sejumlah staf di Kedutaan Besar RI di Doha, Qatar, menjalani isolasi mandiri karena terpapar Covid-19 (Kompas, 22/2/2021).
Rencana kunker itu pun dibenarkan oleh Wakil Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyahari dan Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar. Agenda kunker sebagaimana tertera di dalam surat ialah melaksanakan fungsi pengawasan terkait pelaksanaan kebijakan pemerintah dan APBN, tugas Dubes RI d Qatar, tugas pelayanan dan perlindungan warga negara Indonesia serta badan hukum Indonesia di luar negeri, serta pertemuan dengan ketua Parlemen Qatar.
Pengajar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (UI) Lisman Manurung, Senin (22/2/2021) di Jakarta mengatakan, sebaiknya setiap pejabat publik memiliki sensitivitas di masa pandemi. Beberapa kegiatan yang di masa normal dapat dilakukan, kini memang harus ditunda atau bahkan dibatalkan jika mensyaratkan adanya pertemuan fisik. Kecuali jika kegiatan itu dapat dilakukan secara daring (online).
"Sekalipun kunker itu ditujukan untuk menjalankan peran pengawasan, DPR seharusnya bijak menimbang urgensi melakukan lawatan ke luar negeri di tengah krisis ekonomi dan kesehatan sebagai dampak dari pandemi Covid-19"
“Sebagai anggota parlemen, saatnya sekarang harus lebih sensitif terhadap rakyat yang tengah menjerit. Sekalipun maksudnya baik, itu (kunker) kan dapat diberi label jalan-jalan ke luar negeri. Sebaiknya dipertimbangkan urgensinya, perlu tidak ke sana di masa pandemi seperti ini,” katanya.
Lisman mengatakan, pemerintah sudah menegaskan kondisi pandemi sebagai situasi darurat, sehingga mobilitas setiap warga dibatasi. Hal itu juga berlaku untuk anggota DPR. Lebih-lebih jika mereka ingin kunker ke luar negeri, harus ada pertimbangan matang kenapa kunker itu harus dilakukan secara fisik. Misalnya, dengan melihat tujuan dan hasil yang ingin dicapai dari kunker itu, serta mengukur risiko yang mungkin timbul di jalan atau negara tujua
“Mereka yang dikunjungi mungkin sebenarnya juga belum tentu siap menerima kedatangan kunker di saat pandemi, apalagi ini datangnya rombongan. Sebab, kalau ada apa-apa kan mereka (staf kedutaan) yang harus bertanggung jawab. Ini perjalanan jauh, bukan seperti perjalanan antardaerah di dalam negeri. Kalau ada apa-apa kan malu,” katanya.
Dalam rangka menjalankan tugas pengawasan, menurut Lisman, sebenarnya DPR dapat melakukannya secara daring. Hal itu pun sudah umum dilakukan oleh pejabat publik, termasuk ketika mengadakan rapat yang memerlukan pengambilan keputusan.
Secara terpisah, Azis Syamsuddin mengatakan, mengenai jadi atau tidaknya kunker ke Qatar, harus dikoordinasikan dengan pimpinan Komisi I DPR. Kunker itu bagian dari tugas pengawasan Komisi I DPR. Namun, Badan Musyawarah (Bamus) DPR telah memberikan rambu-rambu agar setiap pelaksanaan kunker DPR mematuhi syarat protokol kesehatan (prokes).
"Jadi atau tidaknya kunker ke Qatar, harus dikoordinasikan dengan pimpinan Komisi I DPR. Kunker itu bagian dari tugas pengawasan Komisi I DPR. Namun, Badan Musyawarah (Bamus) DPR telah memberikan rambu-rambu agar setiap pelaksanaan kunker DPR mematuhi syarat protokol kesehatan (prokes)"
Perlu anggaran
Sementara itu, Kesekretariatan Jenderal DPR hingga Senin belum menerima surat balasan dari Kedubes RI di Qatar tentang perencanaan dan persiapan kunker. Namun, diakui oleh Sekjen DPR Indra Iskandar, kunker ke Qatar sedang dipertimbangkan untuk dibatalkan.
“Agenda kunker untuk bertemu dengan ketua parlemen itu kan harus pula dikomunikasikan dengan parlemen di sana. Selain itu, kalau ternyata tidak ada izin dari pemerintah Qatar, maka kunker itu tentu tidak bisa dilaksanakan,” ujarnya.
Dari catatan Kesekjenan DPR, setidaknya ada tiga atau empat kali kunker ke luar negeri yang telah dilaksanakan di masa pandemi. Pada 2 November 2020, misalnya, Azis Syamsuddin dan rombongan yang terdiri atas 8 anggota DPR lainnya kunker ke Ukraina, dan bertemu dengan pimpinan parlemen di sana. Selain itu, pada Desember 2020, rombongan Badan Legislasi (Baleg) juga kunker ke Uni Emirat Arab (UEA), serta lawatan lain ke Turki oleh Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP).
“Kunker ke luar negeri DPR memang relatif sedikit, tahun 2020, karena kondisi pandemi. Kunker itu tidak semuanya usulan AKD, karena ada pula yang merupakan undangan dari negara lain. Sebagian besar undangan itu memang kita ikuti secara virtual. Selain itu, pada 2020, anggaran DPR ada pemotongan Rp 230 miliar untuk penanganan pandemi Covid-19,” ungkapnya.
Rencana kunker ke Qatar merupakan kunker pertama yang merupakan usulan pengawasan dari Komisi I. Selama 2020, Komisi I memang tidak melakukan kunker pengawasan untuk kedubes di luar negeri. Secara formal, dibandingkan dengan alat kelengkapan dewan (AKD) yang lain, Komisi I DPR yang membidangi politik luar negeri memang paling sering melakukan kunker ke luar negeri, karena peran pengawasannya. Anggaran yang dialokasikan untuk keperluan itu juga diatur di dalam arah kebijakan umum penggunaan anggaran (AKUPA) yang diputuskan oleh Bamus DPR.
“Bamus juga memberikan aturan, kunker ke luar negeri harus terlebih dulu mendapatkan kepastian dari negara tujuan bahwa wilayah tersebut aman dari Covid-19. Ini harus ada keterangan dari Kementerian Luar Negeri. Kedua, negara bersangkutan harus memberikan penjelasan tertulis tentang diterima atau tidaknya permintaan untuk bertemu parlemen di sana,” katanya.
Khusus rencana kunker ke Qatar, sampai saat ini, belum ada kepastian atau pernyataan dari parlemen di sana mengenai kesediaan menerima DPR. Demikian pula dengan jawaban dari pemerintah Qatar mengenai surat izin masuk dengan kekhususan (exceptional entry permit), juga belum diterima Kesekjenan DPR.
Batalkan kunker
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mengatakan, kunker ke Qatar sebaiknya dibatalkan oleh DPR. Apalagi Kalau Komisi I mau menjalankan pengawasan ke luar negeri, sebaiknya dilakukan secara daring.
“Kalau melihat tujuan kunker di dalam suratnya itu kan sangat tidak penting dilakukan saat pandemi ini. Kalau mau mengawasi kinerja pemerintah dalam mengelola dan menggunakan APBN, kenapa harus memilih ke Qatar, sementara banyak hal yang dapat dilakukan di dalam negeri”
“Kalau melihat tujuan kunker di dalam suratnya itu kan sangat tidak penting dilakukan saat pandemi ini. Kalau mau mengawasi kinerja pemerintah dalam mengelola dan menggunakan APBN, kenapa harus memilih ke Qatar, sementara banyak hal yang dapat dilakukan di dalam negeri,” ujarnya.
Jika kunker ke Qatar itu dipaksakan untuk dilakukan, menurut Lucius, citra DPR umumnya dan Komisi I khususnya akan tercoreng. Sebab, DPR terlihat tidak memiliki sensitivitas sebagai wakil rakyat untuk menjadikan situasi pandemi sebagai dasar pertimbangan dalam menyusun rencana kerja mereka.
Kunker DPR ke luar negeri pun sudah lama menjadi polemik, menurut Lucius, karena tak pernah terasa dan terbukti hasil nyata dari kegiatan dimaksud. Banyak juga laporan WNI di luar negeri yang memergoki anggota DPR yang memanfaatkan kunker justru untuk pelesiran. Di laman resmi DPR, laporan hasil kunker ke luar negeri juga tidak pernah diberitahukan secara jelas.
“Catatan ini belum bisa dihapus dari benak publik, dan saya kira DPR juga belum berhasil menunjukkan sampai kini apa hasil kunker yang bisa meyakinkan publik untuk mendukung kegiatan itu. Preseden kunker diam-diam di tahun 2020 yang berhasil dilakukan tanpa kritik apapun dari publik membuat DPR nampaknya merasa pandemi saat ini menjadi waktu yang tepat untuk melakukan apa yang biasanya menjadi cemoohan publik,” ucapnya.