Terlibat Tiga Kejahatan di Kasus Joko Tjandra, Hakim Vonis Berat Pinangki
Vonis hakim atas jaksa Pinangki Sirna Malasari jauh lebih berat dari tuntutan jaksa. Pinangki terbukti melakukan korupsi, pencucian uang, dan permufakatan jahat dalam kasus pengurusan fatwa bebas MA untuk Joko Tjandra.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis hakim menjatuhkan vonis penjara 10 tahun dan denda Rp 600 juta bagi jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam perkara tindak pidana korupsi pengurusan fatwa bebas Joko Tjandra.
Vonis dibacakan majelis hakim yang dipimpin Ignatius Eko Purwanto dengan didampingi hakim anggota Sunarso dan Moch Agus Salim di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Senin (8/2/2021). Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa penuntut umum, yakni empat tahun penjara dan denda Rp 500 juta.
Hal yang memberatkan Pinangki adalah sebagai aparat penegak hukum, dia justru membantu Joko Tjandra menghindari putusan dua tahun penjara dalam kasus pengalihan hak tagih Bank Bali pada 2008 yang belum dijalaninya. Pinangki juga menyangkal perbuatannya serta menutup-nutupi keterlibatan pihak lain. Selain itu, Pinangki dinilai berbelit-belit dan telah menikmati hasil tindak pidana.
Adapun hal yang meringankan adalah Pinangki bersikap sopan selama persidangan dan merupakan tulang punggung keluarga dengan mempunyai tanggungan seorang anak berusia empat tahun. Selain itu, Pinangki belum pernah dihukum.
”Maka, tuntutan yang dimohonkan penuntut umum dipandang terlalu rendah. Sedangkan pidana yang dijatuhkan terhadap diri terdakwa sebagaimana tersebut dalam amar putusan ini dipandang layak dan adil dan sesuai dengan kadar kesalahan terdakwa dan tidak bertentangan dengan rasa keadilan masyarakat,” kata majelis hakim.
Tiga kejahatan
Majelis hakim menilai Pinangki melakukan tiga tindak pidana sekaligus, yakni korupsi, pencucian uang, dan permufakatan jahat.
Meskipun Pinangki menyangkal pemberian uang sebesar 500.000 dollar AS atau sekitar Rp 7 miliar dari Joko Tjandra melalui Andi Irfan Jaya, bukti percakapan antara Pinangki dan Anita Kolopaking, eks pengacara Joko, memperlihatkan hal sebaliknya. Dari jumlah tersebut, sebanyak 50.000 dollar AS diserahkan Pinangki ke Anita sebagai biaya jasa pengacara.
Majelis hakim juga menilai uang yang dikuasai Pinangki itu telah dibelanjakan untuk kebutuhan Pinangki, yakni membeli mobil, perawatan kecantikan di Amerika Serikat, membayar sewa dua unit apartemen, serta pembayaran dokter pribadi. Meskipun kebutuhan bulanan Pinangki sebesar Rp 70 juta per bulan disebutkan dipenuhi dari peninggalan harta mendiang suami terdahulu, Pinangki dinilai tidak dapat membuktikannya.
Terkait dengan permufakatan jahat, pada pertemuan 25 November di Kuala Lumpur, Malaysia, Pinangki, Anita, Joko Tjandra, dan Andi mendiskusikan rencana penanganan hukum Joko Tjandra untuk masuk ke Indonesia tanpa harus menjalani hukuman. Pertemuan itu termasuk membahas biayanya.
Pertemuan tersebut berbuah kesepakatan ”Action Plan” yang berisi sepuluh aksi beserta penanggung jawabnya agar Joko tak perlu menjalani hukumannya.
Di dalam rencana aksi disebutkan, Anita akan berkirim surat kepada Jaksa Agung Burhanuddin. Kemudian, Burhanuddin akan berkirim surat ke Ketua Mahkamah Agung (2012-2020) Hatta Ali. Selanjutnya, Hatta Ali akan berkirim surat kepada Burhanuddin yang disebutkan akan ditindaklanjuti dengan penerbitan instruksi Kejaksaan Agung oleh Burhanuddin.
”Pada saat itu, permufakatan jahat telah selesai secara sempurna. Segala sesuatu yang telah didiskusikan bersama, yang kemudian tidak terjadi karena Joko Tjandra tidak menyetujui permintaan terdakwa, tidak mengubah selesainya permufakatan jahat yang dimaksud,” ujar majelis hakim.
Pinangki menjadi terdakwa kedua dalam kasus pengurusan fatwa bebas dari MA untuk Joko tersebut.
Andi lebih dulu dijatuhi hukuman oleh hakim, pertengahan Januari lalu. Ia pun divonis hukuman lebih tinggi dari tuntutan jaksa. Ia divonis enam tahun penjara, sedangkan tuntutan jaksa adalah dua tahun penjara. Majelis hakim yang menangani perkara dengan terdakwa Andi sama dengan Pinangki.
Adapun satu terdakwa lainnya dalam kasus itu, yaitu Joko Tjandra, masih disidangkan di Pengadilan Tipikor Jakarta.