Dalam demokrasi, independensi dari organisasi-organisasi sosial politik harus dilindungi. Intervensi oleh pejabat negara, apalagi di lingkaran Presiden, bisa menimbulkan konflik kepentingan, bahkan merugikan Presiden.
Oleh
IQBAL BASYARI/ANITA YOSSIHARA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pejabat negara diingatkan untuk bersikap multipartisan, dalam artian harus merangkul dan melindungi independensi semua kelompok politik, bukan justru mengintervensi. Terlebih pejabat di lingkaran Presiden. Upaya intervensi dapat jadi pukulan untuk Presiden sekalipun Presiden tidak tahu-menahu intervensi yang dilakukan oleh pejabat negara tersebut.
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Prof Dr Saiful Mujani mengatakan hal itu, Rabu (3/2/2021), menyikapi dugaan keterlibatan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko dalam upaya pengambilalihan secara paksa kepemimpinan Partai Demokrat.
”Kita menganut tatanan pemerintahan yang menganut demokrasi. Salah satu unsur penting dari hal itu adanya kebebasan dan independensi dari organisasi-organisasi sosial politik dalam masyarakat. Mereka punya anggaran dasar/anggaran rumah tangga masing-masing. Jadi, negara harus menjamin kebebasan dan independensi itu, termasuk aparatur negara,” katanya.
Terlebih mereka yang menduduki posisi strategis seperti Moeldoko. ”Jika mengintervensi, bisa menimbulkan konflik kepentingan atau setidak-tidaknya menimbulkan penafsiran orang bahwa Presiden ikut campur,” ujarnya.
Dalam kasus Moeldoko, mantan Panglima TNI itu mengakui beberapa kali bertemu kader dan mantan kader Demokrat di kediamannya dan hotel. Ini, menurut Saiful, sudah menunjukkan bahwa Moeldoko turut campur dalam urusan internal Demokrat, bahkan ditengarai ada kepentingan di balik itu.
”Faktanya dia ketemu orang-orang yang ingin menjatuhkan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono). Apa urusannya Moeldoko ikut pertemuan kalau memang tidak ada kepentingan,” ujarnya.
Untuk menepis penafsiran Presiden turut terlibat sekaligus menjaga kehormatan dan independensi Presiden, menurut dia, akan lebih baik jika Moeldoko minta maaf kepada Presiden dan mengundurkan diri. Langkah itu dinilainya sebagai langkah terhormat.
Namun, jika tidak, bisa saja Presiden yang memintanya mundur. ”Saya tidak mau mendikte Presiden. Langkah Presiden terkait erat dengan visi Presiden dalam memimpin negara ini,” ujar Saiful.
Moeldoko bingung
Moeldoko saat jumpa pers di kediamannya, Rabu sore, mengungkapkan kebingungannya karena pertemuannya dengan sejumlah kader Demokrat berujung kecurigaan akan adanya upaya kudeta kepemimpinan Demokrat.
”Bingung saja, orang ngopi-ngopi kok bisa ramai begini. Apalagi ada yang grogi lagi. Apa sih urusannya ini? Saya, kan, ngopi-ngopi saja. Beberapa kali di sini (rumah), di luar juga. Biasa, wong kerjaan saya bicara sana-sini,” ujarnya.
Ia berharap tak perlu ada ketakutan akan adanya pengambilalihan kepemimpinan Demokrat karena ia tak memiliki niat, apalagi kekuatan melakukan itu. Selain itu, di internal Demokrat masih banyak tokoh yang memiliki kekuatan besar, seperti pendiri Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, dan putranya, Agus, yang terpilih secara aklamasi menjadi ketua umum dalam kongres Demokrat, Maret 2020.
Dinamika di internal partai politik, katanya, merupakan hal biasa. Para kader Demokrat juga tak hanya menemui Moeldoko, tetapi juga tokoh lain, seperti Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Namun, pertemuan itu tak menimbulkan kegaduhan, apalagi sampai meminta penjelasan Presiden. Karena itu, Moeldoko melihat isu kudeta hanya untuk dagelan.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Demokrat Herzaky Mahendra menilai, respons dari Moeldoko dalam dua kali jumpa pers yang dilakukannya telah mengonfirmasi fakta yang telah disampaikan Agus Harimurti Yudhoyono. Ia mengatakan ada keterlibatan pejabat di lingkaran Presiden Joko Widodo dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan Demokrat.
Terlebih ada inkonsistensi pernyataan Moeldoko yang sebelumnya mengaku pertemuan hanya terjadi di rumahnya dan belakangan mengakui ada pertemuan di hotel. ”Semua pernyataan mengonfirmasi fakta-fakta yang kami sampaikan. Moeldoko justru telah membuka fakta-fakta menjadi kian jelas,” katanya.
Demokrat berharap Presiden Jokowi segera mengambil sikap kepada Moeldoko atas tindakan yang dinilai telah menyalahgunakan kekuasaan. Sikap tegas Presiden penting guna menjaga keberlangsungan demokrasi di Indonesia.