Aset para tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata RI atau Asabri diduga juga ada di luar negeri. Kejaksaan diminta menelusuri dan segera mengambil alih.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung diharapkan mengusut aset para tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dana investasi PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia atau Asabri (Persero). Selain menelusuri aset di dalam negeri, perlu juga ditelusuri aset-aset yang dialihkan di luar negeri.
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, mengungkapkan, dengan jumlah dana investasi yang sangat besar, kemungkinan aset milik PT Asabri bisa ada di dalam ataupun luar negeri. Aset tersebut bisa milik negara atau korporasi untuk kepentingan pribadi.
”Yang jadi persoalan jika asetnya berada di luar negeri. Sebab, proses pembekuan dan penyitaan akan berhubungan dengan yurisdiksi negara lain dan penegak hukum kita kurang memiliki track record baik soal ini,” tutur Alvin, Rabu (3/2/2021), saat dihubungi di Jakarta.
Yang jadi persoalan jika asetnya berada di luar negeri. Sebab, proses pembekuan dan penyitaan akan berhubungan dengan yurisdiksi negara lain dan penegak hukum kita kurang memiliki track record baik soal ini.
Menurut Alvin, proses pengembalian aset ini dapat dilakukan secara pidana, perdata, atau administratif. Pengembalian aset luar negeri memakan banyak sumber daya karena harus ada kerja sama yang kuat antarpenegak hukum di Indonesia.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Polri, kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), serta Kementerian Hukum dan HAM diharapkan dapat bekerja sama menelusuri aset-aset tersebut. Di saat bersamaan, diperlukan kerja sama dengan penegak hukum di luar negeri dan melakukan perjanjian bantuan hukum timbal balik atau mutual legal assistance (MLA) dengan pemerintahnya.
Adapun untuk menelusuri aset di dalam negeri, Kejagung dapat menggunakan Pasal 3, 4, 5, dan 77-78 Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Pasal 38B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Penempatan dana di properti
Pengamat asuransi, Irvan Rahardjo, mengatakan, seharusnya Kejagung menerapkan TPPU dan tipikor dalam kasus ini untuk mencari aset para tersangka, seperti saat mengungkap kasus korupsi PT Jiwasraya.
Menurut Irvan, ada kemungkinan para tersangka menempatkan asetnya dalam bentuk properti di samping saham dan reksadana seperti yang terjadi pada kasus korupsi PT Jiwasraya. Namun, ada kemungkinan TPPU dalam kasus Asabri berbeda dengan Jiwasraya. Sebab, pendapatan premi PT Asabri berasal dari APBN yang merupakan upah dan gaji anggota TNI serta Polri.
Akan tetapi, sensitivitas kasus ini jauh lebih tinggi karena menyangkut kesejahteraan anggota TNI dan Polri. ”Ini bisa mengganggu konsentrasi mereka dalam menjalankan tugas negara,” ujarnya.
Irvan juga menduga ada kemungkinan pelaku korupsi kasus ini lebih dari delapan orang seperti yang sudah ditetapkan Kejagung. Hal tersebut dapat terlihat seperti saat Kejagung mengusut kasus Jiwasraya.
Pelaku (kasus korupsi) Asabri dan Jiwasraya ini tersangkanya sama yang dua ini. Insya Allah asetnya masih ada. Yang sudah kami sita itu sekitar Rp 18 triliun. Itu masih ada. Itu akan kami lacak terus walaupun akan berat karena kerugian Asabri ini di atas asuransi Jiwasraya.
Sebelumnya, dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR pada pekan lalu, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan bahwa ia akan mengusut secara tuntas aset para tersangka dalam kasus Asabri dan Jiwasraya.
”Pelaku (kasus korupsi) Asabri dan Jiwasraya ini tersangkanya sama yang dua ini. Insya Allah asetnya masih ada. Yang sudah kami sita itu sekitar Rp 18 triliun. Itu masih ada. Itu akan kami lacak terus walaupun akan berat karena kerugian Asabri ini di atas asuransi Jiwasraya,” kata Burhanuddin.
Sebelumnya diberitakan, kerugian PT Asabri mencapai Rp 23 Triliun. Dua tersangka dari swasta, yaitu Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro, bersama dengan LP, Direktur Utama PT Prima Jaringan, diduga mengendalikan dan memanipulasi saham dalam portofolio PT Asabri. Heru dan Benny telah dihukum seumur hidup oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta dalam kasus korupsi PT Jiwasraya (Kompas, 2/2/2021).