Moeldoko Disebut Ikut dalam Upaya Kudeta Kepemimpinan Partai Demokrat
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono menyebut bahwa Kepala Staf Presiden Moeldoko diduga terlibat dalam gerakan politik yang ingin mengudeta kepemimpinan Agus. Namun, hal tersebut dibantah Moeldoko.
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko disebut terlibat dalam upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat secara paksa. Gerakan yang juga melibatkan kader dan mantan kader partai tersebut bertujuan menggelar kongres luar biasa untuk menggantikan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Namun, tudingan itu dibantah Moeldoko. Ia berharap Demokrat tidak mengaitkan isu kudeta dengan Presiden Joko Widodo.
Agus mengatakan adanya gerakan politik yang secara sistematis mengarah pada upaya pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat. Menurut kesaksian dan testimoni sejumlah kader, gerakan tersebut melibatkan kader, mantan kader Partai Demokrat, serta pejabat penting pemerintahan yang secara fungsional berada di dalam lingkaran kekuasaan Presiden Joko Widodo.
”Gerakan ini juga sudah mendapatkan dukungan dari sejumlah menteri dan pejabat penting di pemerintahan Presiden Joko Widodo,” kata Agus saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/2/2021).
Baca Juga: Safari Politik Agus Harimurti Yudhoyono
Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menuturkan, berdasarkan pengakuan, kesaksian, dari berita acara pemeriksaan sejumlah pimpinan tingkat pusat ataupun daerah Partai Demokrat, mereka dipertemukan langsung dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024.
”Ini bukan soal Demokrat melawan Istana atau ”biru” melawan ”merah”. Ini soal penyalahgunaan kekuasaan dengan mencatut nama Presiden,” kata Herzaky.
Sejumlah pimpinan pusat dan daerah Partai Demokrat dipertemukan langsung dengan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko yang ingin mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat secara inkonstitusional untuk kepentingan pencapresan 2024.
Agus menuturkan, kudeta diduga diinisiasi oleh lima orang, terdiri dari satu kader aktif Partai Demokrat, satu kader yang sudah enam tahun tidak aktif, satu mantan kader yang telah diberhentikan dengan tidak hormat pada sembilan tahun lalu akibat korupsi, dan satu mantan kader yang keluar dari partai pada tiga tahun lalu.
Adapun satu orang lainnya diduga merupakan pejabat tinggi pemerintahan Presiden Jokowi, yakni Moeldoko. Partai Demokrat pun telah mengirimkan surat secara resmi kepada Presiden Jokowi untuk mendapatkan konfirmasi dan klarifikasi terkait kebenaran informasi tersebut.
Baca Juga: Trah Yudhoyono Terus Berlanjut
”Kami belum mendapatkan informasi terkait,” ujar Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman.
Agus menuturkan, dugaan adanya kudeta diketahui terjadi sejak sebulan lalu. Namun, seminggu terakhir, ada laporan keterlibatan pihak eksternal dari lingkar kekuasaan. Setidaknya ada delapan saksi menyatakan bertemu langsung dan mendengar secara langsung rencana-rencana pengambilalihan kepengurusan dengan pejabat pemerintahan tersebut.
Kelima orang tersebut mengajak dan meminta dukungan sejumlah kader Partai Demokrat untuk mengganti dengan paksa Agus dari jabatan Ketua Umum Partai Demokrat melalui mekanisme kongres luar biasa (KLB). Ajakan dilakukan melalui telepon dan pertemuan secara langsung. Agus juga menyatakan, pengambilalihan jabatan ketua umum juga dijadikan jalan untuk mencalonkan diri dalam Pemilihan Presiden 2024.
”Berdasarkan penuturan saksi dalam berita acara pemeriksaan, untuk memenuhi syarat dilaksanakannya KLB, pelaku gerakan menargetkan 360 orang para pemegang suara yang harus diajak dan dipengaruhi dengan imbalan uang dalam jumlah yang besar,” ucap Agus.
Agus optimistis gerakan tersebut dapat dihentikan berkat kesetiaan dan kebulatan tekad pimpinan di tingkat pusat, daerah, cabang, dan kader lain di seluruh Indonesia. Sebab, ia telah menerima surat pernyataan kesetiaan dan kebulatan tekad untuk tunduk dan patuh kepada Partai Demokrat dan kepemimpinan hasil Kongres V Partai Demokrat yang sah.
”Saya menyadari bahwa persoalan ini merupakan ujian dan tantangan untuk lebih mendewasakan partai kami, serta membuat kami lebih kuat dan lebih besar lagi. Walaupun berat, inilah tugas mendasar yang harus dikerjakan,” tutur Agus.
Deputi Badan Pemenangan Pemilu DPP Partai Demokrat Kamhar Lakumani mengatakan, seluruh kader mengutuk keras upaya penggantian kepemimpinan partai secara inskonstitusional. Apalagi, upaya pengambilalihan kekuasaan itu disinyalir mendapat restu dari Istana.
Para kader berharap, Mahkamah Partai dan Dewan Kehormatan Partai Demokrat mengambil tindakan tegas berupa pemecatan kepada kader yang menginisiasi kudeta di tubuh partai. Tak hanya itu, kader Demokrat juga mengutuk sikap Moeldoko mengambil alih kepemimpinan secara paksa yang dianggap tidak menunjukkan sikap seorang ksatria.
“Ini bukan sikap seorang perwira, yang menghalalkan segala cara dan mempertontonkan arogansi kekuasaan dan uang untuk merebut paksa Partai Demokrat,” tutur Kamhar.
Jangan ganggu Presiden
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko pun angkat bicara menanggapi tudingan keterlibatan Istana dalam upaya pengambilalihan kekuasaan di tubuh Partai Demokrat. Diharapkan, partai yang didirikan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu tidak mengaitkan isu kudeta, apalagi sampai mengganggu Presiden Joko Widodo.
Pasalnya, Presiden tidak tahu-menahu mengenai pertemuan sejumlah kader serta eks kader Partai Demokrat dengan Moeldoko. Selain itu, pertemuan juga terjadi lantaran para kader dan eks kader Partai Demokrat berkunjung ke kediaman Moeldoko.
”Jangan dikit-dikit Istana. Dalam hal ini, saya mengingatkan sekali lagi, jangan dikit-dikit Istana. Dan, jangan ganggu Pak Jokowi dalam hal ini karena beliau dalam hal ini tidak tahu sama sekali, tidak tahu apa-apa dalam isu ini. Jadi, itu urusan saya, Moeldoko, bukan selaku KSP,” kata Moeldoko dalam keterangan pers yang digelar secara virtual, Senin malam.
Mantan Panglima TNI itu menduga tudingan yang dilontarkan Agus berawal dari beredarnya foto-foto kader Demokrat bersamanya. Sebagai seorang jenderal yang selalu terbuka, Moeldoko tidak menolak saat diajak foto bersama.
Mantan Panglima TNI itu menduga tudingan yang dilontarkan Agus berawal dari beredarnya foto-foto kader Demokrat bersamanya.
Moeldoko mengaku, sudah beberapa kali menerima tamu para kader serta eks kader Partai Demokrat di kediamannya. ”Jadi, beberapa kali banyak tamu yang berdatangan dan saya orang yang terbuka. Saya mantan Panglima TNI, tetapi tidak memberi batas dengan siapa pun, apalagi di rumah ini. Mau datang ke rumah 24 jam, saya terbuka,” tuturnya.
Dalam setiap kunjungan, Moeldoko biasanya mengawali obrolan dengan membicarakan masalah pertanian. Namun, kemudian, para tamu yang datang malah menceritakan situasi yang terjadi di internal Partai Demokrat.
Moeldoko pun merasa prihatin dengan kondisi Partai Demokrat. ”Mereka pada curhat, ya, dengerin aja saya. Sebenarnya prihatin melihat situasi itu karena saya juga bagian yang mencintai Demokrat,” katanya.
Oleh karena itulah, Moeldoko pun memberikan saran kepada petinggi Partai Demokrat supaya menjadi pemimpin yang kuat. Jangan mudah terombang-ambing, apalagi terbawa emosi.
Kalau masalah kudeta itu, ya, kudeta itu dari dalam, masa dari luar.
Jika memang isu kudeta itu benar, tidak akan mungkin upaya penggulingan kekuasaan dilakukan oleh orang luar partai. ”Kalau masalah kudeta itu, ya, kudeta itu dari dalam, masa dari luar?,” ujar Moeldoko mengakhiri tanggapannya.
Baca Juga: AHY dan Ambisi Membawa Demokrat Kembali ke Papan Atas
Guru Besar Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Saiful Mujani, menilai klaim tersebut sangat serius dan perlu dibuktikan oleh Agus. Apalagi disebutkan ada pejabat di lingkaran kekuasaan Presiden Jokowi yang terlibat dalam gerakan institusional di Partai Demokrat.
Jika Agus mampu membuktikan tuduhan tersebut, maka menjadi langkah politik yang penting untuk membangun solidaritas internal, menarik simpati publik, sekaligus menjadi pukulan bagi Presiden Joko Widodo. Sebaliknya, jika tak mampu dibuktikan, Agus dan Partai Demokrat dinilai sedang mengerdilkan diri dan partainya.
Saiful menilai, pihak Istana perlu merespons dugaan yang dilempar oleh Agus karena hal itu merupakan opini politik yang serius. Jika dugaan tidak benar atau di luar sepengetahuan Presiden, harus dibantah karena Presiden menjadi pihak yang dituduh dan bersekongkol.
”Jika ada pejabat negara yang berpolitik dengan mengudeta kepemimpinan Partai Demokrat tanpa sepengetahuan Presiden, pejabat itu harus disanksi karena pejabat negara tidak boleh berpolitik partisan. Mereka harus melayani semua kelompok dan kekuatan politik,” tutur Saiful.