Pusat Hidrologi dan Oseanografi Angkatan Laut akan meneliti dan membongkar ”seaglider” tanpa nama untuk memastikan kepemilikan alat nirawak tersebut. Pakar minta pemerintah tidak menganggap remeh temuan alat tersebut.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Temuan alat nirawak bawah laut di Kepulauan Selayar, Sulawesi Selatan, masih akan diteliti oleh Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut atau Pushidrosal. Pengamat militer dan intelijen meminta supaya temuan ini tidak diremehkan karena sudah terjadi tiga kali. Apalagi, lokasi penemuan benda tersebut berada di jalur rawan Laut China Selatan.
Kepala Pusat Staf Angkatan Laut Laksamana Yudo Margono dalam keterangan kepada media, Senin (4/1/2021), mengatakan, benda mirip rudal yang ditemukan oleh nelayan tersebut adalah jenis seaglider. Benda tersebut berbahan aluminium sepanjang 2,2 meter dilengkapi dengan dua sayap dan antena 93 sentimeter. Terdapat pula instrumen mirip kamera pada bodi alat tersebut.
Alat ini banyak digunakan untuk mencari data oseanografi di bawah laut. Ini bisa digunakan untuk berbagai kepentingan baik industri maupun militer.
Seaglider biasanya digunakan sebagai untuk kepentingan riset bawah laut. Alat dapat menyelam hingga kedalaman 2.000 meter. Di dalam laut, alat dapat merekam data suhu, salinitas, arah arus air laut, kadar oksigen, kesuburan laut, hingga suara ikan. Data tersebut kemudian akan dikirimkan melalui satelit saat alat muncul ke permukaan air. Alat diperkirakan bisa bertahan di laut selama dua tahun.
”Alat ini banyak digunakan untuk mencari data oseanografi di bawah laut. Ini bisa digunakan untuk berbagai kepentingan baik industri maupun militer,” kata Yudo dikutip dari Kompas TV, Senin.
Jika untuk keperluan industri, alat bisa digunakan untuk survei pengeboran, hingga pencairan sumber daya laut. Sementara untuk kepentingan pertahanan, alat bisa digunakan untuk mencari titik kedalaman air agar kapal selam tidak terdeteksi oleh sensor kapal yang berada di atas air.
Namun, hingga saat ini, pemilik alat nirawak bawah laut itu belum diketahui. Di tubuh alat itu juga tidak ditemukan tulisan keterangan yang menunjukkan pemiliknya. Oleh karena itu, alat akan dibongkar di Pushidrosal. KSAL menargetkan pembongkaran alat memakan waktu satu bulan. Pushidrosal juga akan bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Kementerian Riset dan Teknologi.
”Alat ini tidak bisa digunakan untuk mendeteksi keberadaan kapal di atas permukaan laut. Jika untuk keperluan militer, ini hanya bisa digunakan untuk mendeteksi kepekatan air laut agar kapal selam tidak terdeteksi oleh sensor kapal yang ada di permukaan air,” kata Yudo.
Jangan meremehkan
Pakar militer dan pertahanan, Susaningtyas Kertopati, saat dihubungi mengatakan, Kementerian Pertahanan, Mabes TNI, dan TNI AL tidak boleh memandang remeh hasil temuan unmanned underwater vehicle (UUV) di Kepulauan Selayar. Apalagi, temuan itu terjadi di jalur Laut China Selatan. Di mana jalur tersebut sering terjadi ketegangan antara China dan Amerika Serikat.
Menurut catatannya, temuan UUV juga sudah terjadi tiga kali. Pertama di Pulau Tenggol, kemudian di Kepulauan Masalembu, dan terakhir di Kepulauan Selayar. Menurut dia, UUV yang ditemukan itu masuk dalam kategori alat penelitian bawah laut. UUV ditemukan dalam kondisi tidak berfungsi, tetapi belum kedaluwarsa. Artinya, ada kendala teknis internal di dalam sistemnya.
”Dari analisis awal, UUV ini diperkirakan sudah memiliki jam selam lebih dari 25.000 atau mendekati tiga tahun. Kemungkinan besar alat itu diluncurkan November 2017,” kata Susaningtyas.
Terkait dengan temuan itu, Susaningtyas meminta pemerintah menetapkan langkah strategis. Dari aspek hukum, perlu ada peraturan penggunaan semua jenis sistem alat nirawak di wilayah Indonesia, baik di udara, permukaan, maupun bawah laut. Menurut dia, juga perlu dibuat peraturan pemerintah (PP) yang menentukan tata cara menghadapi penelitian ilegal di perairan Indonesia mulai dari perairan kepulauan hingga zona ekonomi eksklusif (ZEE).
”Khusus untuk mendeteksi di laut, Kemenhan dapat mengajak Kementerian Perhubungan untuk memasang underwater detection device (UDD) di seluruh alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) dan selat strategis. Fungsinya untuk memantau semua lalu lintas bawah laut, terutama di Selat Malaka, Laut Natuna, Selat Makassar, Selat Sunda, dan Selat Lombok,” kata Susaningtyas.
Dia juga meminta agar TNI AL dapat melengkapi Puskodalnya dengan sistem pemantauan bawah laut. Sistem itu bisa dilengkapi dengan kendali otomatis atau manual yang dapat menghadapi serangan UUV ataupun unmanned subsurface vehicle (USSV) yang dilengkapi dengan persenjataan. USSV ini lebih berbahaya daripada UUV.
”Sistem pendidikan bagi prajurit TNI AL pun harus ditingkatkan agar mereka memiliki kemampuan untuk perang anti-USSV,” kata Susaningtyas.
Tidak ditemukannya pemilik alat nirawak bawah laut itu memperkuat dugaan bahwa alat itu merupakan perangkat mata-mata. Dalam dunia intelijen, berbagai instrumen digunakan untuk bekerja secara senyap.
Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, tidak ditemukannya pemilik alat nirawak bawah laut itu memperkuat dugaan bahwa alat itu merupakan perangkat mata-mata. Dalam dunia intelijen, berbagai instrumen digunakan untuk bekerja secara senyap. Segala atribut yang berkaitan dengan afiliasi negara sengaja dihilangkan. Tujuannya agar tidak mudah terkuak dan tidak mudah dituding oleh negara lain saat alat ditemukan.
”Bahkan, bila agen intelijen yang terkuak melakukan tindakan mata-mata, negara tersebut tidak akan mengakui tindakannya,” kata Hikmahanto.
Dengan alasan itu, diperlukan kesabaran dan kecerdasan untuk mengungkap siapa pemilik seaglider tersebut. Bila kemampuan dalam negeri tidak memadai, Indonesia bisa meminta bantuan pakar dari luar negeri. Untuk memberikan gertakan, Kementerian Luar Negeri juga dapat membuat pernyataan keras. Apabila terkuak siapa pemilik alat tersebut, Indonesia tidak segan melakukan tindakan yang keras dan tegas.
Juru Bicara Kementerian Pertahanan Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, meminta publik bersabar dengan penelitian alat nirawak tersebut. Pushidrosal TNI AL akan menindaklanjuti lebih jauh temuan tersebut. Menurut dia, Menhan Prabowo Subianto sejak awal berkomitmen untuk memperkuat pertahanan Indonesia. Menhan juga telah berkunjung ke sejumlah negara dengan tujuan mendapatkan alat utama sistem persenjataan (alutsista) terbaik untuk memperkuat pertahanan baik di matra darat, laut, maupun udara.