KPPOD menilai, peran pemerintah daerah diuji dalam menghadapi masa pandemi Covid-19, UU Cipta Kerja, serta Pilkada Serentak 2020. Pada tahun 2021, tantangan tersebut belum berakhir, bahkan cenderung lebih berat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi pandemi Covid-19 yang belum mereda serta kewenangan yang berkurang akibat Undang-Undang Cipta Kerja dinilai membuat tantangan bagi kepala daerah pada 2021 semakin berat. Kepala daerah, terutama yang baru terpilih pada Pilkada 2020, harus berinovasi agar mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan di tengah keterbatasan.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Na Endi Jaweng mengatakan, daerah mengalami tiga fase yang sulit selama tahun 2020. Peran pemerintah daerah (pemda) diuji dalam menghadapi masa pandemi Covid-19, UU Cipta Kerja, serta Pilkada Serentak 2020.
Akan tetapi, pada 2021, tantangan tersebut belum berakhir, bahkan cenderung lebih berat. Kepala daerah masih dihadapkan pada penanganan pandemi Covid-19 beserta dampaknya. Bahkan, situasi ekonomi diperkirakan tidak lebih baik dibandingkan dengan 2020 karena pendapatan daerah masih belum maksimal.
”Saya kira 2021 menjadi tahun yang sulit untuk pemda karena tekanan fiskal luar biasa, mungkin lebih berat dibandingkan 2020,” kata Robert saat diskusi media secara virtual bertajuk ”Refleksi Otonomi Daerah 2020”, Rabu (23/12/2020).
Selain Robert, hadir sebagai pembicara Presiden Institut Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan dan Analis Kebijakan KPPOD Herman N Suparman, serta Eduardo Edwin Ramda.
Robert menilai, penerimaan daerah, seperti pajak dan retribusi, tahun depan masih akan belum optimal. Padahal, penanganan masalah-masalah daerah, termasuk pandemi Covid-19, membutuhkan anggaran yang cukup besar. Terlebih penanganan pandemi semakin lama justru berbasis lokal dan komunitas.
”Satu sisi pemda menghadapi situasi bahwa kepala daerah harus bertindak cepat, tetapi di sisi lain modalnya tidak terlalu besar karena keuangan yang belum kuat serta kewenangan kian tergerus seusai UU Cipta Kerja,” ucap Robert.
Dengan kondisi demikian, kepala daerah tidak bisa hanya mengandalkan APBD. Kepala daerah perlu membuat terobosan untuk mencari sumber-sumber pendanaan lain, seperti tanggung jawab sosial perusahaan, kerja sama pemerintah dengan badan usaha, dan pinjaman daerah.
Upaya tersebut harus segera dipersiapkan secepatnya agar bisa segera direalisasikan tahun depan. Terutama kepala daerah baru yang terpilih dari Pilkada 2020. Mereka diharapkan segera beradaptasi untuk memimpin daerah. Kementerian Dalam Negeri agar memfasilitasi penguatan kapasitas bagi kepala daerah terpilih sehingga mereka bisa langsung bekerja maksimal seusai pelantikan.
”Tingginya tingkat partisipasi dalam pilkada merupakan mandat yang harus dibayar lunas, terutama untuk pemulihan ekonomi dan penanganan Covid-19,” tutur Robert.
Selain akibat pandemi dan UU Cipta Kerja, Djohermansyah menilai, tantangan menjadi lebih berat karena permasalahan yang muncul akibat pilkada. Beberapa di antaranya adalah biaya politik tinggi sehingga memunculkan cukong untuk pendanaan, politik uang, politik dinasti, calon tunggal, dan netralitas aparatur sipil negara.
Oleh sebab itu, kepala daerah harus memiliki banyak ide untuk menghadapi tantangan berat pada 2021. Mereka perlu berkolaborasi dengan pemangku kepentingan lain, seperti perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat. Tanpa ada kolaborasi, pemda bisa kesulitan menyelesaikan masalah-masalah tersebut. ”Apalagi masa jabatan kepala daerah hasil Pilkada 2020 sangat pendek, tidak sampai lima tahun, bahkan hanya sekitar tiga tahun,” ucapnya.
Menurut Djohermansyah, dalam jangka pendek, pemda harus melakukan perencanaan dan penganggaran terarah pada implementasi UU Cipta Kerja, terutama pada peraturan daerah terkait tata ruang. Pemda perlu meningkatkan kesiapan sumber daya manusia, pelayanan terpadu satu pintu, dan pelayanan secara daring.
”Sedangkan perbaikan jangka panjang, daerah perlu menyiapkan peta jalan pemerintahan kolaboratif dalam meningkatkan daya saing daerah berkelanjutan,” tuturnya.
Eduardo mengatakan, pemda perlu meningkatkan efektivitas penyerapan anggaran penanganan Covid-19. Sebab, pada 2020 masih ada beberapa daerah yang realisasi anggaran penanganan Covid-19 tidak maksimal meski sudah dilakukan realokasi dan refocusing anggaran.