Presiden: Selesaikan Perbedaan Lewat Mekanisme Hukum
Presiden Joko Widodo meminta perbedaan pendapat terkait proses penegakan hukum oleh aparat, diselesaikan melalui mekanisme hukum. Jika dibutuhkan lembaga independen, pengaduan bisa disampaikan ke Komnas HAM.
Oleh
NINA SUSILO/NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
BOGOR, KOMPAS - Presiden Joko Widodo menegaskan, hukum harus dipatuhi dan ditegakkan untuk melindungi masyarakat, bangsa, dan negara. Dalam memastikan hal itu, aparat penegak hukum wajib berlaku tegas dan adil dengan mengikuti pula aturan dan menggunakan kewenangannya secara terukur.
Jika ada keberatan mengenai proses penegakan hukum, diselesaikan melalui mekanisme hukum.
Presiden menyampaikan hal itu untuk menanggapi peristiwa tewasnya empat warga Sigi, Sulawesi Tengah, diduga oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), dan bentrokan antara polisi dan anggota Front Pembela Islam (FPI) yang memakan korban enam anggota FPI, beberapa waktu lalu.
”Negara kita, Indonesia, adalah negara hukum. Karena itu, hukum harus dipatuhi dan ditegakkan untuk melindungi kepentingan masyarakat dan melindungi kepentingan bangsa dan negara,” kata Presiden Joko Widodo seperti dikutip dari akun Youtube Sekretariat Presiden, Minggu (13/12/2020).
Menurut Presiden, aparat penegak hukum wajib menegakkan aturan secara tegas dan adil. Dalam menjalankan tugas itu, aparat dilindungi oleh hukum. Justru penegak hukum tidak boleh mundur sedikit pun apabila ada warga yang melanggar hukum, merugikan masyarakat, atau membahayakan bangsa dan negara.
”Tidak boleh ada warga masyarakat yang semena-mena melanggar hukum, merugikan masyarakat, apalagi membahayakan bangsa dan negara,” katanya.
Jika ada perbedaan pendapat tentang proses penegakan hukum, Presiden meminta diselesaikan melalui mekanisme hukum. ”Ikuti prosedur hukum, ikuti proses peradilan, hargai keputusan pengadilan. Jika memerlukan keterlibatan lembaga independen, kita memiliki Komnas HAM,” ujar Presiden.
Sebelumnya diberitakan, Satuan Tugas Tinombala yang terdiri atas personel TNI dan Polri masih memburu kelompok MIT di bawah pimpinan Ali Kalora yang diduga menjadi pelaku pembunuhan empat orang dalam satu keluarga di Sigi.
Adapun untuk kasus bentrokan polisi dan FPI, Komnas HAM telah memulai penyelidikan. Sejumlah saksi telah diperiksa, seperti dari pihak FPI, keluarga korban, dan warga di sekitar lokasi bentrokan, di Jalan Tol Jakarta-Cikampek Kilometer 50. Selain itu, Komnas HAM berencana memeriksa pula Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Fadil Imran.
Konfirmasi hadir
Anggota Komnas HAM Choirul Anam saat dihubungi, Minggu, mengatakan, Kapolda sudah mengonfirmasi akan hadir, Senin (14/12). ”Konfirmasi hadir. Insya Allah besok (hari ini) datang,” katanya.
Menurut dia, semakin cepat semua pihak memberikan keterangan, dan juga terbuka dalam memberikan informasi, akan semakin cepat pula bagi Komnas HAM untuk menyelesaikan penyelidikan.
Pengajar Hukum Tata Negara Universitas Airlangga, Herlambang Perdana, berpendapat, penegakan hukum selama ini masih kerap diskriminatif dan represif.
Bahkan, tak jarang kasus kekerasan dibiarkan begitu saja dan pelakunya mendapatkan impunitas. Hal-hal seperti ini harusnya mendapat perhatian lebih dari Presiden.
”Problem mendasar penegakan hukum demikian, semakin lengkap dan kurang mendapat kepercayaan publik akibat sistem hukum impunitas. Kekerasan atau tindakan kesewenang-wenangan tidak pernah bisa dituntaskan secara hukum. Padahal, impunitas adalah ketidakadilan, dan bentuk nyata pelanggaran hak asasi manusia,” ujarnya.