Aparat Keamanan Terus Persempit Ruang Gerak MIT Pimpinan Ali Kalora
Polri terus memburu dan mempersempit ruang gerak kelompok teroris Mujahiddin Indonesia Timur yang saat ini berjumlah 11 orang. Polisi menyebarkan gambar 11 DPO agar warga yang mengetahuinya melapor kepada aparat.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia memastikan anggota Mujahidin Indonesia Timur atau MIT pimpinan Ali Kalora berjumlah 11 orang. Posisi mereka terus bergerak sehingga membuat aparat keamanan menerapkan strategi dengan mempersempit ruang gerak mereka.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono, Rabu (2/12/2020), mengatakan, jumlah kelompok MIT pimpinan Ali Kalora 11 orang, termasuk Ali Kalora. Kesebelas orang itu sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kepolisian. Sementara, sejak 2017 sampai saat ini, sebanyak tujuh tersangka DPO lain yang dari kelompok tersebut telah ditangkap atau tewas.
”Kami menyebarkan DPO 11 orang ini agar masyarakat dapat mengetahui secara luas dan memberitahukan kepada aparat keamanan. Berikan informasi sebanyak-banyaknya agar bisa mempersempit ruang gerak mereka karena ini wilayahnya di hutan,” kata Awi.
Kami menyebarkan DPO 11 orang ini agar masyarakat dapat mengetahui secara luas dan memberitahukan kepada aparat keamanan. Berikan informasi sebanyak-banyaknya agar bisa mempersempit ruang gerak mereka karena ini wilayahnya di hutan.
Menurut Awi, dari keterangan dan analisis, kelompok MIT pimpinan Ali Kalora terus bergerak atau berpindah lokasi. Bagi aparat keamanan, posisi kelompok tersebut sebetulnya sudah terdesak. Namun, karena kondisi geografis di wilayah tersebut berupa perbukitan dan hutan, keberadaan mereka bisa jadi tidak terdeteksi meskipun mungkin mereka berada tidak jauh dari aparat keamanan.
Jika mereka kehabisan bekal, mereka akan turun ke desa atau kampung di sekitar hutan untuk meminta bahan makanan, seperti beras. Untuk mendapat bahan pangan, mereka melakukannya dengan mencuri atau meminta dengan kekerasan, termasuk membunuh warga. Hal ini pula yang kemungkinan terjadi pada empat warga Kabupaten Sigi yang beberapa hari lalu dibunuh oleh kelompok Ali Kalora.
Informasi dan keterangan semacam itu, lanjut Awi, menjadi bahan evaluasi bagi Satgas Tinombala. Oleh karena itu, jika masyarakat atau warga memiliki informasi terkait kelompok itu diharapkan segera menyampaikan kepada aparat keamanan.
”Kita serahkan kepada tim yang sudah berjalan di sana. Mereka juga sudah didukung dengan kemampuan dan sarana prasarana yang memadai. Semoga permasalahan geografis atau alam ini bisa segera diatasi,” ujar Awi.
Persoalan yang membuat mereka sulit ditangkap ialah keterampilan kelompok MIT pimpinan Ali Kalora ini sudah terlatih menyamai kemampuan anggota militer dan didukung peralatan berstandar militer.
Secara terpisah, pengamat terorisme, Al Chaidar, berpandangan, kondisi geografis berupa hutan yang cukup lebat memang menyulitkan. Namun, persoalan yang membuat mereka sulit ditangkap ialah keterampilan kelompok MIT pimpinan Ali Kalora ini sudah terlatih menyamai kemampuan anggota militer dan didukung peralatan berstandar militer.
”Kemampuan mereka untuk bersembunyi di hutan itu luar biasa. Ketika mereka diisolasi agar tidak mendapat logistik, mereka bisa bertahan karena tahu lokasi kebun yang dimiliki masyarakat yang bisa diambil hasil kebunnya. Mereka sudah memetakan dan penguasaan teritorial mereka luar biasa,” kata Al Chaidar.
Dengan kemampuan tersebut, lanjut Al Chaidar, mereka bukanlah kelompok sipil bersenjata, melainkan paramiliter. Selain itu, jenis terorisme yang dilakukan kelompok MIT tersebut bukanlah teroris bergerak sebagaimana biasa ditangani kepolisian, melainkan jenis terorisme teritorial dan organik.
Menurut Al Chaidar, untuk menghadapi kelompok ini, lebih tepat jika yang menghadapi adalah aparat militer atau TNI yang memang memiliki kemampuan tempur dan taktik antigerilya. Jika hal itu terganjal dengan aturan perundang-undangan yang menempatkan TNI sebagai unsur pendukung dalam penanganan terorisme, menurut Al Chaidar, sebaiknya perlu dipikirkan untuk diubah. Dengan demikian terorisme berbasis teritorial dan organik dapat ditangani langsung TNI.