Kepala Daerah Kembali Diingatkan untuk Jalankan Protokol Kesehatan
”Instruksi Mendagri yang akan dikeluarkan hari ini (Selasa) atau besok supaya kepala daerah mematuhi perkada ataupun perda yang dibuatnya sendiri,” kata Dirjen Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri Safrizal.
Oleh
Tim Kompas
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala daerah sebagai ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 di daerah kembali diingatkan untuk benar-benar menjalankan aturan yang mereka buat sendiri terkait disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan Covid-19. Pada saat yang sama, pemerintah juga mesti menegakkan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan tanpa tebang pilih, termasuk dalam konteks Pilkada 2020.
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri Safrizal, di Jakarta, Selasa (17/11/2020), menuturkan, Kemendagri meyakini kepala daerah akan menjaga daerahnya sesuai dengan aturan yang dibuat terkait penerapan disiplin dan penegakan hukum protokol kesehatan Covid-19. Aturan itu harus dipegang teguh agar penyebaran Covid-19 di wilayahnya tidak semakin parah.
”Instruksi Mendagri yang akan dikeluarkan hari ini (Selasa) atau besok supaya kepala daerah mematuhi peraturan kepala daerah ataupun peraturan daerah yang dibuatnya sendiri. Dengan demikian, zona yang masih tinggi persebaran Covid-19 bisa diturunkan, termasuk di DKI Jakarta, yang kasusnya masih banyak,” kata Safrizal.
Terkait pengumpulan massa saat Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab menikahkan anaknya di Petamburan, Jakarta Pusat, Sabtu (14/11/2020), Kemendagri menunggu hasil klarifikasi kepolisian terhadap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Menurut Safrizal, jika sudah ada klarifikasi dari kepolisian, Kemendagri baru akan melihat apakah dibutuhkan penjatuhan sanksi atau tidak.
Safrizal menyampaikan, sejauh ini sanksi terberat yang pernah diberikan kepada kepala daerah terkait pelanggaran protokol kesehatan ialah teguran tertulis. Sanksi diberikan kepada 82 kepala daerah yang menyebabkan kerumunan saat mereka mendaftar sebagai peserta Pilkada 2020, 4-6 September lalu.
Klarifikasi di Polda
Seusai memberikan klarifikasi selama sekitar sembilan jam di Polda Metro Jaya, Anies Baswedan menyebutkan, ia menjawab 33 pertanyaan terkait timbulnya kerumunan massa dalam acara pernikahan putri Rizieq Shihab. Anies menyatakan semua sudah dijawab sesuai fakta. Namun, dia tidak berkenan menjawab pertanyaan lebih lanjut. Menurut dia, rincian isi pertanyaan dan lainnya menjadi ranah Polda Metro Jaya untuk menyampaikan.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat menjelaskan, polisi meminta klarifikasi dari Pemerintah Provinsi DKI guna memastikan status DKI Jakarta saat ini. Sebab, Pemprov DKI masih memberlakukan pembatasan sosial berskala besar transisi hingga 22 November, tetapi ada acara pernikahan yang menimbulkan kerumunan. ”Pertanyaannya kepada para penyelenggara pemerintahan, bagaimana ketentuannya? Apa ada yang dilanggar dengan ada acara itu?” ungkap Ade.
Menurut dia, jika ada yang dilanggar, akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan ada atau tidaknya pidana. Ade mengatakan, pihaknya berencana mengundang penyelenggara pernikahan dan sejumlah tamu acara untuk memberikan klarifikasi pada Rabu (18/11/2020).
Pemerintah diminta tidak bersikap ambigu atau tebang pilih dalam penegakan hukum pelanggar protokol kesehatan di masa pandemi Covid-19. Selain pelanggaran hukum dalam bentuk keramaian, pemerintah juga diminta menindak tegas pelanggaran dalam pilkada. Hal itu perlu dilakukan agar ada perlakuan yang sama dalam hukum.
Pengajar hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, saat dihubungi, mengatakan, penegakan hukum terhadap pelanggar protokol kesehatan harus dilakukan tanpa tebang pilih. Jika hanya memproses pelanggaran protokol kesehatan tertentu, pemerintah dapat dianggap bersikap ambigu.
Dalam penegakan hukum terhadap pelanggaran protokol kesehatan pernikahan anak Rizieq Shihab, misalnya, dia menilai ada penegakan hukum yang berlebihan. Sebab, polisi sampai memanggil gubernur yang berkapasitas sebagai pejabat negara. Menurut dia, penegakan hukum protokol kesehatan oleh polisi hanya bisa dilakukan kepada pribadi pelaku pidana, bukan kepada pejabat negara. Apalagi, pejabat negara itu tak berkaitan langsung dengan pidana tersebut.
”Jika seorang gubernur tindakannya dianggap salah, forumnya adalah kementerian yang membawahi pemerintahan atau ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika ada aspek hukumnya,” ujar Abdul.
Dalam kasus penetapan tersangka Wakil Ketua DPRD Tegal, kata Abdul, kasus itu berbeda karena yang bersangkutan menggelar acara dangdutan atas nama pribadi. Sementara itu, kata dia, Gubernur DKI Anies Baswedan dinilai tidak berkaitan langsung dengan hajatan Rizieq Shihab.
Abdul Fickar juga mengatakan, selain menegakkan aturan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari, pemerintah juga harus tegas dalam menindak pelanggaran dalam Pilkada Serentak 2020. Sebab, meskipun pilkada telah diatur dalam UU dan menerapkan protokol kesehatan ketat, pilkada juga berpotensi memunculkan kluster baru dalam penyebaran Covid-19.
Jika dalam kegiatan ini tidak ada tindakan hukumnya, tentu pemerintah dianggap tebang pilih. Mau tidak mau, pemerintah harus konsisten dan tegas dalam penegakan hukum. Jangan sampai pemerintah dianggap menegakkan hukum, tetapi juga melakukan perbuatan yang berpotensi melanggar hukum.
Haris Azhar dari Lokataru Foundation menilai pemerintah sudah menunjukkan standar ganda dalam penanganan Covid-19. Sikap mendua itu, kata Haris, terlihat jelas saat pemerintah tetap memutuskan menggelar pilkada serentak 2020 di 270 daerah di tengah masa pandemi. Suara-suara dari publik yang meminta agar pilkada ditunda diabaikan. Termasuk suara dari ormas Islam besar Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
”Ini merupakan catatan panjang dalam penanganan Covid-19 di Indonesia. Kesan yang dimunculkan pemerintah sejak awal memang ada standar ganda dalam penegakan hukum. Akhirnya, pemerintah serba salah. Jika ada penindakan seperti kasus Rizieq Shihab, otomatis pelanggaran kasus lain, seperti pilkada, juga harus ditindak,” kata Haris.
Sementara itu, epidemolog dari Universitas Airlangga, Surabaya, Laura Navila Yamani, mengatakan, seharusnya pemerintah tidak tebang pilih dalam menegakkan aturan protokol kesehatan di masyarakat. Siapa pun yang melanggar, dalam acara apa pun harus ditindak dan disanksi tegas.
Sanksi tegas dan adil, kata Laura, akan memberikan efek jera sehingga kejadian tidak lagi terulang di kemudian hari. Selain itu, sanksi tegas dan adil juga akan memberikan efek terhadap masyarakat bahwa semua pihak sedang berjuang mengendalikan penyebaran Covid-19. Oleh karena itu, tidak ada satu pihak pun yang dibiarkan leluasa melanggar protokol kesehatan. Semua pihak harus berdisiplin dan ketat dalam menjaga protokol kesehatan.
”Apabila ada pelanggaran di proses pilkada ya harus ditindak tegas, jangan sampai ada kesan perlakuan berbeda. Ini bisa membuat masyarakat abai,” kata Laura.
Menurut Laura, kasus Covid-19 di Indonesia sampai saat ini masih terus bertambah dan belum bisa dikendalikan. Semua pihak harus bersama-sama menaati aturan protokol kesehatan. Baik pemerintah maupun masyarakat harus sama-sama bersinergi dalam upaya pencegahan penyebaran kasus. Apalagi, dalam konteks kerumunan dan keramaian, hal itu selalu menjadi potensi menciptakan kluster baru penularan Covid-19.
Berdasarkan data Badan Pengawas Pemilu, pelanggaran protokol kesehatan di 10 hari kelima masa kampanye naik 19 persen dibandingkan dengan 10 hari keempat kampanye.
Sementara itu, terkait rencana Reuni 212 tahun 2020 yang akan diselenggarakan di kawasan Monumen Nasional pada 2 Desember, pengelola kawasan Monas tak mengabulkan permohonan penggunaan kawasan tersebut. Selain alasan itu, Ketua Umum Presidium Alumni (PA) 212 Slamet Ma’arif menuturkan, penundaan acara itu juga dilakukan karena mempertimbangkan pandemi Covid-19 yang belum terkendali.
”Pelaksanaan Reuni 212 tahun 2020 ditunda untuk sementara dengan mengamati pelaksanaan Pilkada 2020. Jika ada pembiaran kerumunan oleh pemerintah, Reuni 212 tahun 2020 akan tetap digelar di waktu yang tepat,” katanya.