Buruh dan mahasiswa kembali turun ke jalan guna mengingatkan warga untuk mengawal Undang-Undang Cipta Kerja. Mereka masih mempersoalkan sejumlah ketentuan yang merugikan publik.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perbincangan tentang Undang-Undang Cipta Kerja nyaris redup di tengah keriuhan publik. Buruh dan mahasiswa pun turun ke jalan supaya warga tahu bahwa persoalan belum tuntas.
Nyaris redupnya perbincangan UU Cipta Kerja tercatat dalam analisis Drone Emprit. Analisis pada periode 1 Oktober hingga 16 Oktober menemukan penurunan tren penolakan UU Cipta Kerja. Tagar penolakan seperti #MosiTidakPercaya, #GagalkanOmnibusLaw, dan #JEGALSAMPAIBATAL digeser oleh tagar dukungan seperti #OmnibusLawHalal, #OmnibusLawBerkah, #OmnibusLawTransparan, dan #OmnibusLawPetaniSejahtera.
Buruh dan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) menyikapinya dengan kembali berunjuk rasa di Dewan Perwakilan Rakyat, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (17/11/2020). Tujuannya supaya warga tak lupa bahwa ada persoalan UU Cipta Kerja yang harus terus dikawal.
Juru bicara Gebrak, Nining Elitos, mengatakan, penolakan UU Cipta Kerja tidak nyaring terdengar dalam beberapa waktu terakhir sehingga harus ada lagi aksi sebagai pengingat. ”Isu UU Cipta Kerja tiba-tiba hilang. Kami ingin mengingatkan publik agar tidak lupa isu UU Cipta Kerja dan kenaikan upah,” ucap Nining yang juga Ketua Konfederasi Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia.
Ada empat tuntutan dalam unjuk rasa itu, yakni pemerintah mencabut UU Cipta Kerja, membatalkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan kepada Gubernur Se-Indonesia tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2021 pada Masa Pandemi Covid-19, menghentikan tindakan represif aparat dalam pengamanan unjuk rasa dan membebaskan massa aksi yang dikriminalisasi, serta menggratiskan biaya pendidikan selama pandemi.
Drone Emprit mencatat penurunan tren itu dengan menganalisis kata kunci OmnibusLaw, Omnibus Law, Ciptaker, dan Cipta Kerja. Dari kata kunci tersebut percakapan tertinggi ada di Twitter mencapai 2,65 juta, diikuti berita daring (136.641), Instagram (34.696 unggahan), dan Youtube (4.090 video).
Tren penolakan mulai ramai setelah RUU Cipta Kerja masuk ke Sidang Paripurna DPR. Aktivis, buruh, mahasiswa, dan lainnya meramaikan tagar penolakan.
Puncaknya 5 Oktober hingga 10 Oktober setelah RUU Cipta Kerja disetujui untuk disahkan menjadi undang-undang. Saat itu akun-akun dengan foto profil artis Korea atau K-popers serempak mencuit penolakan. Hasilnya, tagar seperti #MosiTidakPercaya dan #TolakOmnibusLaw menjadi tren.
Demonstrasi buruh dan mahasiswa pada 8 Oktober juga menaikkan tren penolakan. Mereka secara serempak meramaikan tagar penolakan di media sosial.
Turun
Tren penolakan mulai stagnan pada 10 Oktober hingga 13 Oktober karena K-popers tidak lagi mengangkat tagar penolakan. Demikian juga aktivis, mahasiswa, dan buruh tidak meramaikan lagi penolakan. Saat stagnan inilah tagar dukungan mulai jadi perbincangan meskipun dalam skala kecil. Tagar dukungan seperti #OmnibusLawHalal, #OmnibusLawBerkah, #OmnibusLawTransparan, dan #OmnibusLawPetaniSejahtera selalu menempati posisi atas.
Jasmine (27), K-popers, mengatakan, sudah tidak ada perbincangan tentang UU Cipta Kerja di dalam grup K-popers yang diikutinya. Situasi itu berbeda ketika K-popers ramai-ramai mencuit ulang penolakan RUU Cipta Kerja. ”Mungkin karena isunya (UU Cipta Kerja) sudah tidak sepanas awal dulu. Jadi fokusnya bergeser,” ujar Jasmine.
Drone Emprit dalam analisisnya menyebutkan, demo menolak omnibus law oleh Persatuan Alumni 212 pada 13 Oktober tidak cukup untuk menaikkan tren penolakan. Bahkan, penangkapan petinggi Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) pada hari yang sama mendistorsi sehingga percakapan tentang omnibus law turun.
Konferensi pers terkait penangkapan semakin menurunkan percakapan tentang omnibus law. Unjuk rasa badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia pada 16 Oktober tak ampuh menaikkan lagi tren penolakan.
Social Network Analysis saat unjuk rasa badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia menunjukkan ada dua kluster. Kluster mendukung omnibus law tampak lebih besar dari sebelumnya meskipun kluster penolakan masih lebih besar. Akan tetapi, sepanjang unjuk rasa, tagar penolakan tidak dominan. Sebaliknya tagar mendukung justru dominan.
Pemerintah telah menyediakan wadah melalui portal resmi UU Cipta Kerja yang dapat diakses oleh masyarakat secara daring di alamat URL
https://uu-ciptakerja.go.id. Portal ini sudah dapat diakses oleh warga dan seluruh pemangku kepentingan yang akan memberikan masukan ataupun usalan untuk penyempurnaan draf rancangan peraturan pemerintah dan rancangan peraturan presiden (Kompas.id, 9/11/2020).