Tahun pertama pemerintahan Jokowi-Amin menghadapi tantangan yang tak ringan. Di tengah adanya ketidakpuasan, pemerintah diyakini mampu menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.
Oleh
SUHARTONO/RINI KUSTIASIH/ FX LAKSANA AS/ ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Beragam langkah telah ditempuh pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada tahun pertama pemerintahannya, terutama dalam menghadapi dampak pandemi Covid-19. Berbagai langkah itu memang belum sepenuhnya membuat publik puas dengan kinerja pemerintah. Namun, mayoritas publik tetap meyakini bahwa pemerintahan Jokowi-Amin mampu menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi bangsa.
Setahun pertama pemerintahan Jokowi-Amin langsung dihadapkan pada pandemi Covid-19 yang tak hanya menyerang ketahanan kesehatan, tetapi juga ekonomi nasional. Berbagai program yang telah direncanakan sejak awal pemerintahan pun terpaksa diubah, difokuskan untuk menangani Covid-19 beserta dampaknya.
Sejak pertengahan Maret lalu, pemerintah telah merealokasi anggaran pemerintah untuk menangani dampak langsung ataupun tidak langsung dari Covid-19. Besarnya tak kurang dari Rp 677,2 triliun. Berbagai program bantuan sosial pun dijalankan untuk membantu rakyat yang terdampak Covid-19.
Namun, berbagai upaya pemerintah itu belum sepenuhnya memuaskan masyarakat. Jajak pendapat lewat telepon yang dilakukan Litbang Kompas menunjukkan, 52,5 persen responden tidak puas dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Amin selama satu tahun terakhir. Hanya 45,2 persen yang menyatakan puas.
Terkait hal itu, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Senin (19/10/2020), mengatakan, pemerintah sudah berusaha optimal dalam menangani pandemi Covid-19 berikut dampak yang ditimbulkannya.
”Indonesia termasuk negara yang berhasil menekan angka penularan dan sekaligus mampu menjaga kontraksi ekonomi dalam situasi yang tetap terkendali,” kata Pratikno.
Kini, dengan masih banyaknya warga yang merasa belum puas, Pratikno melanjutkan, pemerintah akan terus memperbaiki diri. ”Pemerintah akan terus membenahi, meningkatkan, dan menyempurnakan semua langkah-langkah yang ada setiap hari,” lanjutnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Suharso Monoarfa pun mengatakan, pemerintah telah berusaha beradaptasi dengan cepat ketika dihadapkan pada persoalan Covid-19. Adaptasi ini dinilainya berhasil. Tidak saja cepat beradaptasi dengan persoalan Covid-19, pemerintah kini sudah menyiapkan sejumlah langkah untuk penyediaan vaksin Covid-19.
”Pemerintah adaptif dan penyesuaian-penyesuaian dilakukan untuk mencapai titik keseimbangan baru sedemikian rupa sehingga kita bisa beradaptasi dengan keadaan. Kita, misalnya, tidak mengorbankan ekonomi dan memprioritaskan kesehatan. Tetapi, kita memprioritaskan kesehatan tanpa meninggalkan persoalan ekonomi,” papar Suharso.
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, setahun masa kepemimpinan Jokowi-Amin tidak dapat dilihat dari kacamata normal. Sebab, setahun pertama ini diwarnai dengan situasi pandemi Covid-19 yang memberikan dampak signifikan bagi kondisi ekonomi. Situasi yang tak terhindarkan ini juga harus menjadi salah satu pertimbangan dalam menilai kinerja politik hukum ataupun ekonomi.
Penanganan terhadap pandemi, Yunarto melanjutkan, akan memberikan pengaruh pada kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Bukan hanya penanganan Covid-19, pemenuhan janji-janji politik Jokowi juga berpengaruh pada penilaian publik pada kinerja Jokowi-Amin. Demokrasi yang dijanjikan sejak periode pertama pemerintahan Jokowi, misalnya, dinilai Yunarto belum sepenuhnya diwujudkan, bahkan mengalami kemunduran.
Pembahasan hingga persetujuan Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja yang menuai protes dari berbagai elemen bangsa merupakan salah satu contoh bahwa suara rakyat mulai diabaikan.
Berkaca pada hal ini, pemerintahan Jokowi-Amin hendaknya lebih mengakomodasi suara publik di sisa empat tahun pemerintahannya. Komunikasi dengan masyarakat sipil dan organisasi kemasyarakatan harus dibuka.
”Pemerintahan Jokowi-Amin harus bisa mengelola sistem oligarki, suka atau tidak, dengan koalisi besar yang dia bangun. Hal itu harus diimbangi dengan pola komunikasi dan konsolidasi poltik yang tidak semata-mata horizontal di kalangan elite, tetapi juga dengan elemen lain yang tidak tergantung dengan partai politik dan DPR,” ujarnya.
Demokrasi mundur
Menurut pengajar Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Gadjah Mada (UGM), Mada Sukmajati, setahun pertama Jokowi-Amin juga belum dapat dijadikan ukuran berhasil atau tidaknya periode kedua Jokowi. Pasalnya, ini baru tahun pertama dan ada situasi Covid-19 yang membuat situasi menjadi tidak biasa atau tidak normal.
Terlepas dari situasi Covid-19, Mada sependapat dengan pandangan sejumlah pihak tentang kualitas demokrasi yang mundur atau mengalami regresi. Munculnya sejumlah legislasi yang bermasalah, seperti RUU Cipta Kerja dan revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2019, jadi gambaran dari problem itu.
”Satu tahun ini bahan evaluasi dan menjadi momentum bagi pemerintah untuk melihat kembali yang sedang dan telah terjadi,” kata Mada.
Dengan koalisi partai politik pendukung pemerintahan yang menguasai mayoritas kursi di parlemen, lanjut Mada, Jokowi dinilai bebas dari hambatan struktural karena relasi antara eksekutif dan legislatif relatif lancar. Namun, hilangnya hambatan struktural itu belum sepenuhnya mampu menunjukkan lahirnya kebijakan yang selaras dengan visi-misi awal Jokowi-Amin.
Kendati separuh lebih responden tidak puas dengan kinerja pemerintah, hasil jajak pendapat lewat telepon yang dilakukan Litbang Kompas menunjukkan masih tingginya keyakinan publik kepada Jokowi-Amin dalam mengatasi problem-problem bangsa.
Di sektor kesejahteraan sosial, misalnya, 64,7 responden yakin pemerintah dapat menyelesaikan persoalan kesejahteraan sosial.
Pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Jakarta, Hendri Satrio, mengungkapkan, kepercayaan publik yang relatif tinggi merupakan modal sosial bagi Jokowi-Amin untuk memperbaiki kinerja mereka. Ia pun berharap keyakinan publik itu tak disia-siakan. ”Tingginya kepercayaan publik ini bisa menjadi modal sosial Jokowi,” ujarnya.