Pollycarpus Budihari Priyanto meninggal pada Sabtu (17/10/2020) akibat Covid-19. Pollycarpus merupakan mantan terpidana kasus pembunuhan terhadap aktivis HAM Munir.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pollycarpus Budihari Priyanto meninggal pada Sabtu (17/10/2020) di Rumah Sakit Pusat Pertamina setelah terinfeksi Covid-19. Pollycarpus sempat dirawat selama 16 hari di rumah sakit tersebut.
Mantan pengacara Pollycarpus, Wirawan Adnan, saat dihubungi di Jakarta, Sabtu ini, mengatakan, Pollycarpus meninggal pukul 14.52 WIB di RS Pertamina. Informasi duka itu didapatkan dari istri Pollycarpus, Yosepha Hera Iswandari.
”Sejauh ini belum ada konfirmasi ia akan dimakamkan di mana,” ujar Wirawan.
Pollycarpus merupakan mantan terpidana perkara pembunuhan aktivis hak asasi manusia (HAM), Munir Said Thalib. Mantan pilot Garuda Indonesia itu dihukum 14 tahun penjara berdasar putusan peninjauan kembali Mahkamah Agung (MA). Hukuman ini lebih rendah dari putusan kasasi MA 20 tahun. Pollycarpus bebas pada 28 Agustus 2018.
Kolega Pollycarpus di Partai Berkarya, Badaruddin Andi Picunang, menyampaikan duka cita atas meninggalnya Pollycarpus. Ia mengatakan, Pollycarpus menjadi kader Partai Berkarya sejak 2018.
”Pada Agustus 2020, kami masih kontak-kontakan di rapat kerja nasional Partai Berkarya di Surabaya,” kata Badaruddin.
Kasus Munir
Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM RI Choirul Anam menyampaikan, Komnas HAM kini tengah menindaklanjuti aduan dari Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum). Ini untuk menilai apakah peristwa pembunuhan Munir termasuk kategori pelanggaran HAM berat atau tidak.
”Benar bahwa kawan-kawan NGO (nongovernment organization/lembaga swadaya masyarakat) beberapa bulan terakhir menghidupakan kembali Kasum,” ucap Choirul.
Kepergian Pollycarpus, menurut Choirul, tidak terlalu memengaruhi proses yang sedang berjalan tersebut. Sebab, rangkaian peristiwa besarnya sudah disampaikan di persidangan.
”Dan itu menjadi fakta hukum yang tak terbantahkan, peran-peran yang ada dan bagaimana pembunuhan terjadi. Jadi, sebenarnya (kepergian Pollycarpus) tidak terlalu pengaruh,” tutur Choirul.
Konstruksi pembunuhan Munir dalam kisah hidup Pollycarpus, menurut Choirul, sudah banyak memberi dasar mengapa dan bagaimana pembunuhan itu terjadi. Sebab, Pollycarpus telah menyebut beberapa nama di dalam persidangan sehingga nama-nama itu masih tetap bisa untuk didalami.
”Pengalaman panjang Pollycarpus harus menjadi suatu pembelajaran bagi kita bahwa penggalangan di luar kepentingan kemanusiaan dengan cara-cara tidak manusiawi ada baiknya tidak dilakukan,” ucap Choirul.
Pollycarpus, kata Choirul, merupakan sosok yang setia terhadap nilainya. Jika Pollycarpus sudah meyakini sesuatu, maka ia berani mengambil risikonya.
”Kalau dengar cerita di berbagai dokumen terkait pembunuhan Munir, termasuk Pollycarpus yang ada di Aceh, Timor Leste, Papua, dan sampai pembunuhan Munir ini, ya dia meyakini sesuatu yang menurut dia benar, ya dia akan lakukan dan dia akan setia di situ, tanpa melihat apakah tindakannya itu sesuai dengan hukum atau tidak, dibenarkan oleh negara atau tidak. Itu yang seharusnya menjadi pembelajaran,” tutur Choirul.