KPK mendengar masukan masyarakat. KPK memutuskan meninjau ulang rencana pengadaan mobil dinas untuk pimpinan, anggota Dewan Pengawas, dan pejabat struktural KPK.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menyusul kritik publik atas rencana pengadaan mobil dinas bagi pimpinan, anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi, dan pejabat struktural KPK, KPK memutuskan meninjau ulang rencana pengadaan itu. Penundaan sekaligus dilakukan untuk memastikan pengadaan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
”Kami sungguh-sungguh mendengar segala masukan masyarakat. Karena itu, kami memutuskan meninjau kembali proses pembahasan anggaran untuk pengadaan mobil dinas jabatan tersebut. Saat ini, kami sedang melakukan review untuk memastikan kesesuaian dengan peraturan yang berlaku,” ujar Sekretaris Jenderal KPK Cahya Hardianto Harefa saat jumpa pers, Jumat (16/10/2020).
Menurut dia, pengadaan mobil dinas itu untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi pimpinan, anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK, serta pejabat struktural KPK. ”Selama ini, pimpinan, anggota Dewas, pejabat struktural, dan semua pegawai KPK tidak memiliki kendaraan dinas,” katanya.
Khusus pimpinan dan anggota Dewas KPK, ia melanjutkan, sudah diberikan tunjangan transportasi karena ketiadaan mobil dinas jabatan. Namun, jika mobil dinas nantinya dimungkinkan untuk diadakan pada 2021, tunjangan transportasi yang selama ini diterima dipastikan akan dicabut. ”Dengan demikian, tidak berlaku ganda,” ucapnya.
Dalam rapat kerja Komisi III DPR dengan KPK, pertengahan September lalu, Ketua KPK Firli Bahuri menyampaikan, alokasi anggaran untuk pengadaan kendaraan dinas jabatan dan bus pegawai sebesar Rp 47,79 miliar dari total anggaran KPK sekitar Rp 1.305 miliar.
Tolak mobil dinas
Secara terpisah, Ketua Dewas KPK Tumpak H Panggabean mengaku tidak tahu-menahu usulan ataupun alokasi anggaran untuk pengadaan mobil dinas tersebut. Namun, jika benar, kelima anggota Dewas KPK akan menolaknya.
”Kalaupun benar, kami Dewas punya sikap menolak pemberian mobil dinas tersebut,” katanya.
Alasannya, Dewas KPK telah menerima tunjangan transportasi setiap bulan. Tunjangan ini sudah cukup sehingga tidak dibutuhkan lagi mobil dinas jabatan.
Tumpak menceritakan, ketika menjabat pimpinan KPK periode 2003-2007, dirinya bersama pimpinan KPK lainnya pun menolak pengadaan mobil dinas.
”Saya lihat pimpinan KPK setelahnya juga sama. Jadi, kalau itu benar, baru kali ini pimpinan diberi mobil dinas,” ujarnya.
Wakil Ketua KPK 2015-2019 Laode M Syarif membenarkan hal itu. ”Kami tidak pernah usulkan. (Kami) dari rumah ke kantor dan kembali ke rumah naik mobil sendiri,” kata Laode.
Jika memang pimpinan KPK periode 2019-2023 mengalokasikan anggaran untuk pembelian mobil dinas, Laode menilainya kurang pantas, terlebih di tengah kesulitan masyarakat akibat pandemi Covid-19. ”Penambahan kemiskinan baru akibat Covid-19 menurut Badan Pusat Statistik sebanyak 26,42 juta sehingga kurang pantas meminta fasilitas negara di saat masyarakat masih prihatin,” kata Laode.