Vonis Berat Terdakwa Jiwasraya Jadi Preseden Hukuman bagi Koruptor
Vonis seumur hidup bagi empat terdakwa kasus Jiwasraya diapresiasi. Vonis yang berat bagi koruptor dapat menciptakan efek jera sehingga diharapkan hakim di kasus korupsi lain juga menjatuhi hukuman berat bagi koruptor.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Vonis pidana penjara seumur hidup bagi empat terdakwa kasus tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) diharapkan menjadi preseden bagi kasus korupsi lain di masa mendatang. Hukuman maksimal dapat menciptakan efek jera untuk mencegah korupsi.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, Selasa (13/10/2020), mengatakan, ICW mengapresiasi putusan majelis hakim yang menjatuhkan vonis pidana penjara seumur hidup bagi empat terdakwa kasus tindak pidana korupsi Asuransi Jiwasraya.
”Ini seharusnya bisa menjadi preseden ke depan ketika perkara korupsi merugikan keuangan negara yang cukup besar dan tidak ada dasar pembenar para terdakwa korupsi, maka dapat dijatuhi hukuman maksimal sebagaimana yang terjadi di kasus Asuransi Jiwasraya,” kata Kurnia.
Dalam sidang pembacaan putusan terhadap empat terdakwa yang dilakukan Senin (12/10/2020) siang sampai malam, Ketua Majelis Hakim Susanti menjatuhkan vonis seumur hidup bagi bekas Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hary Prasetyo. Vonis sesuai tuntutan jaksa.
Majelis hakim juga menjatuhkan vonis pidana penjara seumur hidup bagi Hendrisman Rahim, bekas Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa berupa hukuman 20 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Demikian pula bagi Syahmirwan, bekas Kepala Divisi Investasi dan Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero). Majelis hakim menjatuhkan vonis pidana penjara seumur hidup. Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa yang menuntut 18 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terakhir, Ketua Majelis Hakim Rosmina membacakan putusan bagi Direktur PT Maxima Integra Tbk Joko Hartono Tirto. Joko divonis dengan pidana penjara seumur hidup atau sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum.
Selain para terdakwa yang sudah divonis, masih ada dua terdakwa yang belum menjalani sidang penuntutan, yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat. Keduanya kini masih dirawat karena terjangkit Covid-19.
Menurut Kurnia, penting untuk dikedepankan bahwa dalam pemberantasan korupsi, tidak bisa lagi hanya menggunakan konsep pemidanaan sebagai jalan terakhir. Selain pidana penjara, terdakwa harus dipidana dengan pidana denda atau uang pengganti.
Pidana tambahan berupa denda atau uang pengganti dapat dikenakan karena korupsi adalah kejahatan ekonomi. Meski demikan, pidana tambahan berupa uang pengganti tidak bisa dikenakan jika vonis pidana sudah maksimal.
Secara terpisah, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono mengapresiasi semua pihak yang terlibat dalam persidangan itu sehingga hukuman yang dijatuhkan kepada para terdakwa sesuai tuntutan jaksa, bahkan beberapa di antaranya lebih berat.
Jika tidak ada upaya hukum yang dilakukan oleh terdakwa maupun jaksa penuntut umum, putusan hakim akan berkekuatan hukum tetap dan dapat dieksekusi, khususnya untuk empat terdakwa itu. ”Karena walaupun dalam masa pandemi Covid-19, penegakan hukum masih dapat berjalan tanpa hambatan berarti,” kata Hari.