Salah satu penyebab korupsi adalah kegagalan, lemah, dan buruknya sistem. Sementara itu, salah satu sistem yang perlu dibenahi adalah terkait rencana detail tata ruang (RDTR).
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pencegahan tindak pidana korupsi pada pelayanan publik terkait dengan tata ruang dan pertanahan dapat dilakukan dengan memanfaatkan teknologi digital. Pelayanan secara digital akan membuat proses menjadi transparan sekaligus memotong birokrasi yang panjang.
Terkait hal tersebut, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengatakan, salah satu penyebab korupsi adalah kegagalan, lemah, dan buruknya sistem. Salah satu sistem yang perlu dibenahi adalah terkait rencana detail tata ruang (RDTR).
”Rencana tata ruang ini menjadi penting karena alam kita sangat terbatas,” kata Firli dalam diskusi bertajuk ”Pemanfaatan Teknologi Digital dalam Pencegahan Korupsi di Sektor Perizinan dan Tata Niaga” yang diadakan oleh Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Selasa (13/10/2020).
Selain Firli, hadir sebagai pembicara dalam acara tersebut, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil, Direktur Jenderal Tata Ruang ATR BPN Abdul Kamarzuki, Deputi Bidang Pelayanan Penanaman Modal, Badan Koordinasi Penanaman Modal Achmad Idrus, dan Direktur Jenderal Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Hari Nur Cahya Murni.
Firli mengatakan, jika penguasaan tanah tidak diatur secara ketat dan rinci, akan menimbulkan konflik sosial. Karena itu, Indonesia telah memiliki Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. UU tersebut telah dijabarkan dalam peraturan turunan, tetapi sampai saat ini baru 10 persen daerah yang telah menetapkan RDTR.
”Baru 21 RDTR dari 16 daerah yang telah memiliki peta digital dan terkoneksi dengan OSS (online single submission),” kata Firli.
Ia berharap agar RDTR dikembangkan lagi supaya tidak ada konflik terkait tata ruang. Hal tersebut juga berguna agar tidak ada lagi peluang orang untuk melakukan korupsi.
Sofyan Djalil mengatakan, pihaknya mencoba mencegah terjadinya korupsi dengan digitalisasi dan transparansi. ”Transparansi adalah salah satu obat yang sangat mujarab untuk mencegah korupsi. Dengan pelayanan digital, semua orang bisa tahu,” kata Sofyan.
Ia menjelaskan, BPN mempunyai dua program terkait digitalisasi pertanahan. BPN telah menerapkannya sejak Juli tahun lalu sebagai uji coba dan tahun ini dipercepat. Layanan hak tanggungan tidak perlu lagi ketemu dengan orang BPN. Bank dengan PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) bisa membuat hak tanggungan dan melalui digital bisa mendaftarkan ke BPN.
Begitu juga dengan pengurusan roya. Seseorang yang telah melunasi kreditnya, maka bank bisa menghapuskan hak tanggungan tersebut dan memberitahukan kepada BPN melalui sistem digital.
Selain itu, pengecekan semua tanah yang telah terdaftar dan pencarian informasi zona nilai tanah bisa dilakukan melalui internet. Kedua program tersebut masih dalam proses perbaikan data internal.
Keempat layanan tersebut telah mengurangi layanan di kantor BPN sekitar 40 persen. Pelayanan digital akan menghapus semua praktik yang selama ini dianggap gelap dan dapat memotong birokrasi yang panjang.
”Orang tidak perlu lagi berhadapan dengan birokrasi BPN. Itu mengurangi beban kerja di BPN dan masyarakat, mengurangi kontak langsung, mengurangi calo, dan sebagainya. Kami punya komitmen seluruh layanan BPN akan berbasis digital pada 2024,” kata Sofyan.
Achmad Idrus menegaskan, dengan aplikasi OSS atau perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik, angka korupsi dapat ditekan. Sebab, semua proses dilakukan secara digital atau tanpa tatap muka.
Hari Nur Cahya Murni mendorong agar pemerintah daerah segera menetapkan RDTR. Hal tersebut sesuai arahan Presiden yang ingin semua jajaran melakukan terobosan dan keluar dari hal yang bersifat rutinitas. RDTR menjadi payung hukum penting dan dasar pelaksanaan percepatan infrastruktur nasional.
Selain itu, presiden memberikan arahan agar perizinan berusaha diberikan kemudahan dengan tetap mematuhi fungsi lahan atau zona dalam peraturan daerah RDTR. ”Rencana tata ruang memberikan kepastian hukum bagi pelaksanaan pembangunan di daerah dan sebagai dasar dalam pemberian perizinan berusaha,” kata Hari.