Jaksa Agung Burhanuddin Mengaku Tak Pernah Perintahkan Pinangki Temui Joko Tjandra
Namanya disebut dalam dakwaan jaksa Pinangki Sirna Malasari. Hari ini dalam rapat bersama Komisi III DPR, Jaksa Agung Burhanuddin membantah ia memerintahkan Pinangki bertemu Joko Tjandra yang saat itu berstatus buron.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar/Rini Kustiasih
·6 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menampik adanya keterkaitan dirinya dengan proposal Action Plan atau rencana aksi yang disusun jaksa Pinangki Sirna Malasari untuk terpidana kasus cessie Bank Bali Joko Tjandra. Burhanuddin menyebut upaya hukum peninjauan kembali Joko Tjandra dinilai tidak mungkin dilakukan.
Hal itu dikatakan Burhanuddin dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR yang dilaksanakan secara daring, Kamis (24/9/2020). Pada kesempatan itu, sebagian besar anggota DPR menanyakan perkembangan kasus Joko Tjandra yang diduga melibatkan Pinangki dan Andi Irfan Jaya serta kasus kebakaran di gedung utama Kejaksaan Agung.
Burhanuddin mengatakan, pihaknya menangani perkara yang melibatkan jaksa Pinangki secara terbuka. Dia juga menyatakan akan mengusut tuntas pihak yang ada di balik Pinangki.
”Saya tidak pernah menyampaikan apa pun dengan penyidik, lakukan secara terbuka. Bahkan, untuk dakwaan pun yang menyebut nama saya, saya tidak pernah peduli. Silakan, kami terbuka untuk dilakukan penyidikan,” ujar Burhanuddin.
Dalam surat dakwaan terhadap Pinangki yang dibacakan jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, 23 September, Burhanuddin bersama Hatta Ali, mantan Ketua Mahkamah Agung, disebut dalam proposal Action Plan yang berisi 10 tahap aksi. Pada beberapa aksi disebutkan Burhanuddin akan mengirimkan surat kepada Hatta Ali yang kemudian dibalas penerbitan fatwa.
Dalam surat dakwaan Pinangki disebutkan bahwa fatwa MA diperlukan agar Joko Tjandra tidak dieksekusi sesuai putusan Mahkamah Agung pada 11 Juni 2009, yakni pidana 2 tahun penjara. Adapun fatwa tersebut disebutkan akan diurus melalui Kejagung.
Joko Tjandra kabur dari Indonesia pada tahun 2009. Pada awal Juni 2020, dia datang ke Jakarta untuk mengurus kartu kependudukan dan mengajukan peninjauan kembali perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Polri kemudian menangkap Joko Tjandra di Kuala Lumpur, Malaysia, pada akhir Juli.
Tidak perintahkan
Burhanuddin juga membantah adanya informasi dirinya melakukan panggilan gambar (video call) dengan Joko Tjandra ketika Joko masih menjadi terpidana. Burhanuddin menyatakan dirinya sama sekali tak mengenal dan tak pernah berkomunikasi dengan Joko Tjandra. Demikian pula Burhanuddin menyatakan tidak pernah memerintahkan Pinangki berhubungan dengan Joko Tjandra.
”Adalah suatu hal bodoh apabila kami melakukan itu karena perkara ini tinggal eskekusi. Tidak ada upaya hukum lain, ini hanya tinggal eksekusi. Kalau ada yang bilang ini bisa PK, alangkah jaksa itu bodoh,” ujar Burhanuddin.
Menurut Burhanuddin, ketika putusan MK dijatuhkan kepada Joko Tjandra pada 2009, dirinya sudah tidak lagi menjabat Direktur Eksekusi dan Eksaminasi karena sudah menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Utara. Eksekusi Joko Tjandra waktu itu dilakukan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setia Untung Arimuladi, yang saat ini menjabat Wakil Jaksa Agung.
Terkait dengan tersangka Andi Irfan Jaya, Burhanuddin mengatakan, dirinya pernah bertemu Andi ketika menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, sementara Andi bekerja di sebuah lembaga swadaya masyarakat. Setelah itu, Burhanuddin mengaku tidak pernah lagi berhubungan dengan Andi.
Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak mengatakan, surat dakwaan Pinangki disusun dari proses penyidikan. Jika sebelumnya publik mendengar beragam informasi yang kemudian ternyata tidak ada dalam surat dakwaan, bisa jadi hal itu memang tidak ditemukan dalam proses penyidikan.
Meski demikian, menurut Barita, majelis hakim tetap dapat mendalami hal tersebut dalam proses pemeriksaan, baik terhadap saksi maupun terdakwa, di persidangan. Sebab, fakta hukum yang diucapkan di dalam persidangan itulah yang akan menjadi fakta hukum.
”Ini, kan, masih berjalan dalam persidangan yang terbuka untuk umum. Kita harapkan apa yang menjadi pertanyaan publik itu bisa digali dan ditemukan kebenaran materiilnya oleh majelis hakim,” kata Barita.
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana, mengatakan, dakwaan terhadap Pinangki tersebut tidak menjelaskan hal yang membuat Joko Tjandra percaya kepada Pinangki. Demikian pula jaksa penuntut umum belum menjelaskan langkah yang ditempuh Pinangki dalam rangka menyukseskan Action Plan.
Jaksa penuntut umum, menurut Kurnia, belum menyampaikan terkait dugaan jaringan Pinangki atau Anita Kolopaking di MA dan upaya yang mereka lakukan untuk mendapatkan fatwa MA. Sebab, fatwa hanya diperoleh berdasarkan permintaan lembaga negara.
”Kami meragukan kelengkapan berkas Kejaksaan Agung ketika melimpahkan perkara yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi,” kata Kurnia.
Kebakaran gedung
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Arteria Dahlan, mengatakan, Jaksa Agung harus memberikan perhatian penuh terhadap kasus kebakaran gedung Kejagung yang kini ditangani Polri. Sebab, sejumlah temuan baru dari kasus itu menunjukkan ada hal-hal yang patut ditelisik lebih dalam, termasuk informasi tentang adanya petugas kebersihan (cleaning service) di lantai 1 gedung Kejagung.
”Kami ingatkan harus hati-hati, sebab ini bukan penegakan hukum saja, ini jabatan politik. Soal olah TKP (tempat kejadian perkara), 131 saksi. Saya ingin sampaikan begini, ada 6 petugas cleaning service diperiksa, ada tidak manipulasi keterangan? Sebab, ada 1 petugas cleaning service di lantai 1, kok, bisa punya akses ke lantai 6 dan bisa berbuat sesuatu. Apa benar rekening uangnya di atas Rp 100 juta? Apa benar kalau diperiksa didampingi anak buahnya? Apa benar penampilan baru yang bersangkutan, yakni rambutnya dibotaki?” kata Arteria.
Menurut Arteria, kejaksaan harus lebih proaktif dalam mengungkap pelaku dan pihak yang terlibat dalam dugaan kebakaran kantor Kejagung serta dugaan kelalaian atau kesengajaan, termasuk sabotase. Kejaksaan diharapkan tidak serta-merta percaya kepada orang lain, tetapi juga berperan aktif untuk mengungkapkan auktor intelektualis di balik kebakaran itu.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Aboe Bakar Al-Habsyi, mengatakan, kasus kebakaran itu harus diusut tuntas. Kejaksaan harus memastikan insiden itu tidak menghilangkan berkas-berkas perkara yang saat ini sedang ditangani kejaksaan, seperti kasus Pinangki dan Joko Tjandra. Sebab, kasus itu sangat krusial dan menjadi sorotan publik.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem, Taufik Basari, menyampaikan, kasus yang menjerat Pinangki telah mencoreng nama baik kejaksaan. Untuk memperbaikinya, kasus tersebut menjadi momentum bagi kejaksaan untuk melakukan evaluasi internal. Kejaksaan diminta mempelajari pola dan celah-celah yang ada sehingga memungkinkan peristiwa itu terjadi.
”Setelah ketahuan polanya, lalu dilakukan perbaikan-perbaikan. Jangan sampai kita tercebur di dalam lubang yang sama. Ini harus menjadi sarana bagi perbaikan mekanisme internal di kejaksaan,” ujarnya.
Terkait dengan insiden kebakaran, Burhanuddin memastikan sama sekali tidak ada barang bukti dan berkas perkara di gedung yang terbakar. Pihaknya berkomitmen mendukung proses penyidikan yang kini dilakukan Polri.
”Saya minta kalau memang ada harus ditemukan. Saya mengharapkan adanya tersangka dan akan kami dalami sejauh mana perbuatan itu dilakukan. Bahkan, informasi adanya rekening yang katanya Rp 100 juta dan tidak sesuai dengan pendapatannya saat ini sudah didalami penyidik,” ujar Burhanuddin.