Sosialisme religius menjadi nilai luhur yang diajarkan Presiden RI pertama Soekarno. Gagasan itu terkandung dalam Pancasila yang jadi ideologi bangsa Indonesia sejak 18 Agustus 1945. Karena itu, ketuhanan jadi dasar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sosialisme religius menjadi nilai luhur yang diajarkan oleh Presiden RI pertama Soekarno. Gagasan tersebut terkandung dalam Pancasila yang menjadi ideologi bangsa Indonesia sejak 18 Agustus 1945.
Wakil Kepala Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Hariyono mengatakan, pasca-1966, sosialisme dianggap negatif karena ada konotasi yang mempunyai makna peyoratif atau merendahkan. Maka, sosialisme pun dianggap negatif.
”Kapitalisme tidak pernah diungkapkan pada era Orde Baru. Namun, tatanan ekonomi Indonesia di era tersebut justru kapitalisme yang dominan,” kata Hariyono dalam diskusi bertajuk ”Membincang Tulisan Guntur Soekarnoputra: Pancasila dan Sosialisme Soekarno” yang diselenggarakan oleh Megawati Institute, Kamis (17/9/2020). Adapun tulisan Guntur tersebut dimuat Kompas (15/9/2020)pada kolom Opini dengan judul ”Pancasila dan Sosialisme Soekarno”. Dalam tulisan tersebut, Guntur menanggapi artikel analisis budaya Ariel Heryanto yang dimuat di Kompas pada 8 Agustus 2020 berjudul ”Pancasila”.
Kapitalisme tidak pernah diungkapkan pada era Orde Baru. Namun, tatanan ekonomi Indonesia di era tersebut justru kapitalisme yang dominan.
Selain Hariyono, hadir sebagai pembicara Guru Besar Filsafat Universitas Islam Negeri (UIN) Yogyakarta Amin Abdullah.
Hariyono menyatakan, dirinya tertarik dengan pemikiran Guntur yang menyatakan ketika demokrasi terpimpin diterapkan dan sosialisme ingin dikembangkan, lawannya bukan semata-mata ideologi, tetapi juga dari keterampilan, kelihaian, dan kecerdikan lawan politiknya. Sebab, ada beberapa pihak yang mengatakan, Soekarno belum pernah mengatakan Pancasila sebagai ideologi.
Padahal, dalam pidato kenegaraan Sekarno yang dikenal dengan Resopim (Revolusi, Sosialisme, dan Pimpinan Nasional), ia mengungkap perlu adanya revolusi ideologi dan kepemimpinan. Ideologi yang progresif itu antara lain Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
”Resopim dikutip bagaimana pikiran ideologi yang mengarah pada sosialisme itu menjadi kuat. Sosialisme di Indonesia yang terkait Pancasila sebenarnya tidak perlu diperdebatkan lagi karena sejak pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945, Pancasila sudah memuat Ketuhanan yang Maha Esa, yaitu di sila kelima dan kemudian di Pembukaan UUD 1945,” kata Hariyono.
Ia menegaskan, sila yang semula mengunci sila-sila yang lain tersebut kemudian diubah menjadi pembuka oleh Mohammad Hatta. Oleh karena itu, Indonesia bukan sekadar organisasi politik, melainkan juga organisasi moral. Sebab, Ketuhanan yang Maha Esa memberikan jiwa bagi tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Lebih jauh, menurut dia, sosialisme yang dikembangkan Soekarno dan ditekankan oleh Guntur adalah sosialisme religius yang memiliki arti sosialisme berketuhanan. Hal tersebut perlu menjadi penekanan agar tidak keliru dalam menerjemahkan arti sosialisme.
Saat ini, secara faktual kapitalisme sedang unggul, tetapi bukan luhur. Sebab, di dalam kapitalisme banyak kontradiksi yang justru pada masa pandemi seperti sekarang menjadi nyata. Orang-orang yang serakah tidak mungkin bisa bertahan dalam tatanan kehidupan seperti sekarang.
”Justru di sinilah kita kaji ulang bagaimana pemikiran Bung Karno untuk melihat tatanan global seperti sekarang ini,” ujar Hariyono.
Membawa nama baik Indonesia
Menurut Amin, keberanian Soekarno dalam mencetuskan sosialisme religius sangat luar biasa. Sebab, gagasan Soekarno tidak hanya berasal dari ilmu Barat dan Timur, tetapi juga berdasarkan literatur dalam negeri. ”Dia (Soekarno) sadar, Islam dan religius tidak bisa ditinggalkan,” katanya.
Amin mengatakan, Resopim yang dicetuskan oleh Soekarno pada 1962 bicara tentang revolusi, sosialisme, dan pimpinan nasional. Soekarno pun memberikan contoh melalui tindakan nyata.
Di saat Soekarno berada dalam situasi yang sulit karena beberapa kali menjadi sasaran usaha pembunuhan dan di tengah instabilitas, ia mampu membawa nama baik Indonesia ke dunia dengan menyelenggarakan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Asia Afrika.
Di saat Soekarno berada dalam situasi yang sulit karena beberapa kali menjadi sasaran usaha pembunuhan dan di tengah instabilitas, ia mampu membawa nama baik Indonesia ke dunia dengan menyelenggarakan KTT (Konferensi Tingkat Tinggi) Asia Afrika.
Di tengah kemiskinan dan kesulitan, Soekarno juga bisa membangun Jakarta. ”Kalau tidak dengan tekad besar, tidak akan jadi. Indonesia harus dihormati,” ujar Amin.
Anggota Badan Legislatif yang juga anggota Komisi XI DPR, Hendrawan Supratikno, menanggapi, gagasan Guntur dan Ariel disampaikan di media secara singkat sehingga tidak semua disampaikan hingga tuntas. Meskipun demikian, ia berharap, setiap regulasi harus sesuai dengan Pancasila. Jika tidak sesuai Pancasila, Indonesia akan terjajah terus.