Pandemi Covid-19 berhasil memperlihatkan berbagai persoalan birokrasi yang menghambat pelaksanaan program pemerintah serta pelayanan terhadap masyarakat. Maka, percepatan reformasi birokrasi penting.
Oleh
ANITA YOSSIHARA/NINA SUSILO
·4 menit baca
SEKRETARIAT WAPRES
Wakil Presiden Ma’ruf Amin
JAKARTA, KOMPAS — Pandemi Covid-19 berhasil memperlihatkan berbagai persoalan birokrasi yang menghambat pelaksanaan program pemerintah serta pelayanan terhadap masyarakat. Karena itu, percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi sudah tidak bisa ditawar lagi.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin, dalam pertemuan secara virtual dengan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Selasa (15/9/2020), mengungkapkan, pandemi Covid-19 telah membuka berbagai kelemahan dalam birokrasi. Dengan demikian, mau tidak mau reformasi birokrasi harus secepatnya direalisasikan.
”Masa pandemi Covid-19 ini telah memberikan pelajaran tentang perlunya mempercepat reformasi birokrasi,” kata Wapres yang mengikuti pertemuan dari kediaman resmi wapres di Jalan Diponegoro, Jakarta.
Salah satu kelemahan birokrasi yang semakin tampak saat pandemi adalah regulasi yang masih saling tumpang tindih. Begitu pula kewenangan lembaga maupun pejabat masih tumpang tindih satu sama lain.
Aparatur sipil negara (ASN) mengikuti upacara hari ulang tahun ke-47 Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) di Istora Senayan, Jakarta, Kamis (29/11/2018).
Prosedur dalam pelaksanaan kebijakan juga masih relatif panjang dan berbelit-belit. Kondisi itu mengakibatkan sebuah kebijakan yang telah diambil menjadi lambat realisasinya, bahkan sulit dieksekusi.
”Ketika ada pandemi ini terasa sekali pelambatan-pelambatan eksekusi dan juga prosedur yang kurang mendukung kecepatan eksekusi kebijakan,” kata Amin.
Persoalan lain yang juga terkuak saat pandemi adalah masih kuatnya ego sektoral antarlembaga. Instansi pemerintahan yang semestinya bersatu padu menyelesaikan berbagai persoalan, termasuk pandemi Covid-19, malah saling tarik-menarik kepentingan.
Karena itulah, menurut Wapres, reformasi birokrasi yang merupakan salah satu program pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin harus secepatnya diselesaikan. Diharapkan reformasi birokrasi di kementerian dan lembaga serta pemerintah daerah, bisa tuntas sesuai target paling lambat pada Desember tahun ini.
Kompas
Anggota Korps Pegawai Republik Indonesia (Korpri) saat mengikuti HUT ke-45 Korpri Jawa Timur di Gedung Grahadi Surabaya, Selasa (29/11/2016).
Ketua KASN Agus Pramusinto menyampaikan, KASN telah mengawal reformasi birokrasi di seluruh instansi pemerintahan. Selama enam tahun terakhir, setidaknya sudah 10.000 rekomendasi dikeluarkan untuk memperbaiki birokrasi di instansi-instansi pemerintahan.
”Kami mengawal 719 instansi pemerintah, ada bukti kepatuhan yang sangat tinggi dalam pengisian jabatan. Ini semua mengurangi adanya pelanggaran, seperti jual-beli jabatan,” kata Agus.
Tingkatkan pengawasan
Tak hanya mendorong penuntasan reformasi birokasi, dalam pertemuan melalui telekonferensi itu Wapres meminta KASN meningkatkan pengawasan terhadap penerapan sistem merit dalam manajemen ASN. Pengawasan penting dilakukan agar seluruh lembaga pemerintah, baik di pusat maupun daerah, benar-benar menerapkan sistem merit dalam rekrutmen dan penempatan ASN.
Terkait hal itu, Agus menyampaikan bahwa sejauh ini, KASN sudah melakukan pengawasan dengan mendorong pengisian jabatan pimpinan tinggi supaya berbasis kompetensi dan kinerja, meminimalkan praktik jual beli jabatan dan pelanggaran aturan dalam promosi atau rotasi.
SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN
Wakil Presiden Ma’ruf Amin melakukan pertemuan virtual dengan Komite Aparatur Sipil Negara (KASN), Selasa (15/9/2020). .
Netralitas ASN menjelang Pilkada 2020 yang diadakan serentak juga menjadi perhatian KASN. KASN, menurut Agus, selalu mengulang aktivitas Gerakan Nasional Netralitas ASN. Gerakan ini diharap memberi pemahaman kepada ASN dan pejabat pembina kepegawaian (PPK) bahwa politik balas budi dan balas dendam setelah pilkada tidak berlaku.
Kepala daerah yang menang dalam pilkada tidak bisa secara otomatis mempromosikan ASN pendukung atau menurunkan ASN yang tidak mendukung. Sebab, pengisian jabatan dan pencopotan seseorang mengikuti mekanisme yang ada dan harus berkonsultasi dengan KASN.
Untuk mengawal netralitas ASN, KASN menerbitkan rekomendasi sanksi untuk ASN yang terbukti mendukung salah satu calon dalam pilkada. Dari 499 pengaduan pelanggaran netralitas ASN sepanjang persiapan pilkada serentak 2020, sudah 380 yang direkomendasikan oleh KASN untuk dikenai sanksi oleh PPK. Sebanyak 52 persen rekomendasi ditindaklanjuti PPK.
Kalaupun PPK tidak menindaklanjuti rekomendasi tersebut, KASN akan meminta Badan Kepegawaian Negara untuk memblokir data kepegawaian ASN tersebut. Dengan demikian, ASN tidak bisa naik pangkat dan tidak bisa ikut promosi.
Kompas/Wawan H Prabowo
Agus Pramusinto dari Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) memberikan sambutan dalam seremoni Perjanjian Kerja Sama (PKS) Pengawasan Netralitas ASN Pada Pilkada Serentak 2020 antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bersama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) di kantor Bawaslu, Jakarta, Rabu (17/6/2020).
Kendati demikian, untuk mengawasi sekitar 4,2 juta personel ASN di 799 instansi pemerintah, baik kementerian, lembaga, maupun pemerintah daerah, tidak mudah. KASN hanya terdiri atas tujuh komisioner, 14 asisten komisioner aktif, dan 150 staf pendukung. Anggaran KASN pun di bawah Rp 40 miliar per tahun.
Secara terpisah, Guru Besar Kebijakan Publik Universitas Indonesia Profesor Eko Prasojo menilai ada beberapa hal yang diperlukan untuk mengoptimalkan sistem merit yang sudah mulai dibangun dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Pertama, perlu ada dukungan politik pemerintah, baik Presiden maupun kabinetnya bagi KASN dalam menjalankan tugas. Ini akan memperkuat legitimasi dan akseptabilitas fungsi KASN.
Kedua, diperlukan berbagai aturan pelaksanaan UU ASN, terutama untuk menjamin kejelasan standar sistem merit. Saat ini, misalnya, standar penilaian kompetensi dan standar panitia seleksi belum ada.
Ketiga, dukungan semua pemangku kepentingan, termasuk media dan akademisi serta lembaga swadaya masyarakat juga diperlukan dalam pengawasan sistem merit ini. Selain itu, dukungan anggaran, personel, dan kelembagaan perlu ada. Sebab, sebagai sebuah lembaga pengawasan, KASN seharusnya memiliki kemandirian anggaran, personel, dan kelembagaan.
Hal lainnya, koordinasi antara KASN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Badan Kepegawaian Nasional, bahkan dengan Lembaga Administrasi Negara perlu diperkuat. Eko mengusulkan adanya sistem aplikasi TI bersama untuk proses koordinasi dan pengambilan keputusan.
Dengan sistem itu, pengawasan KASN dan rekomendasi ke Presiden, Menpan dan RB langsung mengetahuinya melalui akses ke sistem yang sama. BKN juga bisa langsung mengunci hak-hak kepegawaian jika rekomendasi tidak dijalankan. LAN juga bisa mengembangkan kompetensi sesuai hasil penilaian untuk mengurangi kesenjangan.
”Jadi, tata kelola pemerintahan yang kolaboratif,” kata Eko yang juga Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia.