Presiden Jokowi: Pilkada 2020 Tidak Mungkin Ditunda Sampai Pandemi Berakhir
Presiden Jokowi menegaskan protokol kesehatan ketat di tiap tahapan Pilkada 2020 menjadi keharusan. Ini karena pilkada tak mungkin ditunda sampai pandemi Covid-19 berakhir.
Oleh
ANITA YOSSIHARA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Presiden Joko Widodo menegaskan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah atau Pilkada Serentak tahun 2020 tak bisa ditunda, karena hingga kini belum ada kepastian kapan pandemi Covid-19 berakhir. Selain diselenggarakan dengan tatanan normal baru, penerapan protokol kesehatan yang ketat dalam pilkada juga tak bisa ditawar lagi.
Protokol kesehatan ketat di setiap tahapan serta aktivitas Pilkada menjadi keharusan karena keselamatan dan kesehatan masyarakat harus diutamakan.
“Perlu saya tegaskan lagi, keselamatan masyarakat, kesehatan masyarakat, adalah segala-galanya. Jadi, protokol kesehatan harus ditegakkan, tidak ada tawar-menawar,” kata Presiden Joko Widodo saat memberikan sambutan pengantar Rapat Terbatas virtual membahas persiapan pelaksanaan Pilkada Serentak dari Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (8/9/2020).
Penegasan itu disampaikan Presiden Jokowi karena melihat masih banyaknya pelanggaran protokol kesehatan dalam tahapan pilkada. Pelanggaran protokol kesehatan terutama ditemukan acara deklarasi pasangan calon kepala daerah-wakil kepala daerah yang dihadiri massa dalam jumlah yang relatif banyak. Bahkan, ada pasangan calon kepala daerah yang sampai menggelar konser, sehingga mengundang kerumuman karena dihadiri ribuan warga.
Pengerahan massa dengan mengabaikan protokol kesehatan, lanjut Presiden, tak bisa dibiarkan. Karena itulah Presiden meminta semua pihak, baik penyelenggara pemilu, aparatur negara, maupun tokoh masyarakat, untuk bersama-sama mendisiplinkan masyarakar agar taat protokol kesehatan.
“Pada kesempatan ini saya minta kepada semua pihak, kepada penyelenggara pemilu, KPU, Bawaslu, aparat pemerintah, jajaran keamanan, dan penegak hukum, kepada seluruh aparat TNI dan Polri, seluruh tokoh masyarakat, tokoh organisasi untuk aktif bersama sama mendisiplinkan masyarakat dalam mengikuti protokol kesehatan,” ujar Presiden.
Menurut Presiden, pelanggaran protokol kesehatan Covid-19 yang dilakukan oleh pasangan bakal calon harus menjadi perhatian. "Dan situasi ini tidak bisa dibiarkan, penyelenggaraan pilkada harus tetap dilakukan, tidak bisa menunggu sampai pandemi berakhir karena memang kita tidak tahu, negara manapun tidak tahu, kapan pandemi berakhir," kata Presiden Jokowi.
Karena itu satu-satunya cara agar Pilkada tetap aman dari Covid-19 adalah dengan menerapkan norma-norma baru dalam setiap tahapan. Selain itu hal yang mutlak dilakukan adalah protokol kesehatan ketat dalam setiap aktivitas yang berkaitan dengan pilkada.
Tunda pelantikan
Seusai ratas, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, menjelaskan, terdapat dua hal yang diantisipasi pemerintah dalam Pilkada 2020, yakni aksi anarkis, intimidasi, kekerasan, serta risiko penularan Covid-19. Dua tahapan yang dianggap rawan penularan Covid-19, yakni verifikasi dukungan calon perorangan dan pemutakhiran data pemilih, sudah berhasil dilalui.
Antisipasi keumunan massa pada tahapan pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah juga sudah dilakukan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menetapkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non Alam Covid-19 yang mengatur seluruh tahapan diselenggarakan dengan protokol kesehatan ketat.
Mendagri menegaskan, kewajiban untuk menerapkan protokol kesehatan itu sudah disosialisasikan kepada partai politik serta calon peserta pilkada. Sehingga kerumunan massa pada tahapan pendaftaran kemungkinan terjadi karena para kontestan ingin unjuk kekuatan.
“Kami melihat kemungkinan besar kerumunan massa itu terjadi karena dua faktor. Kemungkinan kontestan sudah tahu, tapi ingin show of force, dan yang kedua karena kontestan belum melakukan sosialisasi hingga ke pendukung,” tuturnya.
Kementerian Dalam Negeri, lanjut Tito, telah memberikan teguran kepada 53 calon petahana yang melakukan pelanggaran protokol kesehatan pada tahapan pendaftaran calon. Sementara bakal calon yang bukan termasuk petahana, telah diberi teguran oleh Bawaslu.
Selain itu sebagai langkah antisipasi, Mendagri mengusulkan agar seluruh peserta pilkada, baik parpol maupun pasangan kandidat, menandatangani pakta integritas yang berisi kesediaan mematuhi protokol kesehatan, selain peraturan, serta siap menang dan siap kalah. Mendagri juga mempertimbangkan untuk memberikan sanksi penundaan pelantikan bagi pasangan calon kepala daerah terpilih yang terbukti melakukan pelanggaran protokol kesehatan.
Menurut dia, jika dari catatan Bawaslu, kontestan terpilih melakukan tiga kali pelanggaran, maka sesuai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, Presiden RI dapat memerintahkan Mendagri untuk menunda pelantikan selama enam bulan.
"Mereka disekolahkan dulu. Kami siapkan jaringan IPDN agar jadi pemimpin yang baik. Kemendagri akan memberi sanksi kontestan yang berkali-kali melanggar protokol Covid-19, pelantikannya ditunda dan disekolahkan,” ujarnya.
Selain itu untuk mencegah penularan, Mendagri juga mengharapkan Satuan Polisi Pamong Praja dan Kepolisian Negara RI (Polri) turut menegakkan disiplin protokol kesehatan selama Pilkada 2020. Satpol PP dan Polri bisa menjadikan peraturan kepala daerah untuk menindak para kontestan pilkada dan simpatisan yang melanggar protokol kesehatan.
Sementara itu Ketua Bawaslu Abhan, dalam jumpa wartawan virtual sesuai ratas juga menyampaikan, sanksi administratif pidana disiapkan untuk menindak kontestan yang melanggar protokol kesehatan dalam pilkada. Namun sebenarnya hal yang lebih penting adalah pencegahan, sehingga Bawaslu juga telah mempersiapkan diri untuk membubarkan kerumunan massa dalam setiap tahapan Pilkada.