Menko Polhukam: Taati Protokol Kesehatan Selama Pilkada
Menyusul pelanggaran protokol kesehatan saat pendaftaran Pilkada 2020, Menko Polhukam Mahfud MD mengingatkan agar protokol kesehatan tersebut harus dilaksanakan dengan disiplin ketat karena tambahan biaya cukup besar.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD mengingatkan agar protokol kesehatan harus dilaksanakan dengan disiplin ketat dalam setiap tahapan Pilkada 2020. Pemerintah sudah menganggarkan dana yang tinggi untuk menunjang protokol kesehatan. Kandidat calon kepala daerah, parpol, pendukung, dan masyarakat diharapkan menaati protokol kesehatan untuk menjaga keselamatan bersama.
”Tak kurang dari Rp 5 triliun tambahan dana sudah dipenuhi untuk membiayai perlengkapan dan persiapan tambahan sebagai penunjang pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19,” ujar Mahfud, Minggu (6/9/2020).
Menurut Mahfud, penyelenggara pemilu telah menyusun serangkaian protokol kesehatan yang akan dilaksanakan saat hari pemungutan suara 9 Desember nanti. Sejumlah aturan yang disusun Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk serangkaian protokol kesehatan itu adalah pembatasan jumlah pemilih di TPS, dan pengaturan jadwal pencoblosan yang diatur pada jam yang tidak sama.
Tak kurang dari Rp 5 triliun tambahan dana sudah dipenuhi untuk membiayai perlengkapan dan persiapan tambahan sebagai penunjang pelaksanaan Pilkada 2020 di tengah pandemi Covid-19.
Hal itu diterapkan untuk mencegah terjadinya kerumunan di TPS. Menurut pengalaman KPU, pemilih paling banyak memadati TPS pada pukul 08.00-10.00.
”KPU sudah merancang skenario dan peraturan saat hari pemungutan suara. Pencoblosan ditentukan jamnya, setiap warga ada jadwalnya masing-masing sehingga diharapkan tidak ada kerumunan di TPS,” ujar Mahfud.
Mahfud menambahkan bahwa seluruh petugas TPS juga telah dilengkapi alat pelindung diri (APD). Seluruh pemilih pun juga diberi sarung tangan sekali pakai saat mencoblos. Saat mencoblos, pemilih akan dicek suhu tubuhnya, diwajibkan memakai masker, menjaga jarak, dan disediakan fasilitas cuci tangan di TPS. Bahkan, menurut Mahfud, di TPS juga akan disiagakan tenaga kesehatan jika sewaktu-waktu diperlukan dalam keadaan darurat.
Ujian bagi KPU
Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Titi Anggraini mengatakan, penerapan protokol kesehatan pada tahapan pendaftaran saja sudah banyak dilanggar. Ini menjadi ujian bagi KPU dan Bawaslu untuk menerapkan protokol kesehatan pada tahapan krusial lainnya, yaitu kampanye dan hari pemungutan suara.
Menurut Titi, diperlukan ketegasan dan mekanisme sanksi agar seluruh pihak mau berdisiplin menaati aturan protokol kesehatan. Selama ini, kesadaran masyarakat dalam penerapan protokol kesehatan masih minim. Pada saat deklarasi pasangan calon, hingga pendaftaran calon kepala daerah, sudah banyak pelanggaran. Selama tiga hari pendaftaran paslon, kerumunan dan pengumpulan massa pun banyak dilaporkan di daerah.
”Tahapan pendaftaran adalah ujian bagi KPU untuk melihat keseriusannya dalam menegakkan aturan protokol kesehatan. Ini harus diantisipasi dengan serius karena masih ada tahapan lain yang berpotensi mengumpulkan massa, yaitu kampanye dan hari pemungutan suara. Sanksi bagi pelanggar harus lebih tegas untuk membangun budaya kepatuhan,” tutur Titi.
Tahapan pendaftaran adalah ujian bagi KPU untuk melihat keseriusannya dalam menegakkan aturan protokol kesehatan. Ini harus diantisipasi dengan serius karena masih ada tahapan lain yang berpotensi mengumpulkan massa, yaitu kampanye dan hari pemungutan suara. Sanksi bagi pelanggar harus lebih tegas untuk membangun budaya kepatuhan.
Bagaimana penyelenggara dan pengawas pemilu menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran di tahapan pendaftaran ini pun sangat penting bagi pelaksanaan tahapan selanjutnya. Menurut Titi, ada dua dampak yang mungkin terjadi jika tidak ada sanksi yang tegas. Pertama, masyarakat dapat menjadi semakin abai pada protokol kesehatan dan menyepelekan bahaya penyebaran Covid-19. Sebab, kontestasi pilkada yang diselenggarakan oleh pemerintah menjadi acuan dari masyarakat dan dapat memengaruhi sense of crisis mereka.
Selain itu, dampak lainnya, masyarakat semakin tidak percaya kepada penyelenggaraan pilkada yang sehat. Dampaknya, masyarakat akan enggan datang ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk menyalurkan haknya. Partisipasi politik dalam pilkada serentak pun bisa rendah apabila mengacu pada hasil survei sejumlah lembaga. Masyarakat mengaku enggan ke TPS karena khawatir dengan bahaya penularan Covid-19.
Pilkada serentak 2020 akan digelar di 270 wilayah di Indonesia, yaitu 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota. Sebelumnya, pemungutan suara pilkada serentak akan digelar pada 23 September. Namun, karena dampak pandemi Covid-19, hari pemungutan suara ditunda hingga 9 Desember 2020.