Pelaksanaan Pilkada 2020 semakin dekat. Badan Pengawas Pemilihan Umum, KPU, serta Kementerian Komunikasi dan Informatika pun menandatangani Nota Kesepakatan Aksi tentang Pengawasan Konten Internet dalam Konten Kampanye.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penandatanganan Nota Kesepakatan Aksi dilakukan Ketua Bawaslu Abhan, Ketua KPU Arief Budiman, dan Menteri Komunikasi dan Informatika Jhonny G Plate, Jumat (28/8/2020), di Jakarta. Nota kesepakatan aksi ini merupakan kerja sama lanjutan dari nota kesepakatan aksi Pemilu 2019 dan Pilkada 2018 antara Bawaslu, KPU, dan Kominfo.
”Arti penting penandatanganan kesepakatan aksi tentang pengawasan konten internet di dalam penyelenggaran Pilkada 2020 karena beberapa metode kampanye akan menggunakan mediadaring atau medsos. Ini menjadi tantangan dalam pengawasan,” kata Abhan.
Arti penting penandatanganan kesepakatan aksi tentang pengawasan konten internet di dalam penyelenggaran Pilkada 2020 karena beberapa metode kampanye akan menggunakan mediadaring atau medsos. Ini menjadi tantangan dalam pengawasan.
Abhan mengatakan, jika pada pilkada sebelumnya kampanye di media massa itu dibatasi waktunya, dalam kampanye di medsos, konten kampanye dapat berjalan seterusnya. Adapun masa kampanye Pilkada 2020 dimulai pada 26 September hingga 5 Desember 2020.
Bawaslu, antara lain, bertanggung jawab untuk menyediakan hasil pengawasan Pilkada Serentak 2020 terkait konten internet yang melanggar ketentuan. Bawaslu juga bertanggung jawab untuk menyediakan data laporan masyarakat terkait akun konten internet yang memuat informasi yang melanggar ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai pilkada.
Adapun KPU berwenang menyediakan informasi data tim kampanye dan akun media sosial peserta pilkada yang sudah didaftarkan sebelumnya. Sementara Kemkominfo berwenang menindaklanjuti rekomendasi hasil pengawasan dan melakukan penanganan konten internet sesuai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang Nomor Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Peraturan Menkominfo Nomor 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Konten Internet Bermuatan Negatif.
Menurut Abhan, untuk Pilkada 2020, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kepolisian dalam menangani konten negatif di internet. Sebab, Kepolisian memiliki tim siber yang memiliki kapasitas untuk memantau dan melakukan penegakan hukum terkait hal itu.
Arief mengatakan, jika sebelumnya serangan berupa peretasan ditujukan hanya kepada laman-laman besar, seperti laman KPU, kini serangan datang juga ke akun pribadi penyelenggara pemilu. Hal itu dirasakan Arief setelah pemilu 2014.
”Pada 2014 menuju 2019 itu peningkatan serangan penggunaan konten privat makin tinggi, dan saya pikir itu sudah menjadi fakta. Hoaks dan segala macam bertebaran dengan luar biasa,” kata Arief.
Pada 2014 menuju 2019 itu peningkatan serangan penggunaan konten privat makin tinggi, dan saya pikir itu sudah menjadi fakta. Hoaks dan segala macam bertebaran dengan luar biasa.
Dengan situasi pilkada yang diselenggarakan di masa pandemi, menurut Arief, penandatanganan nota kesepakatan aksi menjadi penting karena aktivitas fisik akan lebin banyak digantikan aktivitas virtual. Namun, kampanye yang sebelumnya dapat dibatasi dengan waktu, dengan adanya ruang digital, kampanye dapat berjalan terus karena tidak terbatas ruang dan waktu.
Johnny meyakini, berbagai aturan tentang penyelenggaran pemilu sudah disiapkan para pemangku kepentingan penyelenggara pemilu. Namun, kunci dari semua itu juga bergantung pada peserta Pilkada 2020 dan masyarakat dalam memanfaatkan ruang digital yang ada.
”Persaingan dan kontestasi gagasan itu perlu, tetapi permusuhan di ruang digital bukan ciri khas ruang demokrasi indonesia,”kata Johnny.
Menurut Johnny, pencegahan penyebaran hoaks, disinformasi, dan ujaran kebencian tetap harus dilakukan. Sebab, penyebaran hoaks dan disinformasi cenderung meningkat menjelang masa kampanye.
Sebagai contoh, pada Pemilu 2019, dari 922 isu hoaks sebanyak 557 kasus di antaranya ditemukan pada Maret hingga Mei 2019 yang merupakan masa puncak Pemilu 2019.
Persaingan dan kontestasi gagasan itu perlu, tetapi permusuhan di ruang digital bukan ciri khas ruang demokrasi Indonesia.
Dalam acara tersebut, ketiga pimpinan lembaga negara turut meresmikan Deklarasi Internet Indonesia Lawan Hoaks Dalam Pilkada 2020. Deklarasi ini didukung oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI) dan sejumlah platform media sosial seperti BIGO Live Indonesia, Google Indonesia, Facebook Indonesia, LINE Indonesia, Telegram Indonesia, Tiktok Indonesia, dan Twitter Indonesia.
Deklarasi itu berisi tiga hal yang intinya adalah kesepakatan bersama untuk melawan hoaks dan ujaran kebencian atau suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) dengan meningkatkan literasi kepada masyarakat. Deklarasi dibacakan Ketua Umum APJI Jamalul Izza.