Arahkan Pengawasan terhadap Netralitas ASN ke Dunia Maya
Fokus pengawasan terhadap netralitas ASN dalam Pilkada 2020 sebaiknya ditujukan pada dunia maya. Selama ini, pelanggaran netralitas yang paling banyak ditemukan adalah unggahan terkait preferensi politik di akun medsos.
Oleh
Dian Dewi Purnamasari
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jenis pelanggaran yang dilakukan oleh aparatur sipil negara atau ASN selama tahapan Pilkada 2020 terkait dengan sosialisasi dan unggahan konten berbau kampanye di media sosial. Terkait dengan hal tersebut, sejumlah pihak mengusulkan agar pengawasan terhadap netralitas ASN selama masa kampanye Pilkada 2020 diarahkan ke dunia maya.
Peneliti Sindikasi Pemilu untuk Demokrasi (SPD), Dian Permata, mengatakan, di masa pandemi Covid-19, kemungkinan besar kampanye akan banyak dilakukan di ruang maya. Laporan pengaduan yang masuk ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) pun didominasi oleh unggahan di media sosial, pesan di aplikasi percakapan, seperti Whatsapp, Telegram, dan Line.
Bawaslu dan KASN perlu mengubah strategi pengawasan. Pengawasan siber harus lebih besar dibandingkan dengan pengawasan darat saat kondisi normal.
Oleh karena itu, Bawaslu dan KASN perlu mengubah strategi pengawasan. Pengawasan siber harus lebih besar dibandingkan dengan pengawasan darat saat kondisi normal.
”Trennya laporan atas dugaan pelanggaran netralitas ASN ini terus meningkat. Ini karena kesadaran masyarakat akan pentingnya netralitas ASN dalam menjaga integritas pemilu dan birokrasi juga meningkat,” ujar Dian, Kamis (9/7/2020) dalam diskusi daring bertema ”Netralitas ASN di Pilkada Serentak 2020: Maju Kepentok, Mundur Kejedot” yang diadakan SPD.
Selain Dian, hadir sebagai narasumber dalam diskusi daring tersebut, Ketua KASN Agus Pramusinto, anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja, Sekretaris Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri Imran. Webinar dipandu oleh moderator Delia Wildianti, peneliti dari Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia.
Menurut data SPD, pada pilkada serentak 2018, jumlah pengaduan atas pelanggaran netralitas ASN sangat tinggi. Ada total 990 laporan soal netralitas ASN dari total 548 daerah yang menghelat pilkada. Sementara, tahun ini, meskipun belum sampai pada tahapan kampanye, sudah ada aduan 369 kasus netralitas ASN dari 270 daerah yang menggelar pilkada.
Sehubungan dengan hal tersebut, Agus mengatakan, diperlukan kerja sama antarinstansi untuk mengawasi netralitas ASN selama pilkada serentak 2020. Saat ini, KASN telah menandatangani kerja sama pengawasan dengan Bawaslu. Kerja sama tersebut meliputi pertukaran data dan informasi, upaya pencegahan melalui sosialisasi dan edukasi, pengawasan, penindakan, hingga tindak lanjut rekomendasi.
Diperlukan kerja sama antarinstansi untuk mengawasi netralitas ASN selama pilkada serentak 2020.
Sanksi terhadap pelanggaran netralitas ASN bervariasi. Mengacu pada surat keputusan bersama (SKB) lima kementerian dan lembaga yang mengatur hukuman bagi ASN, sanksi yang dijatuhkan dapat berupa pemblokiran data administrasi kepegawaian (SAPK), hingga sanksi oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur dan Reformasi Birokrasi serta Kemendagri kepada kepala daerah yang berperan sebagai pejabat pembina kepegawaian (PPK). Sanksi kepada kepala daerah itu diatur dalam Pasal 33 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
”Kami juga sedang memproses kerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) terkait dengan kampanye virtual gerakan netralitas ASN di 270 daerah yang menyelenggarakan pilkada,” ujar Agus.
Agus menjelaskan, maraknya pelanggaran netralitas ASN dalam pilkada karena masih adanya pola pikir yang salah. Budaya birokrasi di masa lalu yang diperparah dengan pola pikir berkarier dengan cara yang mudah menjadi penyebabnya. Pola pikir itu membudaya karena selama ini tidak ada ketegasan dari kepala daerah selalu PPK untuk menindaklanjuti rekomendasi dan menjatuhkan sanksi kepada ASN yang tidak netral. Selain itu, pengawasan internal di lingkup ASN juga lemah.
Rahmat Bagja menambahkan, sosialisasi agar ASN lebih berhati-hati dalam bersosial media perlu lebih digalakkan. Sebab, menurut pengawasan Bawaslu, terkadang ASN tidak sadar saat menggunakan media sosial. Meskipun hanya memencet tombol like, terkadang hal tersebut sudah dikaitkan dengan afiliasi politiknya. Apalagi, jika ASN tersebut sampai menyebarkan pesan berantai yang bernada kampanye. Hal itu akan menjadi perhatian serius bagi Bawaslu yang akan diteruskan ke KASN.
Sosialisasi agar ASN lebih berhati-hati dalam bersosial media perlu lebih digalakkan. Sebab, menurut pengawasan Bawaslu, terkadang ASN tidak sadar saat menggunakan media sosial.
Menurut Bagja, ASN memang selalu ingin dilibatkan dalam kontestasi politik. Hal itu karena para ASN memiliki jaringan yang luas di masyarakat. Kendali wilayah, mulai dari RT, RW yang mengakar di masyarakat dimanfaatkan oleh kandidat. Selain itu, kewenangan ASN untuk menggerakkan keuangan daerah dan penggunaan fasilitas negara juga kerap dimanfaatkan terutama oleh petahana.
Bawaslu terus memantau gerak-gerik ASN selama pilkada serentak ini. Saat ini, sudah ada 416 aduan kasus pelanggaran netralitas ASN. Dari jumlah tersebut, 300 aduan di antaranya ditindaklanjuti ke KASN.
”Paling banyak adalah pelanggaran netralitas ASN yang dilaporkan di media sosial dan media massa,” kata Bagja.
Sementara itu, Imran menambahkan, pihaknya sudah memperingatkan ASN agar tidak terlibat dalam berbagai tahapan pilkada. Aturan mengenai netralitas ASN sudah jelas. ASN harus tetap netral karena bertanggung jawab menjaga pelayanan publik. Prinsip-prinsip pelayanan publik seperti keadilan dan transparansi harus terjaga.
Kewenangan dan kekuasaan ASN dapat memengaruhi dirinya sendiri maupun keluarga dalam preferensi politiknya. Oleh karena itu, setiap ASN harus berhati-hati selama pilkada 2020, karena akan diawasi secara ketat, baik oleh inspektorat maupun Bawaslu dan KASN.
”Pemahaman ASN soal netralitas masih kurang sehingga masih banyak ditemukan pelanggaran dalam menjaga netralitas mereka selama pemilu,” kata Imran.
Berdasarkan data dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) tahun 2019, ada 991 pelanggaran netralitas ASN dalam Pemilu 2019. Sebanyak 99,5 persen pelanggaran dilakukan ASN di level pemda. Sebanyak 179 orang terkena sanksi disipliner, 120 terkena sanksi kode etik, 692 orang masih dalam tahap pemeriksaan.
”Sanksi sudah jelas, tetapi semua itu kembali lagi ke setiap ASN. Saya kira ini menjadi peringatan keras bagi ASN agar tidak terlibat dalam setiap tahapan pilkada,” kata Imran.