Joko Tjandra Ditetapkan Tersangka untuk Pengurusan Fatwa MA
Kejagung menetapkan Joko S Tjandra sebagai tersangka pemberi suap jaksa Pinangki terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung. Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak menduga ada oknum lain dalam pengurusan fatwa ini.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Joko Soegiarto Tjandra ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi terhadap penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji. Joko diduga menyuap jaksa Pinangki Sirna Malasari dalam kaitan pengurusan fatwa dari Mahkamah Agung.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Hari Setiyono, dalam jumpa pers, Kamis (27/8/2020), mengatakan, tim penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung telah memeriksa Joko S Tjandra dan melakukan gelar perkara pada Selasa dan Rabu, kemarin.
”Pada hari ini penyidik menetapkan satu orang lagi sebagai tersangka dengan inisial JST. Dengan demikian, penyidik sampai hari ini sudah menetapkan dua tersangka. Yang pertama adalah oknum jaksa PSM dan hari ini adalah JST,” kata Hari.
Tersangka JST dijerat dengan pasal berlapis. Pasal sangkaannya adalah Pasal 5 Ayat (1) huruf a dan huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 13 UU yang sama.
Hari mengatakan, penyidikan kasus itu selama ini dilakukan berdasarkan informasi tentang permohonan peninjauan kembali (PK) Joko S Tjandra. Namun, dalam proses penyidikan terhadap jaksa PSM, terdapat perbuatan yang diduga dalam rangka mengurus fatwa dari MA.
”Apa yang dia perlukan? Tersangka JST ini statusnya adalah terpidana. Maka, bagaimana caranya mendapat fatwa agar tidak dieksekusi oleh eksekutor yang dalam hal ini jaksa. Jadi, konspirasinya atau dugaannya adalah agar tidak dieksekusi oleh jaksa maka meminta fatwa dari MA,” ujar Hari.
Tim penyidik masih mendalami peran dan keterlibatan jaksa PSM dalam perkara itu. Penyidik juga menelusuri dugaan penggunaan uang suap untuk membeli barang atau hal lainnya. (Hari Setiyono)
Menurut Hari, perkara yang melibatkan jaksa PSM dan Joko S Tjandra tersebut diperkirakan terjadi antara November 2019 dan Januari 2020. Namun, dari yang ditemukan penyidik, pengurusan fatwa itu tidak berhasil.
Tim penyidik, lanjut Hari, masih mendalami peran dan keterlibatan jaksa PSM dalam perkara itu. Selain itu, penyidik juga menelusuri dugaan penggunaan uang suap untuk membeli barang atau hal lainnya.
Pada Rabu (26/8/2020), penyidik meminta keterangan seorang manajer PT Garuda Indonesia dan juga dari PT Astra International BMW Sales Operation Branch Cilandak. Mereka dimintai keterangan terkait perjalanan tersangka jaksa PSM menggunakan maskapai Garuda keluar negeri dan diduga bertemu dengan terpidana Joko S Tjandra serta untuk mencari bukti tentang aliran dana yang sempat dibelikan mobil BMW.
”Penyidik masih bergerak follow the money-nya seperti apa. Kalau memang nanti ada bukti permulaan yang cukup bahwa hasil kejahatannya digunakan untuk membeli barang apa pun, maka akan ada pasal dengan dugaan pencucian uang,” kata Hari.
Penetapan Joko Tjandra sebagai tersangka adalah kemajuan. (Barita Simanjuntak)
Oknum lain
Secara terpisah, Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak mengatakan, penetapan Joko Tjandra sebagai tersangka adalah kemajuan. Namun, dalam hal itu, hubungan antara tersangka Joko Tjandra dan jaksa Pinangki hanya antara pemberi dan penerima suap.
”Hubungan jaksa PSM dengan Joko Tjandra dan dengan fatwa MA itu yang perlu diusut. Apa yang sebenarnya dijanjikan dan siapa yang bisa menyediakan sesuatu yang diperjanjikan itu? Apakah jaksa PSM bisa menyediakan atau memberikan sesuatu yang dijanjikan itu kepada Joko Tjandra,” kata Barita.
Menurut Barita, jaksa PSM dengan jabatannya saat itu tidak memiliki kewenangan apa pun terkait dengan fatwa MA ataupun kapasitas untuk bertemu dengan Joko Tjandra. Dia menduga ada oknum lain yang bekerja sama dengan jaksa PSM yang memang memiliki kewenangan untuk memberikan hal yang diperlukan Joko Tjandra.
Barita berharap penyidik mengembangkan kasus itu. Barita pun meyakini, jika hal itu dilakukan, bukan tidak mungkin akan ada tersangka baru lagi ke depan.