Pengakuan Joko Tjandra Jadi Pijakan Penting Pengembangan Kasus
Transparency International Indonesia menilai pengakuan Joko Tjandra bahwa dia telah memberi uang ke sejumlah pihak, jadi pijakan penting untuk pengembangan kasus pelarian Joko, baik oleh Polri maupun Kejaksaan Agung.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pengakuan Joko Soegiarto Tjandra, yang telah memberi uang kepada sejumlah pihak dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi penghapusan Joko dari daftar pencarian orang atau red notice Interpol, menjadi momentum untuk memeriksa pihak-pihak lain yang terkait. Rencana Polri mengembangkan kasus dengan meminta keterangan oknum jaksa Pinangki Sirna Malasari diharapkan tidak dipersulit oleh Kejaksaan.
Manajer Riset Transparency International Indonesia Wawan Heru Suyatmiko, ketika dihubungi Kompas, Rabu (26/8/2020), mengatakan, pengakuan Joko Tjandra, yang mengakui telah memberikan uang kepada tersangka Inspektur Jenderal Napoleon Bonaparte dan Brigadir Jenderal (Pol) Prasetijo Utomo, menjadi pijakan penting untuk terus mengembangkan kasus itu.
”Tidak perlu lagi menutup-nutupi upaya penegakan hukum ini karena dari pihak Joko Tjandra sudah mengakui memberikan suap ke oknum tersangka NB (Napoleon Bonaparte) dan PU (Prasetijo Utomo,” kata Wawan.
Menurut Wawan, cepatnya proses hukum yang terjadi di Polri mestinya dilakukan pula oleh Kejaksaan Agung. Sebab, kasus terkait Joko Tjandra menjadi momentum agar publik mengetahui upaya serius pembenahan institusi penegak hukum dari korupsi.
Selain itu, lanjut Wawan, pusaran kasus Joko Tjandra mesti dikembangkan untuk menjangkau pihak lainnya. Semisal penanganan kasus dugaan tipikor dengan tersangka Pinangki, mestinya penyidik Kejaksaan Agung dapat mengembangkan untuk mencari pihak lain yang terkait.
Demikian pula pertemuan antara Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan dan pengacara Joko Tjandra, Anita Kolopaking, mestinya hal itu didalami lebih lanjut karena diduga itu bukan sekadar pertemuan biasa.
Terkait dengan hal itu, menurut Wawan, proses hukum terkait Joko Tjandra di Kepolisian dinilai lebih maju dibandingkan dengan Kejaksaan. Agar lebih cepat, diharapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikap proaktif untuk melakukan koordinasi dan supervisi guna menangani kasus itu.
”Bahkan, jika berlarut-larut, KPK bisa saja langsung mengambil alih, mengingat KPK adalah lembaga yang berfungsi sebagai trigger mechanism dari Polri dan Kejaksaan untuk penanganan kasus korupsi,” ujar Wawan.
Peneliti dari Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana berpandangan, kecepatan penanganan perkara dan keterbukaan Kepolisian terhadap KPK patut diapresiasi. Hal itu berbanding terbalik dengan penanganan perkara Pinangki oleh Kejaksaan Agung.
”Bahkan, sampai saat ini pihak pemberi suap pun belum ada tersangkanya meskipun itu sebenarnya sudah bisa diduga. Karena itu, ketika Bareskrim ingin melakukan penyelidikan dengan memeriksa jaksa PSM (Pinangki Sirna Malasari), semoga itu tidak mendapat halangan dari Kejaksaan,” kata Kurnia.
Kurnia berharap agar KPK mengambil alih kasus tersebut. Dengan masuknya KPK, diharapkan penanganan kasus tersebut dapat lebih terbuka, transparan, dan independen.
Sebelumnya, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono mengatakan, penyidik telah memeriksa tersangka Joko Tjandra, kemudian Tommy Sumardi, Napoleon Bonaparte, dan Prasetijo Utomo dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penghapusan red notice atas nama Joko S Tjandra. Dari pemeriksaan, terdapat pengakuan adanya aliran uang.
”Sudah kami sampaikan bahwasannya tersangka Joko S Tjandra menyampaikan telah menyerahkan uang, sejumlah uang. Kemudian tersangka yang lainnya juga demikian. Sudah kita lakukan pemeriksaan dan telah mengakui menerima uang tersebut,” kata Awi.
Dalam kasus dugaan tipikor penghapusan red notice Joko Tjandra, penyidik telah menetapkan empat tersangka. Tersangka sebagai pihak pemberi adalah Joko Tjandra dan Tommy Sumardi, sementara tersangka dari pihak penerima adalah Napoleon Bonaparte dan Prasetijo Utomo.
Awi mengatakan, pihaknya tidak bisa membuka nominal atau jumlah uang yang diberikan atau diterima karena hal itu sudah masuk ke materi penyidikan dan akan dibuka dalam pengadilan. Namun, Awi memastikan bahwa tersangka penerima mengaku telah menerima aliran dana itu.
Terkait dengan rencana pemeriksaan Pinangki, Kepala Badan Reserse Kriminal Polri melalui Direktur Tipikor Bareskrim telah bersurat ke Jaksa Agung. Surat berisi permintaan izin untuk melakukan pemeriksaan terhadap Pinangki.
Menurut Awi, pemeriksaan Pinangki bagian dari penyelidikan dan bersifat meminta keterangan atau klarifikasi. Jika ke depan terdapat bukti permulaan yang cukup, bisa dinaikkan ke tingkat penyidikan.
”Jadi mengklarifikasi ini semacam meng-interview, mencari kesesuaian terkait dengan data yang diterima oleh penyidik, dipastikan kembali kepada yang bersangkutan. Cuma skalanya masih skala penyelidikan, belum penyidikan,” ujar Awi.
Terkait dengan rencana pemeriksaan Pinangki oleh Bareskrim, ketika dikonfirmasi melalui pesan singkat, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono tidak memberikan tanggapan.