Komjak: Keraguan Publik Terkait Kebakaran di Kejagung Mesti Dijawab dengan Transparansi
Asumsi dan keraguan publik terkait kebakaran gedung utama Kejagung hanya bisa dijawab dengan kinerja yang profesional dan transparan bahwa penegakan hukum kasus yang jadi sorotan publik tidak terganggu kebakaran itu.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Berbagai asumsi yang muncul di masyarakat mengenai penyebab terbakarnya gedung utama Kejaksaan Agung perlu dijawab dengan penanganan perkara secara cepat dan transparan. Apabila hal itu dilakukan, keraguan publik akan terjawab dengan sendirinya.
Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak ketika dihubungi Kompas, Selasa (25/8/2020), mengatakan, berbagai asumsi atau spekulasi publik tentang terbakarnya gedung utama Kejagung muncul karena ketidakpercayaan masyarakat terhadap Kejagung. Selama ketidakpercayaan itu ada, apa pun yang dilakukan Kejagung tidak akan dipercaya atau akan dipertanyakan.
”Maka, berbagai asumsi dan keraguan publik itu hanya bisa dijawab dengan kinerja yang profesional dan transparan bahwa penegakan hukum tidak terganggu kebakaran itu. Buktikan bahwa kasus yang ditangani kejaksaan tetap berjalan dan dibuka secara transparan ke publik,” kata Barita.
Menurut Barita, pernyataan dari Kejaksaan Agung bahwa berkas perkara untuk pidana umum ataupun pidana khusus disimpan di tempat terpisah sudah tepat karena memang demikian kenyataannya. Namun, untuk meyakinkan publik, hal itu perlu dibarengi dengan transparansi penanganan perkara yang kini menjadi sorotan publik, yakni kasus yang menyangkut jaksa PSM dengan terpidana cessie Bank Bali, Joko Tjandra.
Pertanyaan besar publik saat ini, kata Barita, adalah terkait dengan posisi atau jabatan jaksa PSM yang bukan sebagai penyidik ataupun jaksa eksekutor, tetapi bisa bernegosiasi dengan Joko Tjandra. Hal itu tidak mungkin terjadi jika tidak ada kuasa yang lebih besar di belakang jaksa PSM.
Dengan adanya potensi konflik kepentingan karena Kejagung menyidik kasus dengan tersangka jaksa PSM, menurut Barita, Kejagung dapat menggandeng lembaga lain yang independen, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain membantu mengembangkan perkara, pelibatan KPK untuk supervisi akan sekaligus membuktikan kepada publik bahwa Kejagung bersikap tidak pandang bulu. Jika perlu, KPK mengambil alih kasus itu.
”Kami mendorong agar dilakukan transparan dengan mengusut tuntas keterlibatan pihak selain jaksa PSM. Saya kira ini perlu langkah cepat,” ujarnya.
Sebagai pengawas independen, kata Barita, Komjak telah memberikan laporan yang bersifat sewaktu-waktu kepada Presiden terkait kasus ini. Komjak Masih akan memberikan laporan kepada Presiden sesuai perkembangan penanganan kasus tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengatakan, pada 24 Agustus, penyidik telah meminta keterangan Andi Irfan Jaya terkait dengan kasus dugaan tindak pidana korupsi dengan tersangka jaksa PSM. Andi Irfan Jaya pernah dipanggil pada 10 Agustus, tetapi tidak hadir karena sakit.
Andi Irfan Jaya diketahui adalah teman dekat jaksa PSM. Saat ini, status Andi Irfan Jaya adalah sebagai saksi. ”Pemeriksaan saudara Andi Irfan Jaya terkait dengan peristiwa upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang diajukan oleh terpidana Joko S Tjandra secara diam-diam,” kata Hari.
Sementara itu, di Kepolisian, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Awi Setiyono mengatakan, pada Selasa (25/8), penyidik memeriksa tiga tersangka. Mereka adalah TS, NB, dan PU. Sebenarnya, TS dipanggil penyidik kemarin, tetapi tidak hadir karena sakit.